Pekerjaan oleh Careerjet

Peluang Usaha dan Bisnis 2008

Wirausaha.com

Tempointeraktif.com - Ekonomi

Dinas Peternakan Jabar

Jumat, 03 Agustus 2007

Dyah Pradipta, Memburu Bayi ke Rumah Sakit Bersalin

Kenangan di masa bayi tentu sangatlah indah. Sayangnya tak banyak yang mengabadikan masa-masa emas tersebut. Dyah berinovasi mengabadikan melalui scrapbook.

Semua orang pasti setuju tingkah-polah anak semasa bayi selalu tampak lucu menggemaskan. Tidak jarang orang tua yang telaten ingin berusaha mengabadikan saat-saat indah bersama si buah hati dalam bentuk foto dan menyimpannya sebagai album kenangan. Sayangnya tidak banyak yang mempunyai cukup waktu luang merawat atau menjadikan kumpulan foto tersebut menjadi lebih menarik dan mengesankan.

Di luar negeri telah lama berkembang seni menata foto dengan hiasan-hiasan serta memorabilia atau kalimat-kalimat yang dapat lebih menguatkan kesan atau dikenal dengan istilah scrapbook. Hiasannya menggunakan berbagai kertas, sticker, serta hiasan lain agar tampak lebih indah dan menarik. Malahan bahan-bahan kertas serta hiasannya sengaja dipilih dari bahan berjenis khusus bebas asam agar foto-foto tidak lekas memudar atau menjadi kuning.


Ini tujuannya tidak lain supaya menjadi dokumentasi jangka panjang dan bisa diwariskan turun-temurun. Maka tidaklah heran di luar negeri-- seperti penuturan Dyah Pradipta Ningtyas yang kurang lebih dua tahun menggeluti secara serius usaha ini-- setiap tahun keluar katalog berbagai kertas dan
sticker scrapbook berdasarkan seri-seri tertentu.

“Orang kita sebenarnya punya kecenderungan menyukai foto. Cuma setelah ditaruh di album, ditumpuk begitu saja sampai debuan, tidak pernah dibuka,” ujar Dyah. Untuk itu ia berusaha menyadarkan masyarakat agar lebih menghargai benda kenangan itu. Dengan membuatnya lebih menarik pasti orang juga selalu tertarik melihat-lihat.

“Karena ada cerita yang bisa dibaca, kesannya lebih dalam,” imbuhnya.


Usaha yang terbilang baru dan unik tersebut sejatinya berawal dari kegemarannya membuat kliping mengenai berbagai artikel yang menarik. Hobi mengkliping tulisan akhirnya beralih ketika anaknya lahir dengan mengumpulkan foto-foto ke dalam album lalu ditambahkannya hiasan dan cerita yang berkaitan dengan tumbuh kembang Athiyya, putrinya.

Di sela-sela kesibukan bekerja sebagai seorang asisten manajer sebuah perusahaan supplier sebuah oil company ternyata ia sempat belajar scrapbook melalui internet. Walaupun dalam praktek awal masih menggunakan kertas seadanya, seperti kertas kado, askuro, album foto buatannya telah dipuji orang dan banyak teman-temannya yang minta dibuatkan.

Setelah melihat peluang, makin lama akhirnya timbul keinginan menekuni usaha secara serius. Maka ia coba-coba membeli bahan, kertas, sticker, pesan melalui internet. “Awalnya tidak sampai 100 dollar dan ternyata dikirim sampai ke alamat,” tuturnya.

Setelah mantap dan merasa cukup modal Dyah bahkan memutuskan keluar dari pekerjaannya. “Tapi setelah dijalankan ternyata tidak semudah yang saya bayangkan,” akunya.

Pertama kali mengurus bisnis apa lagi merupakan jenis yang baru dan masih jarang dikenal orang bukan sesuatu yang mudah. Beberapa kali mengaku sempat kejeblos dan harus jatuh-bangun, ia bahkan pernah bimbang antara meneruskan usaha atau kembali melamar kerja. Kini ia telah banyak belajar dari pengalaman dan mengaku yakin dengan bisnis jasa scrapbook tersebut.

Semula produk yang ditawarkan adalah satu paket album scrapbook besar terdiri sekitar 20 lembar dengan harga Rp 1,5 juta. Selanjutnya Dyah mulai mengembangkan variasi dengan membuat bentuk yang lebih kecil, simple dengan harga lebih murah. Umpamanya scrapbook dalam bentuk pigura sebagai hiasan dinding Rp 375 ribu serta buku akordion yang lembarannya dilipat-lipat seperti akordion Rp 275 ribu. “Frame harganya memang sudah mahal. Bingkainya dibuat 3 dimensi agar foto tidak menempel di kaca sehingga tidak cepat rusak karena panas,” paparnya.

Dengan harga premium, logikanya ia akan mudah mendapatkan pelanggan jika dengan menyebarkan brosur di perumahan-perumahan elit. Ternyata hasilnya tidak seperti itu. Tidak semua orang yang banyak duit lantas peduli akan foto-foto. Demikian pula saat pengalaman ikut dalam pameran kerajinan ia mendapati pengunjung pameran terlalu umum sifatnya. “Ibarat orang mau memancing tetapi tidak jelas targetnya apa,” ujarnya. Maka seterusnya ia lebih merasa cocok langsung fokus membidik paket bayi hingga umur satu tahun dengan mendatangi setiap RS bersalin.


Upayanya tidak sia-sia, sekarang setiap hari ia sibuk mengerjakan pesanan dengan dibantu seorang karyawan. Meskipun tetap berkonsentrasi dengan paket yang diperuntukkan bagi bayi lahir hingga berumur satu tahun namun dalam prakteknya Dyah
flexible dalam menerima permintaan. Scrapbook, menurutnya cukup pantas dijadikan hadiah saat ulang tahun atau pernikahan yang ekslusive, sebagai benda kenangan-kenangan yang diberikan kepada atasan menjelang pensiun, atau bahkan pada saat kematian anggota keluarga dengan dibuatkan foto yang sebagus mungkin.


“Biasanya konsumen lama sekali minta dibikinkan, seterusnya pasti ada saja yang ingin dibikin lagi. Setelah membuat untuk anak pertama, lalu nanti berlanjut ke anak kedua, dan lain-lain,” ungkapnya.

Lama pengerjaan asalkan semua bahan telah siap memakan waktu paling-paling dua hari. Namun pada saat melayani order Dyah juga berlaku luwes. Contoh kasus konsumen minta scrapbook bagi anaknya yang baru tiga bulan, maka ia cukup minta dikirimkan data-data melalui email atau kurir setiap bulan hingga anak itu berusia setahun. Selain foto-foto data-data yang disertakan dapat berupa gambar foto hasil USG saaat masih dalam kandungan, gelang di RS sewaktu kelahiran, potongan tali pusat, guntingan rambut yang pertama, kuku, gigi tanggal, kartu-kartu ucapan, serta lainnya. “Data semakin detil lebih bagus berikut benda-benda memorabilia yang mau dimasukkan.

Sebagai bisnis jasa yang bersifat personal, Dyah otomatis tidak bisa langsung membuat produk massal. Permasalahan lainnya hingga saat ini bahan kertas maupun sticker semuanya masih impor. Paling tidak belum ketemu produk lokal yang cukup bagus. Meskipun sudah populer di luar negeri, tetapi di Indonesia yang mengenal scrapbook masih terbatas.


“Tantangannya adalah saat memperkenalkan produk. Orang yang baru membaca kartu nama saya mengira saya berjualan album atau frame. Sulitnya saya tidak cukup menjelaskan dengan kalimat-kalimat saja, jadi ke mana-mana harus bawa
sample,” tukas sarjana Sastra Bahasa Inggris Universitas Diponegoro itu. Dan bila semua sudah diatasi, karena tergolong karya seni maka tinggal bagaimana caranya menjaga ide kreatif jangan sampai macet.

Beberapa Langkah Memulai Bisnis Scrapbook:

Peralatan yang dibutuhkan adalah

- Satu set komputer + printer. Lebih bagus lagi bila dilengkapi pula mesin scanner sewaktu-waktu diperlukan.

- Sediakan pula perlengkapan lain seperti gunting, lem, alat tulis dan sebagainya.

- Persediaan bahan. Meskipun jumlahnya tidak perlu berlebihan, pembelian impor biasanya dikenai minimum order. Terdapat beberapa produk lokal sebagai alternatif asalkan lebih selektif.

- Selanjutnya tinggal ide kreatif Anda masing-masing. Sebagi bahan pendukung referensi, baik sediakan juga kumpulan puisi, glosaria, dan lain-lain. [wiyono/pengusaha]

Tidak ada komentar:

Entrepreneur Daily

Franchises

E-Business

Sales and Marketing

Starting a Business