Pekerjaan oleh Careerjet

Peluang Usaha dan Bisnis 2008

Wirausaha.com

Tempointeraktif.com - Ekonomi

Dinas Peternakan Jabar

Jumat, 03 Agustus 2007

Bisnis serangga, Omset Ratusan juta

Sekali rengkuh dua tiga pulau terlampaui. Serangga, yang selama ini menjadi hama pengganggu tanaman petani disulap Sukron menjadi kerajinan yang eksotik yang nilainya puluhan ribu dolar per bulan.

Serangga bagi sebagian orang adalah binatang yang menyebalkan dan tidak diinginkan keberadaannya karena kerap megganggu. Namun bagi Sufron binatang–binatang yang besarnya tak lebih dari segenggaman tangan ini merupakan ladang bisnis yang menggiurkan.

”Karena permintaan semakin banyak, tahun 2004 saya memilih melepaskan pekerjaan konsentrasi kebisnis serangga, dengan mendirikan CV. Griya Insecta,” ungkap mantan karyawan di sebuah perusahaan forwarder ini. Hasilnya memang tidak mengecewakan dengan berbisnis aksesoris dari serangga, Sufron berhasil mendatangkan ribuan dollar kekoceknya setiap bulan.

Konsumen produk aksesoris berbahan baku serangga ini, kebanyakan datang dari manca negara seperti Amerika, Kanada, Korea Selatan, Spanyol, Australia dann Selandia Baru. Sedangkan untuk pasar dalam negeri, menurut Sufron peminatnya masih sedikit.” Pasar Griya Insecta 90 % adalah pembeli mancanegara, pasar domestik hanya 10 persen,” jelas Sufron yang mengetahui banyaknya permintaan pasar internasional terhadap serangga asal Indonesia, sebagai bahan baku atau kerajinan tangan ini melalui Internet.

Griya Insecta didirikan tahun 2005 oleh Sufron dan seorang kawannya. Dengan modal awal Rp 5 juta, ia memulai usahanya dengan membeli lima mesin gerinda, membeli bahan baku dan mempekerjakan 5 orang karyawan. Sedangkan pengetahuan mengenai bisnis handy craft ini, ia dapat dari seorang kolektor serangga asal Jepang yang berminat mencari partner pengumpul serangga asal Indonesia. Dari kolektor Jepang ini ia mendapatkan pelatihan singkat mengenai teknik pengawetan, dan pengemasan serangga.


Hasil kerajinannya berupa, gantungan kunci (key chain), pemberat kertas (paperweight), bingkai, tempat pena dan lain-lain. Serangga–serangga ini diolah sedemikian rupa dengan resin yang dicor dan modelnya disesuaikan dengan kebutuhan produk.

Serangga yang menjadi bahan baku produk aksesoris, memang bukan serangga sembarangan, atau hanya dari jenis tertentu. Untuk mendapatkan yang sesuai dengan kebutuhan produksi dan memiliki nilai jual, Griya Insecta bekerja sama dengan pengumpul serangga dari berbagai daerah di Indonesia seperti Maluku, Papua, Sumatera dan Jawa.


Para pengumpul mengirimkan satu bulan sekali hasil tangkapannya. Dengan jumlah serangga minimal 1000 ekor per jenis. “Kami hargai per ekor, kami akan sortir sebelum melakukan pembayaran dan untuk barang yang rusak akan kami kembalikan,” jelas Sufron.


Saat ini Griya Insecta mempunyai sembilan mitra pengumpul; 2 di Jawa Barat; Sukabumi dan Tasik, 1 di Papua, 2 di Sulawesi, masing–masing 1 pengumpul di Pagar Alam, Bengkulu, Ambon, dan Banyuwangi.

Untuk mendapatkan serangga yang diinginkan, pada mulanya Sufron mencari tahu jenis serangga dan habitatnya. Setelah itu ia mengunjungi desa–desa di sekitar lingkungan habitat serangga incarannya itu dan memberikan pelatihan singkat dari cara menangkap, pengetahuan mengenai jenis serangga, dan pengemasannya.

”Kami berikan training singkat mengenai cara pengolahan serangga kepada 1 orang yang kami tunjuk sebagai pengumpul. Kami berikan gambar/foto maupun sampel, serangga yang kami inginkan. Kemudian biasanya informasi itu cepat menyebar kepada masyarakat sekitar,” jelas lulusan Administrasi Pembangunan UGM ini.

Daerah-daerah di Indonesia yang memiliki serangga seranga yang bernilai jual tinggi, menurut Sufron terletak di hutan Pulau Seram, Banda, Halmahera, hutan Sumatera dan Gunung Halimun Sukabumi. Ada beberapa serangga yang digunakan untuk handicraft yang merupakan musuh para petani jagung seperti kumbang kodok (sagra femoralis) dari Jawa Timur, Kumbang Kepik (catacanthus incarnathus) dari pulau Lombok yang merupakan hama petani tanaman jarak serta ada juga kumbang hama penggerek pohon kelapa (xylotrupes gideon). Kupu-kupu dari Indonesia yang populer di pasar mancanegara antara lain Papilio Blumei (Sulawesi), Papilio Ulysses (Maluku). Nilai jual bahan baku untuk jenis ini tidak kurang US$ 2 per satuan untuk kualitas A1. Bahkan ada jenis kumbang yang mempunyai nilai jual tinggi. Kumbang Allotopus Rosenbergi (Gunung Halimun Jawa Barat) untuk ukuran 7 cm mencapai Rp 300.000/satuannya.

Pasar internasional untuk produk Indonesia boleh dibilang besar, sebab produsen kerajinan tangan dari serangga ini, relatif masih sedikit. Menurut Sufron meski usahanya mendapat k
ompetitor dari Cina, ternyata serangga asal Indonesia lebih banyak peminatnya, lantaran warnanya lebih bervariasi dan lebih eksotik.


Namun karena bahan baku yang terbatas, tingginya permintaan pasar internasional akan kerajinan tangan berbahan baku serangga ini masih belum dapat dipenuhi. Saat ini, Griya Insecta baru bisa memproduksi tidak kurang dari 500 item perhari, dan 20 frame serangga. “Secara keseluruhan kami belum bisa mengimbangi permintaan pasar, karena bahan baku terbatas,” jelas Sufron yang kini memperkerjakan 30 orang karyawan di bengkel kerajinan serangganya.

Bisnis jual-beli serangga, Griya Insecta saat ini beromset US $ 25.000 per bulannya, pembeli terbesar datang dari Spanyol dengan nilai transaksi US $ 10.000. “Selama ini transaksi berjalan baik. Mereka selalu mengirim uang sebelum barang dikirim,” terang Sufron.


Untuk memenuhi ceruk pasar mancanegara yang masih sangat terbuka terhadap produk kerajinan tangan berbahan baku serangga asal Indonesia. Griya Insecta berniat untuk mencari mitra pengumpul serangga dari Papua. Sebab salah satu jenis Serangga Kumbang asal Papua menurut Sufron banyak digemari pembeli. ”Saya mencari pengumpul serangga dari Papua untuk mendapatkan serangga jenis
aepholus, karena penggemarnya cukup banyak,” terang pria kelahiran 1967 ini. [fitra iskandar/pengusaha]

Tidak ada komentar:

Entrepreneur Daily

Franchises

E-Business

Sales and Marketing

Starting a Business