Pekerjaan oleh Careerjet

Peluang Usaha dan Bisnis 2008

Wirausaha.com

Tempointeraktif.com - Ekonomi

Dinas Peternakan Jabar

Jumat, 03 Agustus 2007

Kiat Sukses Pebisnis Ibu Rumah Tangga

Untuk menjadi pebisnis rumah tangga yang sukses kita bisa memanfaatkan rute yang pernah dijalani oleh para pebisnis sebelumnya.

MULAILAH BERBISNIS KETIKA KARIR ANDA MENTOK

Bagi Anda wanita karir, Anda sendirilah yang bisa menilai pada titik mana karir Anda mentok. Biasanya, karir terkait erat dengan kualifikasi pendidikan dan kompetensi. Kalau Anda merasa jabatan yang Anda pegang sekarang adalah jenjang tertinggi sudah saatnya Anda mempertimbangkan untuk memulai bisnis di rumah. Sebelum Anda memutuskan untuk meninggalkan karir Anda, manfaatkanlah untuk membina jaringan. Siapa tahu jaringan ini akan sangat bermanfaat ketika Anda memulai bisnis.


KENALILAH POTENSI DIRI ANDA DAN OPTIMALKAN

Andalah yang paling tahu potensi diri sendiri. Mulailah untuk mengoptimalkan potensi diri Anda yang dikaitkan dengan jenis bisnis yang akan digeluti. Misalnya Anda seorang sekretaris yang memiliki kemampuan menjahit tetapi selama ini terabaikan karena rutinitas pekerjaan kantor, sebaiknya Anda memulai lagi mengasah kemampuan menjahit dan mulai melihat-lihat tren mode. Ini akan menjadi data base ketika Anda benar-benar terjun menjadi pebisnis rumah tangga yang memproduksi busana.


MINTALAH IZIN KEPADA SUAMI

Mungkin ini kelihatannya sepele. Tetapi jangan diremehkan. Menjalankan bisnis tidak selalu berjalan mulus. Tanpa seizin atau ridho suami alih-alih bisa sukses berbisnis justru di kemudian hari—ketika kendala menghadang—bisa menjadi sumber pertengkaran. Dengan adanya izin suami besar kemungkinan suami akan ikut mencari solusinya ketika bisnis menumbuk masalah.


MANFAATKAN TEKNOLOGI

Berbisnis dari rumah jelas memiliki keterbatasan dibandingkan kalau kita berbisnis dari kantor di pusat bisnis. Untuk menutupi kelemahan itu, Anda harus memaksimalkan teknologi, terutama teknologi komunikasi. Anda bisa menggunakan telepon untuk menghubungi teman-teman lama yang potensial menjadi pelanggan. Anda juga bisa memanfaatkan teknologi internet sehingga produk Anda bisa diakses dari mana pun, bahkan tak terhalang oleh batasan wilayah negara.


DISIPLIN KEUANGAN

Salah satu kendala yang menggoda adalah masalah keuangan. Jangan pernah mencampuradukkan uang bisnis dengan uang belanja keluarga. Kalaupun terpaksa mengambil uang belanja untuk bisnis harus diperlakukan sebagai utang, demikian juga sebaliknya. Ini sebagai cara untuk memonitor apakah bisnis tersebut menguntungkan atau tidak. Sekalipun untung kalau hasil bisnis terlalu banyak dilarikan ke pos belanja keluarga, perkembangan bisnis akan seret karena untuk ekspansi usaha dibutuhkan modal yang lebih besar.


BANYAKLAH BERAMAL

Sepintas anjuran ini kelihatan tidak ada relevansinya dengan bisnis. Tetapi dari beberapa pengusaha sukses yang pernah kita jumpai adalah orang-orang yang suka beramal. Bahkan di Amerika Serikat CEO-CEO dari perusahaan berkinerja terbaik adalah pribadi-pribadi yang suka beramal. [sukatna/pengusaha]

Kencur, Pasarnya Terbuka Lebar

Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan salah satu jenis empon-empon atau tanam-an obat. Tanaman mungil yang tergolong suku temu-temuan (Zingiberaceae) ini, juga termasuk komoditas yang memiliki prospek pasar sangat baik. Sebab, ia termasuk bahan baku penting dalam industri negeri ini, seperti obat tradisional, kosmetika, obat herbal terstandar, saus rokok, bumbu, bahan makanan, dan minuman penyegar. Bahkan, dalam industri jamu, kencur (jahe, kunyit, dan temulawak) diibaratkan sebagai nasinya.

Kelebihan kencur bukan cuma sampai di situ. Ia juga pandai menabung. Misalnya, ketika akan dipanen (10 bulan setelah benihnya ditanam, red.), ternyata harganya sedang jatuh, maka ia tidak perlu dipanen dan tetap dibiarkan di dalam tanah hingga berumur tiga tahun. Kondisi ini tidak akan mengurangi manfaatnya, bahkan jumlah produksinya akan bertambah banyak.

Sebab, dari satu rimpang (batang di dalam tanah yang membesar, red.) kencur akan tumbuh rimpang berikutnya di atas rimpang sebelumnya dengan bentuk yang lebih kecil, setiap tahun. Dengan bertambahnya umur, patinya pun akan semakin tinggi tapi ia tidak dapat dijadikan bibit, karena kualitasnya sudah menurun. Selain itu, dalam kondisi basah, kencur yang dipanen saat berumur lebih dari 10 bulan dapat disimpan dalam gudang selama 3–4 bulan. Sedangkan dalam kondisi kering, dapat disimpan di gudang selama 3–4 tahun dengan kegunaan yang sama dengan kencur segar. Bahkan, harganya jauh lebih mahal, meski bentuknya menyusut, kadar airnya berkurang, dan baunya berubah.

Namun, produktivitas tanaman yang memiliki bau khas ini di tiga provinsi produsen utama yaitu Jawa Barat (Bogor, Bekasi, Sumedang, Sukabumi, Subang), Jawa Tengah (Boyolali, Karanganyar), dan Jawa Timur (Madiun, Malang, Ponorogo, Pacitan), masih sangat rendah, cuma 6,1 ton/ha. “Kemungkinan hal ini terjadi karena gagal panen, gangguan musim, atau petani kencur beralih ke komoditas lain ketika harga sedang jatuh, dan adanya permainan pasar. Di sisi lain, petani tanaman obat pada umumnya hanya memiliki lahan seluas pekarangan dan kencur sekadar ta-naman sisipan (tumpangsari), sehingga produksinya ya cuma segitu. Selain itu, sejauh ini, mereka masih menanam kencur dengan cara tradisional,” kata Otih Rostiana, Peneliti Madya Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatropika (Balittro), yang bermarkas di Bogor.

Menurut sebuah majalah, untuk memenuhi kebutuhan kencur Indonesia masih harus mengimpor dari Cina, Malaysia, dan Thailand yang mutunya kurang memenuhi standar industri besar tanah air. Tapi, Otih melanjutkan, kebenaran berita ini masih diragukan, sebab tidak pernah ada data yang menjelaskan tentang itu. Untuk mengatasi kondisi ini, Balittro berupaya mengubah pola tanam dari tradisional menjadi menurut Standar Operasional Prosedur (SOP).

“Kencur yang ditanam secara tradisional berarti menggunakan bibit asal-asalan, sehingga kencur yang dihasilkan tidak seragam. Juga memakai pupuk seadanya atau pupuk kandang (pukan) dengan takaran sekenanya. Dengan cara semacam ini, sentra produksi kencur rata-rata hanya mampu menghasilkan 6–8 ton/ha. Sebaliknya, kencur yang ditanam mengikuti SOP berarti menggunakan bibit terpilih, cara berbudidaya dan cara pengolahan yang lebih baik sehingga terjadi peningkatan minimal sebesar 30%,” ujar perempuan bergelar doktor itu.

Bibit terpilih yang dimaksud adalah varietas unggul kencur yang dinamai Galesia (Galanga Indonesia) 1, Galesia 2, dan Galesia 3. Sekadar informasi, kencur dalam Bahasa Inggris adalah Indian Galanga. Dengan Galesia ini terjadi peningkatan produksi hingga mencapai lebih dari 10 ton/ha. Bahkan, Galesia 1 yang menggunakan pukan, mampu menghasilkan 16 ton/ha. Di samping itu, Galesia yang memiliki asal muasal yang jelas, diharapkan nantinya dapat diekspor karena telah memenuhi Good Agricultural Practice atau standar internasional untuk ekspor tanaman obat.

“Galesia 1, Galesia 2, dan Galesia 3 dibedakan dari bentuk rimpangnya. Bentuk rimpang Galesia 1 lebih besar dan mampu berproduksi lebih banyak daripada Galesia 2 dan Galesia 3. Sedangkan Galesia 2 dan Galesia 3 memiliki kandungan minyak atsiri lebih tinggi dan relatif lebih mudah beradaptasi di daerah baru diban-dingkan Galesia 1. Selain itu, Galesia 1 cenderung lebih baik digunakan untuk minuman kesehatan, sedangkan Galesia 2 dan Galesia 3 untuk jamu dan kosmetika,” jelasnya.

Di samping itu, ketiganya rentan terhadap penyakit bakteri layu. “Sejauh ini, kami belum dapat mengantisipasinya, sebab belum ada kerabatnya. Sekadar informasi, untuk menciptakan varietas unggul yang tahan penyakit, varietas tersebut harus dikawinkan dengan varietas lain atau kerabatnya yang tahan penyakit. Yang bisa kami rekomendasikan yaitu pertama, ja-ngan membeli bibit yang sudah berbentuk rimpang atau sudah dipanen, tapi belilah yang masih di dalam tanah. Kalau terpaksa membeli yang sudah dipanen, seleksilah satu persatu dengan cara dibaui atau dipatahkan. Kedua, jangan menggunakan lahan yang bekas dipakai menanam temu-temuan, terutama yang ada penyakitnya. Karena, bakteri layu ini mudah menular. Bila kedua hal ini sudah dilakukan tapi kencur tetap terkena bakteri layu, cepat cabut dan bakar atau semprot dengan bakterisida,” ujarnya.

Bakteri layu ini juga menyebabkan gagal panen. Sebab itu, lahan hanya diperbolehkan dua kali ditanami kencur dan temu-temuan lain. Setelah itu, harus diistirahatkan atau dirotasi de-ngan tanaman lain selama 2–3 tahun, untuk mematikan penyakit tersebut. [russanti lubis/pengusaha]

Kap Lampu, Bermodal Rp 15 Ribu Kini beraset Rp 1,5 Miliar

Pasar kap lampu unik masih terbuka luas. Padahal bahan bakunya murah dan mudah didapat sehingga untungnya berlipat-lipat.

Banyak benda di sekitar kita yang semula wujudnya sederhana tak terlalu bernilai ekonomis bisa dijadikan barang komoditi yang laku jual di pasaran dengan harga berlipat-lipat ganda. So keuntungannya mungkin bisa di atas 100%. Semua itu tergantung dari kemampuan kita mengembangkan imajinasi atau daya kreatif pada saat mengolahnya.

Pasir, mika, enceng gondok, keramik, kayu, dan bahan-bahan natural lain di tangan yang tepat seperti Eko Widagdo, hasilnya berupa produk kap lampu yang sangat laku hingga ke manca negara. Mika dibuat berbentuk kap lampu, dilem, lalu ditempeli pasir putih hingga jadilah sebuah kap lampu unik dan menarik.

Itu hanya contoh salah satu produk kap lampu dari bahan sederhana hasil kreatifitas jebolan Fakultas Hukum UGM itu. Ada produk yang terbuat dari kulit kayu, akar kayu, serbuk batu paras, kain, atau enceng gondok. Bahan untuk dudukan lampu juga beragam, misalnya gerabah, kayu mahoni, keramik dan sebagainya. “Bahan baku relatif murah dan bisa mudah didapatkan,” ujarnya.

Usaha pembuatan kap lampu dirintis Eko sejak 1993. Ia mengaku waktu itu menjadi perajin disebabkan kepepet keadaan karena ia merasa kesempatan kerja yang ada semakin sempit. “Saya tidak terlalu idealis harus mengikuti rel akademik yang saya pelajari di bangku kuliah, namun sebaliknya dengan itu membuka wawasan untuk berkarya,” tandasnya.


Sebuah pilihan yang disyukuri apalagi setelah kini menjadi pengusaha sukses. Eko terlahir sebagai anak petani di Ponorogo, namun ayahnya memiliki jiwa seni yang diturunkan kepadanya. Sedangkan jiwa dagang terasah karena ia bersekolah sambil bekerja di toko, membantu usaha milik keluarga dekatnya. Sebagai piatu sejak usia 6 tahun ia pernah dititipkan pada keluarga dekatnya itu. Dikatakannya, modal awal usahanya hanya Rp 15 ribu, yaitu untuk membeli kramik dan plastik. Berkat ketekunan dan kecintaan untuk mengembangkan produk sekarang aset dan modal telah mencapai Rp 1,5 miliar. Ia juga telah memiliki galeri sebagai
showroom penjualan di pusat kota Yogyakarta dengan diberi nama Maheswari.

Selain konsumen lokal, Eko juga banyak melayani pembeli dari luar negeri. Produk kap lampu hias biasanya banyak dipakai untuk kamar hotel, apartemen, rumah mewah, maupun taman. Pelanggan tetap adalah hotel berbintang di Indonesia serta beberapa rekanan yang bergerak di bidang interior furniture. Pasaran lokal kebanyakan adalah Bali, Surabaya, dan Jakarta. Sedangkan pasaran luar negeri sebagian besar Italia, Spanyol, Amerika, dan beberapa negara lain di Eropa dan Asia. “Pasar kami kebanyakan untuk buyer luar negeri. Mereka datang dan mengurus pengirimannya sendiri, saya tinggal buat barang seperti pesanan. Sistem pembayarannya langsung,” ungkapnya.

Untuk produksi saat ini Eko dibantu oleh 16 orang karyawan tetap dan dengan kapasitas produksi 1000 pcs sebulan dengan satu buah model, beromset rata-rata Rp 75 juta. Sistemnya, pembelian bahan baku diolah sendiri dengan cara manual, dibuat sesuai dengan ukuran standar atau yang sesuai pesanan. Beberapa proses juga mempergunakan peralatan mesin untuk membantu mempercepat proses produksi. Harga jual tergantung ukuran mulai dari harga Rp 50 ribu per unit dan seterusnya, tergantung bahan yang akan digunakan.

Karena tidak mengutamakan produk secara massal, Eko bisa membuatkan kap lampu sesuai permintaan pelanggan. Dan hal ini menjadi keunggulan dari produk milik suami Risna Isvantiani ini. Dengan kata lain, pembeli individu bisa menentukan design yang diinginkan.

Di samping itu ia juga terus mengembangkan model sampai ratusan jumlahnya sebagai pilihan. “Desain tersebut idenya mengalir begitu saja,” ucapnya. Ia juga banyak memperoleh referensi dari internet, majalah serta masukan dari istri dan teman-temannya.

“Desain kami cukup beragam, selain asli juga progresif, namun juga fleksibel karena sifatnya merupakan produk hand made, jadi bebas menentukan sesuai dengan permintaan,” tandasnya pula.

Strategi pemasaran dilakukannya dengan above atau pun below the line. Pada awalnya, ia ikut pameran produk dan penyebaran brosur kepada segmen yang menjadi targetnya, seperti hotel, designer, serta buyer, hingga menyediakan situs official di internet.

Keindahan tata ruang salah satu faktornya ditentukan oleh pencahayaan, termasuk keberadaan kap-kap lampu hias dari bahan alami namun berkesan eksotik. Terbukti konsumen dari luar negeri, khususnya dari Eropa sangat menyukainya. “Peluang pasar menurut saya masih sangat bagus asal kita berani membuat terobosan-terobosan atau inovasi,” ujarnya yakin.

Maka untuk pengembangan usaha, khususnya pemasaran ia bermaksud menjalin kerja sama dalam pembukaan outlet-outlet atau cabang baru di luar kota. “Rencananya kami ingin mengajak para investor untuk bisa membantu kami dalam hal pemasaran di mana pun berada dengan membuka outlet, showroom, dan sebagainya,” jelasnya. “Bentuk kerja sama mungkin bisa dengan bagi hasil ataupun dengan kesepakatan yang menguntungkan semua pihak,” tambahnya. Sebuah peluang baru yang layak dipertimbangkan, barangkali ada yang tertarik? [wiyono/pengusaha]

K-24, Berprestasi Karena Reputasi

Track record bukan hanya ampuh untuk menjejaki karir di dunia politik, tetapi juga merupakan salah satu kunci sukses dalam mengembangkan bisnis.

Salah satu nasehat yang diajarkan sejak dini dalam kultur kebudayaan Jawa adalah “goleko jeneng dhisik sawise kuwi lagi jenang (ukirlah prestasi atau reputasi terlebih dahaulu barulah materi akan mengikuti.”

Sepintas nasehat itu hanya bisa hidup di dunia moral, bukan dunia bisnis. Tetapi bagi Gideon
Hartono, pendiri Apotek Jaringan K-24, nasehat yang dituturkan ulang dari generasi ke generasi berikutnya itu benar adanya. “Reputasi pribadi itu penting di dalam mengembangkan bisnis,” tegasnya.

“Setidaknya demikian pengalaman pribadi saya dalam mengelola usaha,” Gideon menuturkan, salah satu calon franchisee-nya adalah adik teman sekelasnya sewaktu di SMA Collese De Britto, Jogjakarta. Begitu mengetahui, sang kakak langsung memberikan dukungan rekomendasi, karena dia tahu persis tentang reputasi Gideon di sekolah dulu. Ternyata yang bergabung bukan hanya adik teman sekelasnya dulu, teman-teman mereka pun juga ikut bergabung.

“Akhirnya empat orang bergabung dengan kami,” ungkap Gideon. Pak Gid, demikian para karyawannya menyapa, menegaskan justru track record inilah yang banyak membantunya dalam mengembangkan Apotek Jaringan K-24. Banyak franchisee yang justru bertindak sebagai marketer dengan cara memberikan rekomendasi kepada calon franchisee yang ingin bergabung. Istilahnya getok tular atau dalam ilmu marketing disebut word of mouth atau efek buah bibir.

“Tetapi selain itu, kami juga menggunakan media untuk menyebarluaskan informasi,” imbuh pria yang menggondol predikat juara ketika sekolah di Collese De Britto ini. Strategi lainnya adalah tidak menjadikan bisnis sebagai bisnis an sich, tetapi bisnis juga bisa dijadikan ladang kehidupan sosial.

“Benar memang bisnis itu mencari untung. Tetapi dalam hidup ada nilai-nilai keutamaan yang dikejar, di antaranya nilai ingin memberikan sesuatu kepada sesama,” tuturnya.

Ternyata nilai-nilai yang dijadikan fondasi perusahaan ini tak bertepuk sebelah tangan. Bahkan salah satu franchisee-nya yang akan buka di BSD mengungkapkan kepada Gideon,”saya tidak untung tidak apa-apa asalkan bisnis ini bisa memberikan lapangan pekerjaan dan bisa membuat kehidupan karyawan jadi lebih baik.”Sentuhan-sentuhan nilai inilah, imbuh Gideon, yang justru membuat Apotek Jaringan K-24 cepat berkembang. “Layanilah para franchisee dengan hati yang ikhlas dan tulus,” itulah yang selalu diwanti-wanti Gideon kepada para stafnya.

Dengan strategi ini Apotek Jaringan K-24 tumbuh dengan pesat. Bahkan dalam satu kesempatan K-24 pernah membuka 7 outlet secara bersamaan di tiga kota, sehingga dicatat di Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI). Bahkan dalam waktu dekat ini, belasan
outlet akan dibuka secara bersamaan oleh Apotek Jaringan K-24, dan menggenapi 26 outlet yang kini dimiliki apotek yang berkantor pusat di Jogjakarta ini. [sukatna/pengusaha]

JWS, Sekolah Untuk Para Penulis

Ketrampilan menulis sudah diajarkan sejak dini. Tetapi tidak ada jaminan mereka akan ‘jago’ menulis kelak di kemudian hari. Peluang inilah yang digarap Jogja Writing School (JWS).

Pada kebanyakan kultur di Indonesia, budaya lesan jauh lebih kental dibandingkan budaya tulis. Itu sebabnya, meski ketrampilan menulis telah diajarkan sejak TK kepiawian tersebut tak terlalu berkembang secara optimal. Kemampuan menulis rata-rata orang Indonesia tidak sebanding dengan kemampuan orasinya. Bahkan untuk profesi-profesi tertentu, seperti wartawan dan penulis, kemampuan yang telah diajarkan sejak dini ini tak banyak membantu. Biasanya, untuk mengasah ketampilan menulis tersebut orang harus mengambil sekolah atau kursus khusus. Inilah yang melatarbelakangi lahirnya LPK Kepenulisan Jogja Writing School, disingkat JWS.

Adalah Dendi Riswandi yang berinisiatif mendirikan lembaga ini pada 2 Juli 2005. Begitu banyaknya animo anak-anak sekolah lembaga yang awalnya didirikan di Jalan Godean KM 5 Gang Sriti No 4C Demakijo, Yogyakarta ini telah memiliki cabang di Serang dan Wonosobo.


“JWS bukan hanya melaksanakan misi bisnis saja tetapi juga bergerak pada misi sosial seperti melaksanakan kegiatan pelatihan kepenulisan di panti asuhan,” ujar Dendi Riswandi bapak yang sedang menunggu kelahiran anak pertamanya ini seraya menyebutkan pihaknya mengajarkan ketrampilan penulisan untuk fiksi dan non-fiksi.
Menurutnya sudah banyak anak didiknya yang mampu menulis dan menembus media lokal. Bahkan salah satu anak didiknya yang masih kelas 2 SMP sudah mampu menulis sebuah novel dan beberapa cerpen. “Namanya Ratri,” ungkap Dendi tak bisa menyembunyikan rasa bangganya.

Di JWS, sebut Dendi, ada beberapa program yang ditawarkan di antaranya Program Reguler (23 sesi), Program Smart Writing for Kids (8 sesi) tingkat SD/MI, Program Paket (Jurnalistik, Artikel, Novel Cerpen) (8 sesi), Program Privat (Jurnalistik, Artikel, Novel Cerpen) (4 sesi), Program Penulisan Skenario, Program Penulisan Biografi, Program Penulisan Buletin (Mading), Program Training for Teacher, Program Penulisan Cerita Bergambar, dan beberapa program lainnya yang akan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. “Pesertanya para mahasiswa ( pelajar), praktisi/professional, guru, pengusaha, ibu rumah tangga dan masyarakat umum,” terangnya.

Menurut Dendi, sistem pengajarannya diramu dengan metode training dan metode budaya ngobrol santai. Sistem ini diharapkan agar peserta didik senang dan tidak merasa dibebani untuk berkarya. Untuk mendapatkan hasil maksimal Dendi mengambil tentor dari para penulis dan wartawan yang pandai mengajar dan memotivasi serta memiliki komitmen kepedulian terhadap pendidikan. Melihat animo masyarakat Dendi membuka peluang kerjasama dengan pihak-pihak yang memiliki komitmen untuk memajukan dunia pendidikan, khususnya dunia kepenulisan. “Rencananya kami ingin menambah cabang-cabang di daerah dengan menganut pola franchise,” ungkapnya.

“Dengan modal Rp 25 juta sampai Rp 30 juta bisnis ini sudah bisa berjalan,” ujarnya. Pelan tapi pasti, Dendi yakin ke depan lembaganya akan terus berkembang. Namun ia tidak mematok target karena semuanya akan ia jalani secara mengalir. Yang jelas, prospek pendidikan kepenulisan masih cerah. [sukatna/pengusaha]

Asumsi Perhitungan Pendapatan per tahun dengan Target per-angkatan

Modal Awal

Sewa tempat (2 tahun)
Peralatan Promosi Awal
Franchise Fee (paket A)

Rp. 15.000.000,-
Rp. 15.000.000,-
Rp. 13.000.000,-

Total

Rp. 43.000.000,-

Biaya Operasional

Gaji pegawai 3 orang/bulan
Listrik, air dan telepon
Administrasi dan transportasi
komunikasi
Total Biaya : Rp. 5.000.000,- x 12 bln

Rp. 1.800.000,-
Rp. 1.800.000,-
Rp. 600.000,-
Rp. 800.000,-
Rp. 60.000.000,-

Penjualan Besih per tahun

Rp. 73.320.000,-

Uang pendaftaran : 456 x Rp. 25.000,-

Rp. 11.400.000,-

Total Pendapatan

Rp. 84.720.000,-

Laba Bersih (Pendapatan dikurang Biaya)

Rp. 24.720.000,-

Perkiraan BEP = Rp. 43.000.000,-/Rp. 24.720.000,- = 1,8 artinya 1 tahun 8 bulan

Penjelasan Target Perhitungan Pendapatan

Program Reguler
Kelas Pelajar & Mahasiswa
Rp. 400.000,- x 8 orang x 6 angkatan
Kelas Guru dan Umum
Rp. 425.000,- x 8 orang x 6 angkatan
Total Biaya Tentor
Omzet Netto



Rp. 19.200.000,-

Rp. 20.400.000,-
(Rp. 10.920.000,-)
Rp. 28.680.000,-

Program Smart Writing for Kids
Kelas SD/MI :
Rp. 300.000,- x 5 orang x 4 angkatan
Total Biaya Tentor
Omzet Netto



Rp. 6.000.000,-
(Rp. 1.120.000,-)
Rp. 4.880.000,-

Program Paket Artikel
Kelas : Rp. 120.000,- x 10 orang x 7 angkatan
Total Biaya Tentor
Omzet Netto


Rp. 8.400.000,-
(Rp. 1.960.000,-)
Rp. 6.440.000,-

Program Paket Novel & Cerpen
Kelas : Rp. 120.000,- x 10 orang x 7 angkatan
Total Biaya Tentor
Omzet Netto


Rp. 8.400.000,-
(Rp. 1.960.000,-)
Rp. 6.440.000,-

Program Paket Jurnalistik
Kelas : Rp. 120.000,- x 10 orang x 7 angkatan
Total Biaya Tentor
Omzet Netto


Rp. 8.400.000,-
(Rp. 1.960.000,-)
Rp. 6.440.000,-

Program Penulisan Skenario Film, Drama dan Radio
Kelas : Rp. 400.000,- x 5 orang x 8 angkatan
Total Biaya Tentor
Omzet Netto


Rp. 16.000.000,-
(Rp. 5.000.000,-)
Rp. 11.000.000,-

Program Penulisan Biografi
Kelas : Rp. 400.000,- x 5 orang x 8 angkatan
Total Biaya Tentor
Omzet Netto


Rp. 8.400.000,-
(Rp. 1.960.000,-)
Rp. 6.440.000,-

Program Smart Writing for Public Relations
Kelas : Rp. 300.000,- x 5 orang x 4 angkatan
Total Biaya Tentor
Omzet Netto


Rp. 6.000.000,-
(Rp. 3.000.000,-)
Rp. 3.000.000,-

Firman Tjandra, Jajal Pasar Dengan Produk Mesin Lokal

Dengan kreatifitas dan inovasinya Tjandra berhasil membuat mesin lokal dari A-Z. Kualitasnya tak kalah dengan produk impor.


Firman Tjandra mengaku sudah terlalu tua untuk tetap bergelut di bisnis IT sehingga lulusan Fakultas Teknik Universitas Atmajaya tahun 1975 ini memutuskan beralih ke habitat semula, menjadi pengembang mesin lokal. Kini PT Canadera yang ia rintis sejak sekitar lima tahun silam itu dikenal sebagai
manufacturing bermacam-macam mesin peralatan yang diperuntukkan di bidang pertanian, industri pengolah makanan serta beberapa peralatan laboratorium.

Mesin-mesin bidang pertanian dan pengolah makanan hasil kreasinya antara lain berupa pemipil jagung, pengering jagung, pemipih emping jagung, mesin perajang bawang, singkong, pisang atau lainnya, serta perajang tembakau. Ada pula jenis vacuum frying untuk membuat aneka keripik buah, peniris sentrifugal bagi segala macam hasil gorengan, mesin destilator minyak atsiri, bunga atau air suling, liquid smoke atau mesin pembuat asap cair, mesin penghasil tepung jagung, beras, pemipih emping melinjo, pembersih sabut kelapa, pencacah sampah organik, pencacah plastik, screw press atau mesin pemeras dengan sistem ulir, serta puluhan lagi jenis mesin-mesin yang di desain untuk keperluan industri.

Sedangkan contoh alat untuk keperluan laboratorium buatan Tjandra di antaranya membuat lemari asam, lemari steril, maupun shaker incubator. Lemari asam, misalnya, digunakan sebagai tempat saat akan memulai sebuah reaksi kimia yang menimbulkan gas-gas berbahaya. Rahasia alat ini adalah pintu yang dibuat model naik-turun. Secara sederhana di dalamnya disertai bandul pemberat untuk penyeimbang agar pintu terasa ringan ketika hendak dibuka-tutup. Sementara uap atau gas beracun segera dinetralisir dan disedot keluar sehingga aman bagi manusia dan lingkungan.

Tjandra menyebutkan, latar-belakang usahanya itu adalah ingin menyediakan produk lokal di pasaran yang memanfaatkan teknologi tepat guna dengan harga yang pasti jauh lebih murah dari pada produk impor. Chopper atau mixer adonan kue impor memang banyak dijual di toko-toko namun dengan harga lebih mahal. Sementara hasil rakitannya tidak kalah dalam soal kualitas dan konsumen memperoleh barang dengan selisih harga 30%-50% lebih rendah. “Atau kalau terdapat alat yang unik dari luar negeri atau susah diperolehnya maka dapat kami buatkan sesuai contoh,” tambahnya.

Mantan pegawai selama 20 tahun di bidang IT ini memiliki keyakinan semua jenis alat bisa dibuat karena pada prinsipnya tinggal merangkai-rangkai berbagai sistem kerja berdasarkan logika dan ilmu fisika. Sebuah mesin sederhana misalnya mesin pencabut bulu ayam. Prinsip kerjanya, setelah ayam disembelih dan dicelupkan ke dalam air panas 80% C lalu dimasukkan ke dalam mesin pencabut bulu. Bentuknya berupa tabung yang dapat diputar dan di dalamnya terdapat karet-karet. “Sehingga saat dijalankan, karetnya seolah-olah memukul-mukul ayam mengakibatkan bulu-bulunya terlepas,” jelasnya.

Dari peralatan sederhana seperti itu seterusnya dikembangkan hingga yang memiliki konsep lebih rumit, yakni mesin-mesin yang diperuntukkan bagi industri besar. Maka di samping mengerjakan desainnya sendirian ia juga mengandalkan tim untuk saling berkonsultasi terutama pada waktu mengerjakan jenis mesin baru.
Tjandra memiliki dua buah
workshop dengan 30 orang teknisi di Bandung dan Jogjakarta. Dikatakan, rata-rata sebuah mesin ukuran sedang dikerjakan oleh 3 orang selama 2 minggu. Sehingga rata-rata dalam sebulan dapat menggarap 10 buah mesin. Omset tidak dapat ditentukan secara pasti karena nilai jual masing-masing sangat bervariasi mulai dari Rp 2 juta, Rp 3 juta hingga ratusan juta.

Meskipun sudah berjalan kurang lebih sejak lima tahun silam, tetapi Tjandra mengaku baru fokus ke pemasaran setahun belakangan. Biasanya konsumen selama ini mengenal jasa ini hanya lewat mulut ke mulut. Walau begitu, dikatakan, selain mencakup daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat, permintaan datang dari berbagai daerah yang lain mulai Aceh sampai Papua dan bahkan luar negeri.


Lebih lanjut, bapak satu putra ini mengatakan pasar yang dibidik mencakup semua kalangan karena
costumer sangat beragam, petani kecil, industri rumahan, sampai dengan industri besar. Disebutkan, untuk para petani ia telah merancang semacam alat untuk menanam biji kacang. Maka begitu dimasukkan ke dalam tanah sudah bercampur dengan pupuk dan lain-lain. Demikian pula alat pengulit kacang tanah, kacang kedelai dan sebagainya.

Sementara di bidang industri yang saat ini sedang populer seperti misalnya mesin pembuat VCO dengan sistem sentrifugal atau tanpa melalui proses fermentasi, pembuat biodiesel, serta pembuat asap cair untuk mengolah batok kelapa maupun limbah kelapa sawit menjadi produk asap cair menjadi bahan pengawet makanan. “Jadi siapa saja yang memerlukan bisa datang. Kita punya produk-produk untuk membantu para petani dan semua orang dari pada mereka membeli produk impor,” ujarnya.

Tjandra mengaku sengaja tidak melakukan stok alias berproduksi berdasarkan pesanan saja. Setiap pesanan tidak dibatasi oleh minimum order tetapi ia mensyaratkan uang muka paling tidak 50%. Karena bila perlu, untuk jaminan, pesanan yang memiliki resiko batal tinggi maka persekotnya juga harus lebih besar. “Sebab peralatan yang besar-besar dengan harga ratusan juta, misalkan tidak jadi dibeli terus mau dibuang ke mana?” ia berkilah. “Tetapi untungnya itu tidak pernah terjadi,” imbuhnya segera.

Sedangkan mengenai kendala yang dialami, saat ini semakin banyak pemain yang menyediakan jasa serupa sehingga menyebabkan sering terjadi persaingan harga. Tetapi ia menyatakan lebih memilih menjaga kualitas, seperti selalu mengembangkan inovasi yang menyediakan berbagai kemudahan dan tetap memakai bahan logam dari baja. “Biar lebih murah, besi tidak awet, lebih mudah karatan, sehingga perawatannya juga lebih susah,” kilahnya.

Langkah berikutnya, ia berencana mengembangkan produk terutama peralatan yang berukuran lebih besar berupa mesin-mesin industri yang berproduksi secara kontinyu semisal pengolah kopra menjadi CPO, termasuk beberapa mesin peralatan untuk industri kimia. Ia yakin asalkan mampu membuat produk-produk inovatif, berkualitas, dan harga bersaing, mesin lokal buatannya bakal tetap diminati. [wiyono/pengusaha]

Dyah Pradipta, Memburu Bayi ke Rumah Sakit Bersalin

Kenangan di masa bayi tentu sangatlah indah. Sayangnya tak banyak yang mengabadikan masa-masa emas tersebut. Dyah berinovasi mengabadikan melalui scrapbook.

Semua orang pasti setuju tingkah-polah anak semasa bayi selalu tampak lucu menggemaskan. Tidak jarang orang tua yang telaten ingin berusaha mengabadikan saat-saat indah bersama si buah hati dalam bentuk foto dan menyimpannya sebagai album kenangan. Sayangnya tidak banyak yang mempunyai cukup waktu luang merawat atau menjadikan kumpulan foto tersebut menjadi lebih menarik dan mengesankan.

Di luar negeri telah lama berkembang seni menata foto dengan hiasan-hiasan serta memorabilia atau kalimat-kalimat yang dapat lebih menguatkan kesan atau dikenal dengan istilah scrapbook. Hiasannya menggunakan berbagai kertas, sticker, serta hiasan lain agar tampak lebih indah dan menarik. Malahan bahan-bahan kertas serta hiasannya sengaja dipilih dari bahan berjenis khusus bebas asam agar foto-foto tidak lekas memudar atau menjadi kuning.


Ini tujuannya tidak lain supaya menjadi dokumentasi jangka panjang dan bisa diwariskan turun-temurun. Maka tidaklah heran di luar negeri-- seperti penuturan Dyah Pradipta Ningtyas yang kurang lebih dua tahun menggeluti secara serius usaha ini-- setiap tahun keluar katalog berbagai kertas dan
sticker scrapbook berdasarkan seri-seri tertentu.

“Orang kita sebenarnya punya kecenderungan menyukai foto. Cuma setelah ditaruh di album, ditumpuk begitu saja sampai debuan, tidak pernah dibuka,” ujar Dyah. Untuk itu ia berusaha menyadarkan masyarakat agar lebih menghargai benda kenangan itu. Dengan membuatnya lebih menarik pasti orang juga selalu tertarik melihat-lihat.

“Karena ada cerita yang bisa dibaca, kesannya lebih dalam,” imbuhnya.


Usaha yang terbilang baru dan unik tersebut sejatinya berawal dari kegemarannya membuat kliping mengenai berbagai artikel yang menarik. Hobi mengkliping tulisan akhirnya beralih ketika anaknya lahir dengan mengumpulkan foto-foto ke dalam album lalu ditambahkannya hiasan dan cerita yang berkaitan dengan tumbuh kembang Athiyya, putrinya.

Di sela-sela kesibukan bekerja sebagai seorang asisten manajer sebuah perusahaan supplier sebuah oil company ternyata ia sempat belajar scrapbook melalui internet. Walaupun dalam praktek awal masih menggunakan kertas seadanya, seperti kertas kado, askuro, album foto buatannya telah dipuji orang dan banyak teman-temannya yang minta dibuatkan.

Setelah melihat peluang, makin lama akhirnya timbul keinginan menekuni usaha secara serius. Maka ia coba-coba membeli bahan, kertas, sticker, pesan melalui internet. “Awalnya tidak sampai 100 dollar dan ternyata dikirim sampai ke alamat,” tuturnya.

Setelah mantap dan merasa cukup modal Dyah bahkan memutuskan keluar dari pekerjaannya. “Tapi setelah dijalankan ternyata tidak semudah yang saya bayangkan,” akunya.

Pertama kali mengurus bisnis apa lagi merupakan jenis yang baru dan masih jarang dikenal orang bukan sesuatu yang mudah. Beberapa kali mengaku sempat kejeblos dan harus jatuh-bangun, ia bahkan pernah bimbang antara meneruskan usaha atau kembali melamar kerja. Kini ia telah banyak belajar dari pengalaman dan mengaku yakin dengan bisnis jasa scrapbook tersebut.

Semula produk yang ditawarkan adalah satu paket album scrapbook besar terdiri sekitar 20 lembar dengan harga Rp 1,5 juta. Selanjutnya Dyah mulai mengembangkan variasi dengan membuat bentuk yang lebih kecil, simple dengan harga lebih murah. Umpamanya scrapbook dalam bentuk pigura sebagai hiasan dinding Rp 375 ribu serta buku akordion yang lembarannya dilipat-lipat seperti akordion Rp 275 ribu. “Frame harganya memang sudah mahal. Bingkainya dibuat 3 dimensi agar foto tidak menempel di kaca sehingga tidak cepat rusak karena panas,” paparnya.

Dengan harga premium, logikanya ia akan mudah mendapatkan pelanggan jika dengan menyebarkan brosur di perumahan-perumahan elit. Ternyata hasilnya tidak seperti itu. Tidak semua orang yang banyak duit lantas peduli akan foto-foto. Demikian pula saat pengalaman ikut dalam pameran kerajinan ia mendapati pengunjung pameran terlalu umum sifatnya. “Ibarat orang mau memancing tetapi tidak jelas targetnya apa,” ujarnya. Maka seterusnya ia lebih merasa cocok langsung fokus membidik paket bayi hingga umur satu tahun dengan mendatangi setiap RS bersalin.


Upayanya tidak sia-sia, sekarang setiap hari ia sibuk mengerjakan pesanan dengan dibantu seorang karyawan. Meskipun tetap berkonsentrasi dengan paket yang diperuntukkan bagi bayi lahir hingga berumur satu tahun namun dalam prakteknya Dyah
flexible dalam menerima permintaan. Scrapbook, menurutnya cukup pantas dijadikan hadiah saat ulang tahun atau pernikahan yang ekslusive, sebagai benda kenangan-kenangan yang diberikan kepada atasan menjelang pensiun, atau bahkan pada saat kematian anggota keluarga dengan dibuatkan foto yang sebagus mungkin.


“Biasanya konsumen lama sekali minta dibikinkan, seterusnya pasti ada saja yang ingin dibikin lagi. Setelah membuat untuk anak pertama, lalu nanti berlanjut ke anak kedua, dan lain-lain,” ungkapnya.

Lama pengerjaan asalkan semua bahan telah siap memakan waktu paling-paling dua hari. Namun pada saat melayani order Dyah juga berlaku luwes. Contoh kasus konsumen minta scrapbook bagi anaknya yang baru tiga bulan, maka ia cukup minta dikirimkan data-data melalui email atau kurir setiap bulan hingga anak itu berusia setahun. Selain foto-foto data-data yang disertakan dapat berupa gambar foto hasil USG saaat masih dalam kandungan, gelang di RS sewaktu kelahiran, potongan tali pusat, guntingan rambut yang pertama, kuku, gigi tanggal, kartu-kartu ucapan, serta lainnya. “Data semakin detil lebih bagus berikut benda-benda memorabilia yang mau dimasukkan.

Sebagai bisnis jasa yang bersifat personal, Dyah otomatis tidak bisa langsung membuat produk massal. Permasalahan lainnya hingga saat ini bahan kertas maupun sticker semuanya masih impor. Paling tidak belum ketemu produk lokal yang cukup bagus. Meskipun sudah populer di luar negeri, tetapi di Indonesia yang mengenal scrapbook masih terbatas.


“Tantangannya adalah saat memperkenalkan produk. Orang yang baru membaca kartu nama saya mengira saya berjualan album atau frame. Sulitnya saya tidak cukup menjelaskan dengan kalimat-kalimat saja, jadi ke mana-mana harus bawa
sample,” tukas sarjana Sastra Bahasa Inggris Universitas Diponegoro itu. Dan bila semua sudah diatasi, karena tergolong karya seni maka tinggal bagaimana caranya menjaga ide kreatif jangan sampai macet.

Beberapa Langkah Memulai Bisnis Scrapbook:

Peralatan yang dibutuhkan adalah

- Satu set komputer + printer. Lebih bagus lagi bila dilengkapi pula mesin scanner sewaktu-waktu diperlukan.

- Sediakan pula perlengkapan lain seperti gunting, lem, alat tulis dan sebagainya.

- Persediaan bahan. Meskipun jumlahnya tidak perlu berlebihan, pembelian impor biasanya dikenai minimum order. Terdapat beberapa produk lokal sebagai alternatif asalkan lebih selektif.

- Selanjutnya tinggal ide kreatif Anda masing-masing. Sebagi bahan pendukung referensi, baik sediakan juga kumpulan puisi, glosaria, dan lain-lain. [wiyono/pengusaha]

Divine Kids ‘Mendownload’ Rupiah

Dengan kemampuan dan kreatifitasnya mengemas game lokal, David Setiabudi mendulang rupiah demi rupiah.

Hantu pocong, yang sekian lama dipercaya masyarakat Indonesia sebagai salah satu wujud mahluk gaib bereputasi seram, ternyata memiliki identitas baru. Hantu pocong tersebut adalah jelmaan manusia yang semasa hidupnya sering merugikan orang lain. Pocong Koruptor,Pocong Narkoba, Pocong Penjudi, Pocong Anarkhis, dan Pocong Penjahat Perang. Demikian identifikasi model David Setiabudi yang ia tuangkan dalam salah satu computer game buatannya yang terbaru; Misteri Raja Pocong.


Game Misteri Raja Pocong yang diciptakan David adalah salah satu dari 28 computer game ciptaan Divine Kids Associates. David menyebut Divine sebagai “Indonesian Game Factory.” Pabrik game Indonesia, bisa dibilang begitu. Produknya adalah game- game yang dimainkan dengan media komputer. Pada 27 Januari 2005, MURI mencatat Divine Kids sebagai pembuat game pertama di Indonesia.


Game karya Divine Kids cukup unik, karena mengambil karakter dan cerita yang dekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Jenis permainannya didesain dengan pendekatan pendidikan. Game Misteri Raja Pocong memiliki tiga pilihan bahasa Indonesia, Inggris, dan Jawa. Game ini memadukan dua pendekatan; bermain sambil belajar. Seperti yang terdapat dalam game Berhitung Keren Divine Kids, Kuis Kata, Misi besar Edu, game arcade (misi menempuh perjalanan dengan rintangan).

Memang tidak mudah memulai sesuatu yang baru. Awalnya banyak yang menganggap keingingan David membuat game adalah mimpi, karena membuat game dianggap sulit dan tidak akan laku karena kalah bersaing dengan produksi luar negeri. Namun ia cukup yakin bahwa kemauan dan ketekunan akan menghasilkan karya yang tidak kalah dengan buatan Jepang, atau Amerika. Selain itu sebagian besar beranggapan membuat game sangat beresiko rugi karena pasarnya belum jelas apalagi melihat apresiasi masyarakat Indonesia terhadap karya seperti komik, animasi lokal masih sangat kurang.


Tidak jauh meleset. Saat game produksi Divine Kids mulai memiliki kualitas yang bagus, David justru harus “menelan ludah”. Ia mengetahui game buatanya telah banyak berdar di Glodok tanpa sepengetahuannya alias dibajak. “Bagaimana mau dijual, kalau game saya sudah dibajak duluan,” tukas dosen desain grafis ini.

Kondisi yang cukup sulit bagi David adalah saat behadapan dengan para pembajak. Ia kesulitan menukar karyanya menjadi lembaran rupiah apalagi dolar. Hanya sekadar memproduksi dan menjual game adalah hal yang muskil bagi David,.karena orang akan lebih memilih membeli yang bajakan yang tentu saja harganya lebih murah dengan kualitas yang nyaris tidak ada bedanya.

Ketika dalam posisi menginjak akar mimang (buntu), seorang temannya yang bekerja sebagai marketing memberikan nasehat, ”lawan yang kuat jadikanlah seorang kawan.” Akhirnya tercetuslah ide yang bisa menyiasati agar pembajakan justru dapat membawa keuntungan bukan sebaliknya.


Ide itu adalah menawarkan game produksi Divine Kids menjadi media iklan produk. ”Saya meniru konsep TV. Masyarakat gratis menikmati tayangan. Keuntungannya didapat dari menjaring iklan. Jika acaranya bagus maka perusahaan pun tak segan memasang iklannya di TV tersebut,” jelas David yang mempatenkan Divine Kids pada 2004.

Dengan konsep pemasaran game seperti itu David tidak lagi alergi dengan pembajakan, justru ia mempersilahkan game-nya digandakan orang. Bahkan ia menyediakan situs web yang berisi game-game Divine Kids untuk di-download secara gratis. ”Saya persilahkan game saya digandakan orang. Perusahaan yang menyisipkan iklan dalam game saya pun pasti senang karena iklannya menjadi lebih banyak dilihat orang,” tukas David.


Setelah delapan game ia buat, David menebar proposal ke perusahaan–perusahaan khususnya produsen consumer goods untuk merealisasikan idenya itu. Puluhan fax dan surat ia layangkan. ”Selama enam bulan sulit sekali mendapat klien. Setelah bertemu muka dengan klien pertama, saya diberi masukan bahwa fax dan surat sangat tidak efektif untuk mempromosikan game saya. Jika melalui surat kemungkinan dibaca sangat kecil karena pasti banyak proposal yang masuk. Melalui fax, game saya jadi sangat tidak menarik karena sampel gambar yang saya kirim warnanya menjadi buram. Jadi lebih baik mengubungi klien secara langsung dan meminta waktu untuk presentasi,” ujar David menirukan saran kliennya.


Format iklan yang ditawarkan bervariasi. Pemasang iklan bisa memesan logo atau produknya tampil di screen awal, sebagai bagian dari permainan, atau sebagai ending screen.Paling murah David mematok harga Rp 15 juta sampai Rp 30 juta untuk satu game pesanan. Biayanya disesuaikan dengan tingkat kerumitan dan permintaan. Sejak dikomersialkan, kliennya hingga saat ini sudah enam perusahan. Dan kebanyakan memesan lebih dari satu game.

”Mungkin karena game lebih banyak disukai remaja, maka klien yang kami tangani kebanyakan adalah perusahaan consumer goods,” tutur lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain ini.


Menurut David banyak yang bisa digarap selain menjadikan game sebagai alternatif media iklan. Game bisa juga dikemas sebagai bonus gift seperti kerjasama yang sudah ia lakukan dengan media game. Selain itu bisa juga dikemas sebagai permainan yang dilombakan di mall.


Selain computer game, David pun mulai memanfaatkan market pengguna telepon genggam dengan menciptakan game untuk HP . Dua game telah diluncurkan kepasaran untuk HP Nokia adalah Pentung Bambu dan N Garde. Untuk game HP ini ia bekerja sama dengan sebuah provider. Kedepan David berencana dapat dimainkan secara online dengan multy player, merujuk pada permainan Ragnarog yang sudah populer. Untuk memainkan permainan ini, pemain harus membeli voucher terlebih dahulu seperti voucher pulsa pada telepon genggam.

Investasi dalam membuat game, menurut David, sangat murah. Dengan modal satu PC komputer game sudah dapat dibuat. Spesifikasinya pun tidak wah. Pentium 3 dengan memory 2 gigabyte pun sudah cukup. ”Yang penting tekun dan tidak mudah menyerah. Saya selalu mendorong mahasiswa saya untuk membuat game dan ternyata kualitasnya bagus dan kalau sudah mempunyai kemampuan saya sarankan memakai software asli yang harganya memang cukup mahal antara Rp 12 juta sampai Rp 35 juta. Jika sewaktu-waktu go international game Anda tidak digugat,” jelas David yang mempelajari program membuat game secara otodidak.


Saat ini boleh dibilang Divine Kids adalah pemain tunggal developer game di Indonesia. Begitu pun dengan sistem marketing yang ia kembangkan dengan memposisikan diri sebagai media iklan alternatif dari media mainstream yang lebih dulu ada. Meski David tidak menyebut omsetnya, tetapi ia sangat optimistis masih banyak pasar yang bisa digarap. Membuat game bagi David bukan lagi mimpi. Kini ia tinggal ‘mendownlod’ rupiah demi rupiah dari game-nya. [
fitra iskandar/pengusaha]

Di Ambon Manise, Cetak Digital Instanpun Laris Manis

Bukan hanya di kota metropolitan kemajuan teknologi digital menyebar. Di Ambon pun teknologi ini sudah menyentuh kehidupan masyarakat. Ada celah bisnis yang bisa digarap, di antaranya cetak foto digital.

Transisi era digital, ikut mengubah perilaku konsumen dalam mengabadikan moment-moment penting dalam kehidupan kesehariannya. Jika tadinya menggunakan kamera konvensional, kini ramai-ramai beralih ke kamera digital. Begitu juga dengan kehadiran handphone berkamera yang semakin merakyat, dan membuat setiap orang bak fotografer.


Perkembangan tersebut ternyata juga membuka peluang usaha baru di dunia fotografi. Sejumlah
counter cetak digital foto pada media pin, mug, kaos atau keramik, banyak tersebar di pusat-pusat perbelanjaan di Jakarta maupun kota-kota besar lainnya di tanah air. Zairin, lelaki asal Ambon yang mengungsi selama 6 tahun ke Jakarta akibat konflik sosial di Maluku, juga menangkap peluang itu. Lewat I Studio (Image Studio) dia ikut merambah jasa cetak digital instan di Kota Ambon.

Saat hendak memulai, lelaki yang selama di Jakarta bekerja sebagai aktivis LSM ini, sempat ragu-ragu, karena belum punya gambaran market di Ambon, serta karena sedikitnya modal yang dia miliki. Tapi setelah mempelajari bisnis ini di Jakarta dan mempertimbangkan market yang akan dia garap, Zairin lantas bulat tekad berinvestasi di bisnis layanan cetak digital instant tersebut.


“Ide usaha ini awalnya muncul ketika saya bersama keluarga jalan-jalan ke ITC Kuningan Jakarta. Di sana saya tertarik dengan sebuah
counter pencetakan yang banyak didatangi pelanggan. Setelah memperhatikannya lebih jauh, ternyata itu adalah counter cetak digital instan. Sejak itu saya cari informasi perusahaan yang menyediakan mesin dan peralatan cetak digital instant seperti yang digunakan counter itu,” kisah Zairin.

Kini, sebuah ruangan 2 x 3 m pada rumah kontrakannya di kawasan Jalan Raya Galunggung, dipermak lelaki yang pernah mengenyam pendidikan design grafis di Master Web School Jakarta ini, sebagai tempat usahanya. Selain menawarkan cetak foto di kertas foto serta berbagai media lainnya seperti pin, mug, kaos dan keramik, Zairin juga memberikan layanan cetak kartu nama, ID card, kalender, desain grafis dan layout.


“I Studio juga melayani cetak digital di atas kertas
glossy atau matte, namun kami menjadikan pencetakan foto pada media pin, mug, kaos dan keramik sebagai tawaran utama ke pelanggan,” papar Zairin.


Meski begitu, peminat cetak di kertas foto yang datang ke I Studio juga termasuk cukup banyak. Ini terutama karena layanan yang diberikan ke pelanggan dianggap memuaskan hasrat mereka. Misalnya dari sedikit
retouch gratis atau sentuhan digital imaging untuk mempermanis foto. Pelanggan juga bisa langsung melihat proses pengolahan di komputer sampai pencetakannya. Tidak heran ada pelanggan dari studio foto besar yang lantas berpindah ke I Studio.


Ongkos cetak digital yang ditawarkan I Studio cukup terjangkau pelanggan di Ambon. Harga dipatok antara Rp 5.000 sampai Rp 60.000. Yang paling murah adalah cetak foto di wadah pin yang dibanderol Rp 5.000. Sedangkan harga tertinggi adalah biaya cetak di keramik yang dipatok Rp60.000.


“Harga barang yang kami tawarkan sebenarnya sedikit di atas harga Jakarta, namun masih terjangkau pasar di Ambon. Ini terutama karena sebagian besar bahan baku masih harus dipasok dari Jakarta. Misalnya untuk pin, mug dan keramik. Jadi harga tersebut termasuk untuk mensiasati ongkos kirim bahan baku dari Jakarta,” terang Zairin. Suatu peluang bagi Anda di kota lain.

Modal awal Rp 30 juta
Mendapatkan: sebuah computer, sebuah printer foto, sebuah printer untuk transfer gambar/foto, paket mesin press kaos & keramik, paket mesin press mug, paket mesin pin, paket ID card dan stok bahan baku.

Operasional
Sewa tempat dan listrik Rp 1 juta-Rp 1,5 jutaGaji 1 pegawai Rp 1 juta

Analisa keuntungan
Asumsinya terjual 5 lembar cetak foto 4R, 10 pin, 3 kaos, 3 mug total harga = Rp 300 ribu jadi dalam satu bulan 300 x 30 hari = Rp9 juta
Cost produk 50%9 juta – 4,5 juta – 2,5 juta = Rp 2 juta2 juta x 12 bulan = Rp 24 juta [
fitra iskandar/pengusaha]

Desy, Kerja di Rumah Gaji Direktur

Di sela-sela kesibukannya sebagai ibu rumah tangga yang membutuhkan waktu 24 jam, 7 hari seminggu, Desy menjalankan bisnis beromset Rp 50 juta per bulan.

Menyandang gelar sebagai ibu rumah tangga, berarti bukan semata mengurusi anak setiap saat. Sebagaian orang menganggap, fokus pada kebutuhan rumah tangga dan bekerja mencari penghasilan tambahan adalah pilihan yang salah satunya harus dikorbankan. Ternyata tidak. Menjadi wanita pebisnis pun, bisa tanpa harus meninggalkan kewajiban sebagai seorang ibu.


Begitu keyakinan Desy Marwati pemilik usaha distirubtor pulsa elektrik Cikal Mart. Desy yang juga memiliki usaha retail Foodland Shohib, yang menjual berbagai kebutuhan pokok, mengatakan yang terpenting bagi seorang ibu yang ingin menjalankan bisnis adalah bagaimana manajemen waktu dan
stress.


“Keduanya saling beriringan. Saya sangat merasakan bahwa pekerjaan seorang ibu untuk mengurus anak dan keluarga itu memerlukan waktu 24 jam 7 hari seminggu.
No Vacation! Di sinilah pentingnya pembagian waktu dan skala prioritas. Saat anak sedang bermain saya gunakan untuk mengurus bisnis, mencatat stock, keuangan, dan lain-lain. Teknologi juga sangat membantu meringankan pekerjaan rumah tangga, berhubung saya tidak punya pembantu jadi saya sangat mengandalkan teknologi seperti mesin cuci dan vacum cleaner,” terang Desy mengungkapkan pengalamannya.


Rutinitasnya tidak jauh berbeda seperti layaknya ibu-ibu yang membuka usaha warung kelontong di rumah. Setiap pagi ia menyiapkan sarapan, membersihkan rumah, meyiram tanaman, menyuapi dan memandikan anak. Namun jika ada waktu luang, ibu satu anak ini tetap meluangkan waktu. “Saya menyempatkan membaca buku. Untuk menambah pengetahuan saya tentang bisnis saya banyak membaca buku. Terutama yang bertema bisnis dan kisah orang2 sukses. Yaitu kisah sukses google, Selain enak dibaca juga sangat menginspirasi,” ujar lulusan IPB jurusan Ilmu Gijzi dan Sumber Daya Keluarga ini.

Kendala berbisnis dari rumah, menurut Desy, salah satunya adalah terbatasnya daerah pemasaran dan ruang bersosialisasi. Untuk itu Desy memanfaatkan teknologi internet untuk memperluas jaringan. Ia pun masuk ke milist-milist yang terkait bisnis, salah satunya, bundainbiz milist yang merupakan ajang berbagi pengalaman para ibu rumah tangga yang berbisnis.


Selain menjadi anggota milist Desi dibantu suaminya mempromosikan bisnis dari jaringan dunia maya, dengan membuat sebuah blog. Isinya promosi dan informasi mengenai peluang usaha
voucher elektrik Cikal Mart dan artikel-artikel bisnis yang inspiratif. Hasilnya, meski waktunya banyak ia habiskan bersama sang buah hati, Desy mempunyai pelanggan yang tersebar di seluruh Indonesia. Mulai dari wilayah Sumatera seperti Medan, Riau, Lampung, Kalimantan, Balikpapan, Kutai Kertanegara, sampai dengan wilayah Maluku dengan omset Rp50 juta per bulan.


Tips Desy Untuk Pebisnis Ibu Rumah Tangga

- Pertama, berusaha membuka diri, dengan menjalin relasi sebanyak mungkin ini bisa dilakukan dengan bergabung di milist-milist.

- Kedua down to earth, bila ingin merekrut pegawai cari orang dari sekitar tempat tinggal kita sehingga bisnis yang kita geluti dapat bermanfaat juga bagi lingkungan sekitar.

- Ketiga, kejujuran di atas segalanya, jujur dalam berbisnis sehingga pelanggan sepenuhnya percaya.

- Keempat tetap menjaga profesionalitas, sekalipun kita berperan ganda sebagai ibu rumah tangga juga pebisnis tetapi harus dapat membuktikan bahwa kita seorang profesional.

- Kelima, tidak segan untuk belajar. [fitra iskandar/pengusaha]

Entrepreneur Daily

Franchises

E-Business

Sales and Marketing

Starting a Business