Pekerjaan oleh Careerjet

Peluang Usaha dan Bisnis 2008

Wirausaha.com

Tempointeraktif.com - Ekonomi

Dinas Peternakan Jabar

Rabu, 19 September 2007

CD TUTORIAL-TUNTUNAN BELAJAR KOMPUTER DENGAN MUDAH

Dapatkan segera CD Tutorial dengan bahasa Indonesia, sangat mudah dipahami. Tinggal dimasukkan ke CD Room, maka akan secara otomatis berjalan dengan sendirinya. Kemudian tinggal click belajar bagian yang mana. Praktis dan mudah. Dapatkan segera!!!


  1. Untuk sementara, kami memiliki 7 (tujuh) jenis CD Interaktif/Tutorial Belajar Komputer, yakni Microsoft Word, Microsoft Excel, Corel Draw, Adobe Photoshop, Auto CAD, Macromedia Flash, dan 3D Studio Max.


  1. Spesifikasi komputer untuk menjalankan program ini: minimal Pentium II compatible, RAM 32 MB, CD ROM 12 x, VGA Card 4 Mb, Speaker/Multimedia, Windows 95/98. Lebih besar spesifikasi akan lebih baik.


  1. Harga per CD Rp 25.000, kecuali Auto CAD Rp 40.000 (sudah termasuk ongkos kirim).


  1. Produk ini sangat cocok untuk siswa/sekolah/lembaga pendidikan/kursus dan semua orang yang ingin belajar komputer dengan mudah dan ringkas. Karena selain dipandu dengan suara, juga gambar yang menggunakan Bahasa Indonesia, sehingga memudahkan untuk belajar.


  1. Untuk biaya bisa dikirim/transfer melalui: Bank BNI Cabang Jombang No Rek: 0103038596 A/N Moch. Chabib Sulton.


  1. Informasi lebih lanjut hubungi:

IKLAN GRATIS

Jual rumah belum laku? Jual motor/mobil juga masih saja belum ada yang nawar? Ingin jual tanah, masih saja tidak ada pembeli? Ingin jual barang/hasil produk lainnya? Di sini solusinya.

Gratis!!! Kirimkan penawaran barang/hasil produk Anda pada kami di email: chabib78@gmail.com atau tabloidprobis@gmail.com beserta gambarnya. Kami akan memuatnya di media online kami di www.info-usaha.tk dan www.radarminggunews.tk

Buruuuuuuaaaaaaan!!!!!!!!!!!

JUAL BUKU DLL

CD MP3 AL-QUR'AN 30 JUZ.
Anda ingin memiliki MP3 Al-Qur'an 30 Juz Gratis. Hanya ganti ongkos kirim. Hubungi: chabib78@gmail.com
--:RADAR MINGGU NEWS:--
INFO USAHA.
Anda bingung ingin buka usaha, disini solusinya. Click aja
www.info-usaha.tk Dijamin pasti puas!
--:RADAR MINGGU NEWS:--
PROGRAM PENGINGAT SHOLAT.
Gratis program
Shollu (pengingat waktu sholat) ada suara Adzan-nya saat waktu sholat tiba, sehingga dapat sholat tepat waktu. Kirim aja E-mail ke: chabib78@gmail.com Buruaaannnn!!!
--:RADAR MINGGU NEWS:--
ELPIJI PE
RTAMINA.
Satu-satunya distributor Elpiji di Kota Lamongan siap melayani pesanan Anda sampai di tempat. Gratis biaya
pengiriman. Kualitas dijamin langsung dari Pertamina.
Hubungi: PT K
ERTABUMI ADIRAYA
Jl Sunan Drajat No 136 Telp (0322) 321620 Fax (0322) 317300 Lamongan
--:RADAR
MINGGU NEWS:--
Judul Buku: AL MASAA-IL (Masalah-Masalah Agama) Jilid III

Penulis: Abdul Hakim bin Amir Abdat

Penerbit: Darul Qolam Jakarta

Harga: Rp 60.000

--:RADAR MINGGU NEWS:--

Judul Buku: MENGAPA KITA MENOLAK SYI’AH

Penulis: DR M Hidayat Nur Wahid dkk

Penerbit: Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) Jakarta

Harga: Rp 21.000







--:RADAR MINGGU NEWS:--

Judul Buku: CAPITA SELEKTA ALIRAN-ALIRAN SEMPALAN DI INDONESIA

Penulis: M. Amin Djamaluddin

Penerbit: LPPI Jakarta

Harga: Rp 15.000








--:RADAR MINGGU NEWS:--

Judul Buku: MELACAK KESESATAN & KEDUSTAAN AJARAN TAREKAT NAQSYABANDIYAH PROF DR KADIRUN YAHYA MSC

Penulis: M Amin Djamaluddin

Penerbit: LPPI Jakarta

Harga: Rp 15.000


--:RADAR MINGGU NEWS:--

Judul Buku: KIAT HIDUP SEHAT JASMANI & ROHANI

Penulis: Abdullah bin Abdul Aziz Al I’dan

Penerbit: Alsina Press

Harga: Rp 20.000








--:RADAR MINGGU NEWS:--
Judul Buku: KOREKSI TAFSIR FI ZHILALIL QUR’AN

Penulis: Syaikh Abdullah bin Muhammad Ad Duwais

Penerbit: Darul Qolam Jakarta

Harga: Rp 86.000

--:RADAR MINGGU NEWS:--

Judul Buku: MERINDUI-MU (Sekapur Sirih KH Fuad Habib Dimyathi)

Penulis: Heri Bahtiar, SS., MSi

Penerbit: Radar Minggu Jombang

Harga: Rp 25.000








--:RADAR MINGGU NEWS:--

Judul Buku: DASAR-DASAR JURUS PRAKTIS THIFAN PO KHAN (Jilid I Untuk Muslim)

Penulis: Ibtidain Hamzah Khan

Penerbit: PMB Jakarta

Harga: Rp 15.000
--:RADAR MINGGU NEWS:--
Judul Buku: DASAR-DASAR JURUS PRAKTIS THIFAN PO KHAN (Jilid I Untuk Muslimah)

Penulis: Ibtidain Hamzah Khan

Penerbit: PMB Jakarta

Harga: Rp 15.000

--:RADAR MINGGU NEWS:--

Judul Buku: DICARI!! WARTAWAN SOPAN DALAM PENAMPILAN SANTUN DALAM PENYAJIAN

Penulis: Tim Radar Minggu News

Penerbit: Pustaka Radar Minggu Jombang

Harga: Rp 18.000








--:RADAR MINGGU NEWS:--

Judul Buku: AKAR KESESATAN LDII DAN PENIPUAN TRILIUNAN RUPIAH

Penulis: H. M

. C. Shodiq

Penerbit: LPPI Jakarta

Harga: Rp 26.000.







--:RADAR MINGGU NEWS:--

Harga tersebut belum termasuk biaya pengiriman. Pemesanan dapat dilakukan melalui E-mail: chabib78@gmail.com atau HP 081330654989. Dan ditransfer ke Bank BNI 46 Cabang Jombang No Rek: 0103038596 An Moch. Chabib Sulton

Prospek Cerah Al Qur’an Berwarna

Inovasi tiga pengusaha muslim India berbuah manis. Di Indonesia, Al Qur’an berwarna yang hak ciptanya dipegang Lautan Lestari ini telah terjual 10.000 eksemplar hanya dalam waktu dua bulan.


Umat muslim diperintahkan agar selalu membaca Al Qur`an. Ini merupakan amalan bernilai ibadah yang dijanjikan pahala bahkan untuk setiap huruf yang dilafalkan. Setiap tahun jutaan eksemplar mushaf diterbitkan dan disebarluaskan ke seluruh penjuru dunia. Untuk memudahkan memahami kandungan isinya, maka selain tetap wajib dengan bahasa dan huruf aslinya yakni Arab, sebagian dilengkapi dengan penterjemahan atau bahkan catatan asbabun nuzul (riwayat turunnya ayat) atau sekaligus tafsir. Malah untuk menuntun pengucapannya baru-baru ini dikembangkan sistem pencetakan Al Qur`an dengan kode tajwid (ilmu tentang bacaan) berwarna-warni.


Ketentuan bacaan dipermudah melalui alat peraga kode warna, misalnya saat bacaan mendengung, memantul, suara sengau dari hidung dan lain-lain, masing-masing dibuatkan warna cetakan berbeda-beda. Pada akhirnya blok warna yang dipakai tersebut dimaksudkan menuntun pembaca agar memperhatikan tekanan, fonetik, irama serta cara membaca Al Qur`an.


Ide menampilkan kode-kode warna untuk setiap jenis bacaan sesuai ketentuan tajwid pertama kali dicetuskan oleh tiga orang pengusaha muslim di India, Abdus Sami, Abdul Naeem, dan Abdul Moin pada tahun 2002. Dituturkan oleh direktur sekaligus pemilik usaha Lautan Lestari (Lestari Books) yang juga merupakan pemegang hak cipta untuk penerbitan dan pemasarannya di Indonesia, Dalpat Mirchandani, ketiga orang itu memperoleh inspirasi dari lampu rambu-rambu lalu lintas. “Aturan lampu lalu lintas di mana-mana sama, merah berarti harus berhenti, hijau artinya silahkan jalan, kuning hendaknya berhati-hati,” tukasnya.


Lebih lanjut Dani mengungkapkan meskipun pentashihan dan hak cipta telah diperoleh sejak tahun 2004, namun peluncuran produk secara resmi baru dilakukan pada tanggal 30 Juli 2006 bersamaan dengan MTQ XXI di Kendari, Sulawesi Tenggara. Di Indonesia produk tersebut dipasarkan dengan harga Rp 150 ribu. Target penjualan diharapkan mencapai 100.000 eksemplar per tahun. Dani cukup optimis sebab hanya dalam dua bulan pertama, dikatakan ternyata sudah laku terjual sekitar 10.000 buah. Terlebih lagi selain menggunakan cetakan full color, ia memakai jenis kertas khusus yang memiliki bobot lebih ringan sekitar 30%. “Dengan kertas HVS biasa beratnya kurang lebih 1 kg, sedangkan dengan kertas ini hanya sekitar 7 ons,” jelasnya.


Lautan Lestari pada awalnya bergerak pada pengadaan buku-buku anak, seperti pendidikan moral, cerita, aktifitas dan kegiatan untuk anak pre school. Namun diakui bahwa pemasarannya cukup sulit, diantaranya karena banyaknya persaingan sehingga terpaksa menerapkan system konsinyasi yang kurang menguntungkan perusahaan.


Ada pun menurut mantan bos garmen dengan pengalaman 40 tahun di bidang bisnis itu, Al Qur`an maupun buku agama memiliki pasar yang lebih luas. Maka khusus untuk produk Al Qur`an berwarna itu Dani lebih memilih model
direct marketing atau mendekati pasar secara langsung, bahkan ia berani memakai system bayar tunai. Sebagai rencana lanjutan nanti juga akan diikuti pula dengan penerbitan Juz `Amma berwarna. Tengah dipersiapkan pula naskah untuk Al Qur`an berwarna yang dilengkapi terjemahannya, dan seperti dikatakan, ke depan dia akan lebih fokus pada buku-buku Agama Islam.


Direct selling berarti perusahaan melakukan penawaran kepada konsumen langsung, bukan melalui toko-toko buku. Dalam hal ini Agus Saefudin, Marketing Manager, menjelaskan bahwa perusahaan sekaligus juga menawarkan kesempatan kepada masyarakat luas untuk menjadi penyalur atau agen. Secara rinci keagenan/ mitra bisnis dibagi menjadi beberapa kriteria mulai dari agen premium, emas, perak, perunggu, agen biasa. Agen premium maksudnya ia boleh membentuk agen-agen (distrik) di wilayah kabupaten/ kota tempat dia tinggal. Untuk itu ia berkewajiban mengambil produk di atas 10 karton @ 22 pcs dan akan mendapatkan diskon sebesar 30% dari harga Rp 150 ribu/ eks atau @ Rp 45.000. Fasilitas yang diperoleh yakni nama dan nomor telpon ikut dicantumkan sebagai agen di suatu daerah dalam iklan yang dilakukan oleh Lestari Books serta diikutkan dalam even yang diselenggarakan Lestari Books di kota terdekat. Sedangkan sebagai sarana penunjang akan diberikan 3 buah standing banner serta brosur sebanyak 1 rim dan 2 buah display rak.


Selanjutnya disebut agen emas apabila melakukan pengambilan produk 6-9 karton @22 pcs. Namun diskon yang didapatkan yakni sebesar 25% dari total harga. Demikian pula agen perak harus memenuhi syarat berupa pengambilan barang 5 karton dengan diskon 20%, dan agen perunggu pengambilan produknya antara 2-4 karton dengan diskon 15%. Fasilitas dan sarana penunjang hampir sama, hanya jumlahnya masing-masing disesuaikan. Kecuali agen perunggu, maka masih akan dicantumkan namanya sebagai agen di dalam setiap iklan.


Terakhir kali, disebutkan Agus, adalah agen biasa yang akan memperoleh diskon 10% dari harga. Ia dapat menentukan harga jual dan memperoleh fasilitas sebuah standing banner mini dan brosur ½ rim. Persyaratannya minimal mengambil 1 karton dengan pembayaran tunai ditambah biaya pengiriman. Secara umum, pembayaran dilakukan secara tunai di muka, dan selanjutnya semua agen boleh menentukan harga jual setelah ditambah biaya kirim masing-masing. Kesempatan usaha untuk produk inovatif, ayo siapa ikut? [pengusaha/wiyono]

Prosfektif, Bisnis Bibit Buah-buahan Bersertifikat

Meski masih terbatas, pasar bibit buah-buahan impor terbuka lebar. Permintaan dari berbagai penjuru terus berdatangan. Begitu juga permintaan masyarakat akan buah impor. Berminat?


Anda tentu sudah mengetahui kalau harga buah-buahan impor, seperti yang dijual di super market itu itu sangat mahal. Padahal, kalau Anda tahu, pohonnya sudah ditanam di negeri ini selama bertahun-tahun bahkan mungkin berpuluh-puluh atau beratus-ratus tahun lalu. Selain itu, penggarapnya pun petani dalam negeri. Jadi, sebenarnya sudah tidak bisa lagi dibilang buah-buahan asli impor, apalagi dijual semahal buah impor. Ironisnya, kehidupan para petaninya tidak seberuntung hasil garapannya.


Berlatar belakang inilah, Mubin Usman, seorang petani dan pekebun yang memasok buah-buahan impor ke beberapa pasar, berusaha untuk menolong teman seprofesinya dengan menjual bibit pohon buah-buah impor (unggulan) dan bersertifikat. Profesi petani yang digelutinya selama bertahun-tahun, menjadikannya dia piawai dalam urusan budidaya bibit unggulan tersebut. Dia ingin memasyarakatkan bibit itu dan dijual ke para petani dengan harga murah. Produknya diberi label Wijaya Tani (WT). Anda akan mudah menemukannya, karena produk ini digelar di tiga tempat di kawasan Margonda, Depok.


Yang dimaksud dengan unggulan di sini yaitu bila ditanam, maka buah-buahan yang tumbuh dijamin bagus,” ujar Mubin. Sedangkan maksud diberinya sertifikat yang dikeluarkan oleh BPSB (Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih) Kabupaten Bogor, Jawa Barat, adalah bibit pohon buah-buahan terpilih yang ditanam sesuai dengan prosedur, tidak dicampuradukkan dengan bibit pohon buah yang sama tetapi berbeda varietas atau asal usulnya.


Sebagai unggulan, buah-buahan seperti Durian Monthong, Jambu Biji Getas, Mangga Hawaii, dan sebagainya, tentu mudah dipasarkan walau harganya tidak murah. Demikian pula dengan harga bibit pohonnya, meski sudah sejak lama sekali dikembangbiakkan di Indonesia. “Untuk membeli satu bibit pohon saja, seorang petani harus menjual seekor kambingnya,” Mubin mengibaratkan.


Berkaitan dengan itulah, suatu ketika ia membeli lima hingga enam bibit pohon buah-buahan “impor”, lalu diperbanyak dengan berbagai cara, dan akhirnya dijual ke para petani dengan harga miring. “Para petani tersebut bisa membeli bibit pohon buah-buahan seperti Jambu, Belimbing, dan Durian Bangkok misalnya, dengan harga murah,” kata Mubin.


Sebagai contoh, misalnya, harga satu bibit pohon Lengkeng Vietnam atau Lengkeng Pingpong Rp250 ribu hingga Rp4 juta. Setelah diperbanyak WT, harganya paling mahal Rp 40 ribu/pohon dan kualitas buahnya tidak berkurang sama sekali, sehingga petani pun mampu membelinya. Atas usaha ini, produk bibit WT telah banyak menerima pesanan dari petani di seluruh Indonesia ini.


Lantas, dari mana bibit pohon buah-buahan “impor” ini diperoleh? Mubin mengaku, dia memperolehnya lewat membeli bibit unggulan lewat berbagai pameran dan mengumpulkannya saat bertandang ke luar negeri. Dia sebenarnya tidak berencana menjadi pedagang bibit pohon buah-buahan ‘impor’. Sebagai pedagang buah, Mubin hanya ingin agar semua pohon yang ditanam di Indonesia menghasilkan buah-buahan yang bagus, enak, dan murah pula harganya. Jadi, tidak perlu mengimpor. Di samping itu, juga ingin kehidupan para petani buah membaik. “Saya membeli saja bibit pohon buah unggulan yang dimiliki tetangga saya. Atau saat berkunjung ke Hawaii, secara iseng saya mengumpulkan biji mangga Hawaii,” ungkapnya. Dalam perkembangannya, mulai 1979 hingga 1982, dia sengaja berburu bibit pohon buah unggulan yang tumbuh dari Sabang hingga Merauke. Selain itu, dia juga membelinya melalui berbagai pameran tanaman. Setelah dibudidayakan, bibit tersebut dijual dengan harga Rp7 ribu (ukuran sangat kecil) hingga Rp400 ribu (sudah berbuah).


Namun, sepertinya cita-cita peraih penghargaan Satyalencana Wira Karya tahun 2004 dari presiden ini, tidak sepenuhnya terkabul mengingat buah impor tetap merajalela di Indonesia. Di samping itu, penjualan bibit pohon buah “impor” tidak selalu berjalan lancar. “Kalau pas laku ya sangat laku. Dalam arti, sehari bisa terjual dua hingga tiga pohon. Kalau pas sepi, satu pohon pun tak terjual dalam jangka waktu seminggu, bahkan di sini ada pohon yang sudah berumur dua tahun dan belum laku juga,” ucapnya.


Tapi, sebenarnya bukan itu titik perhatian Mubin. Dia menginginkan agar setiap orang bisa menanam pohon buah, sekali pun rumahnya tidak memiliki halaman. “Kan bisa menggunakan pot atau drum. Selain itu, jangan berpikir bahwa bisa jadi tidak akan sempat menikmati hasilnya, mengingat untuk berbuah dibutuhkan waktu relatif lama, tetapi berpikirlah bahwa tanaman tersebut nantinya akan tetap dapat bermanfaat, setidaknya bagi anak cucu kita.


Itung-itung sudah ninggalin warisan,” tambah peraih penghargaan Perintis Lingkungan Hidup Terbaik I Tingkat Provinsi Jawa Barat tahun 2002 ini. [pengusaha/russanti lubis]

Pepes Nasi, Modal Mini Hasil Maksi

Nasi pepes hasil kreasi Murnis, kelihatan sepele. Tetapi kalau digarap serius cukup mendatangkan fulus. Dengan pesanan 20 bungkus saja, bisa mengantongi laba bersih Rp 118.500,-.


Seorang wanita berusia lebih dari separuh abad sambil tersenyum ramah menyapa kami di lobby salah sebuah hotel di Jakarta. Siang itu kami membuat janji wawancara dengan pengusaha jilbab yang jangkauan pemasarannya sudah merambah hingga ke luar negeri khususnya di negara Singapura itu, tidak lain karena tertarik oleh bisnis sampingan yang dijalankannya kurang lebih setahun belakangan. Hanya dengan sebuah menu berupa pepes nasi, hasil olahan tangan ibu ini setiap hari dinanti-nanti oleh puluhan hingga lebih dari seratus perut pemesan. Mereka itu adalah para pegawai kantor, utamanya di kawasan perkantoran elit di jalan Sudirman maupun Kuningan, Jakarta.


Murnis Mays sebelumnya tidak menyangka bahwa ketika pertama kali membuatkan nasi pepes sebagai menu acara ulang tahun kerabat dekat, seterusnya bakal menjadi kegiatan yang membawa keuntungan. Cerita berawal ketika nasi pepes yang tersisa dibawa puteranya sebagai bekal makan siang di kantor. “Ternyata teman-temannya tertarik dan kemudian memesan minta agar dibuatkan,” tuturnya. Bisnis ini terus berlanjut secara rutin, bahkan berkembang lewat mulut ke mulut.


Nasi pepes Ibu Murnis, demikian orang acap menyebutkan atau sesuai namanya yang tertera dalaam kotak yaitu Pepes Nasi Nikmat pantas disebut unik. Nasi pepes tersebut adalah nasi dengan lauk daging ikan atau ayam yang cara memasaknya dijadikan satu dalam bungkus daun pisang. Jadi nasi setelah dikukus, sebelum matang (karon), lalu diberi santan dan bumbu. Sesudahnya lalu dibungkus dengan daun pisang, sambil ditengahnya diisi daging yang lengkap dengan bumbu pepes, termasuk daun kemangi dan selada. Sebelumnya daging sudah dibuat dalam bentuk fillet, kulit maupun tulangnya sengaja disisihkan.

Setelah dikukus lagi, maka hasilnya adalah berupa nasi gurih yang bersumber dari minyak santan, ditambah bumbu pepes yang sedap dan wangiyang ikut meresap secara merata ke dalam butir-butir nasi. “Ini model saya sendiri, tidak tahu dengan yang lain barangkali berbeda,” ungkap ibu dua putera itu tentang resep kreasinya.


Sebenarnya orang-orang yang minta dibuatkan pepes nasi kepadanya tidak lantas melakukan pesanan setiap hari. Pesanan mereka tidak tentu, kadang-kadang dalam seminggu sebanyak tiga kali, atau hanya pada saat-saat tertentu saja. Namun karena jumlah pelanggan cukup banyak, dalam satu hari dia melayani 100-150 pesanan. Dalam satu kantor biasanya sejumlah pesanan dikumpulkan menjadi satu, atau minimal 15 pesanan baru dilayani. Kadang-kadang juga diperuntukkan pada acara-acara tertentu, seperti buka puasa bersama. Semua dikerjakan dengan tiga orang pembantu termasuk seorang pengantar. “Tapi kalau terlalu banyak tidak kuat, kecapaian,” ujarnya lirih.


Murnis mengaku sejauh ini belum menekuni bisnis barunya dengan serius. Padahal menurutnya walaupun sekadar menyediakan menu pepes, tapi usaha seperti ini sangat mungkin dikembangkan. Di Jakarta banyak kantor dan orang-orang yang membutuhkan sehingga bila dikhususkan dan ditekuni maka kesempatan untuk maju sangat besar. Untuk mengembangkan usahanya tersebut Murnis justru mempunyai gagasan menyerahkan estafet bisnisnya kepada keluarga yang berminat meneruskan. “Hasilnya lumayan juga, kok,” tukasnya.

Modal dan peralatan yang harus disediakan tidak begitu banyak. Alat memasak khusus paling-paling dandang (pengukus nasi). Sedangkan bahan yang agak sulit diperoleh barangkali cuma daun pisang sebagai pembungkus. Selebihnya semua mudah diperoleh dan operasionalnya juga tidak terlalu rumit. Dijelaskan, setiap satu liter beras cukup untuk 5-6 porsi.

Sedangkan seekor ayam ukuran sedang bisa untuk 10-12 porsi. Untuk membuat santan sebutir kelapa cukup untuk 3 liter beras atau 20 porsi. Harga per kotak dipatok Rp 6.500,00 atau Rp 9 ribu untuk paket komplit dengan tambahan sambal, lalapan, tempe dan tahu goreng serta krupuk. Maka seumpama setiap hari dapat rutin 100 pesanan, tinggal hitung paling tidak Rp 650 ribu-Rp 900 ribu di depan mata. “Tambah ongkos kirim 500 perak tiap satu pesanan,” imbuhnya sambil tersenyum.


Bagi yang ingin mengikuti jejaknya, Murnis menyebutkan bahwa tantangan pada permulaan adalah dalam hal pemasaran/ marketing nanmun itu terjadi hampir di setiap usaha. Selain memiliki peluang pasar ke kantor-kantor dan instansi, dapat pula dicoba memasukkan paket tersebut ke swalayan dan mal-mal. “Sebab selama ini saya amati nasi pepes belum ada,” ucapnya optimis. Tertarik, boleh dicoba!

ANALISA BISNIS PEPES NASI

A. BIAYA BAHAN BAKU:
- 2,5 kg beras Rp. 17.500,-
- 2 ekor ayam ukuran sedang Rp. 34.000,-
- Bahan sayuran dan lalapan, bumbu, daun pisang Rp. 20.000,- + Total Rp. 61.500,-
B. PENDAPATAN PENJUALAN:
20 X 9.000 = Rp 180.000,-

C. KEUNTUNGAN KOTOR (B - A) :
Rp 180.000,- – Rp. 61.500,- = Rp 118.500,-

٭Biaya peralatan tidak dihitung karena jumlahnya tidak signifikan.
٭Asumsi adalah untuk melayani 20 pesanan. [pengusaha/wiyono]

Pasar Asesoris Wellcomm, Unlimited

Jangan remehkan bisnis asesoris, terutama asesoris telepon genggam. Pernak-pernik di telepon selular ini pasarnya bisa mencapai ratusan miliar rupiah per bulan.


Seusai krisis bisnis asesoris handphone seperti menemui masa keemasannya. Banyak pemain yang mulai terjun menggarap pernak-pernik di telepon genggam tersebut, salah satunya adalah PT Wellcomm Indo Pratama.

Wellcomm berawal sebagai sebuah usaha dagang yang memasarkan asesoris tak bermerek asal Taiwan. Namun usaha yang didirikan 1996 di kota Surabaya ini langsung terhantam krisis moneter sehingga pasarnya mengkerut. Lantaran situasi yang tidak menguntungkan ini Lie Jeffrey Lunardi, sang pemilik, mulai melirik pasar Jakarta. Maka hijrahlah dia ke ibukota.

Setelah memindahkan kendali bisnisnya ke Jakarta, Jeffrey mulai berpikir untuk mengembangkan usaha dengan memproduksi asesoris yang bermerek. “Pada waktu itu asesoris yang beredar di pasaran tidak ada mereknya sehingga sulit untuk meminta pertanggungjawaban kualitasnya. Lantaran tidak ada mereknya dan semua produk memiliki kemiripan satu sama lain, maka perang harga tidak bisa dihindarkan lagi. Iklim kompetisinya menjurus tidak sehat,” ujar Jeffrey.

Dari situasi seperti ini, Jeffrey melakukan langkah berani yakni meluncurkan produk-produk asesoris bermerek. Ternyata, banyak customer yang merespon idenya ini, sehingga asesorisnya laris manis di pasaran. “Sebenarnya banyak orang mencari asesoris bermerek sehingga bisa dipertanggunjawabkan kualitasnya. Namun pada waktu itu mereka tidak bisa mendapatkannya, sehingga begitu produk kami muncul mereka menyambut produk kami dengan antusias,” tuturnya seraya mengimbuhkan Wellcomm merupakan pionir dalam produksi asesoris bermerek.


Saat ini Wellcomm memang bukan satu-satunya pemain yang memproduksi asesoris bermerek. Namun pemain yang bermunculan mengembangkan konsep dan memiliki segmen sendiri-sendiri sehingga kompetisinya berlangsung lebih sehat dibanding masa-masa sebelumnya.


Asesoris hp, ungkap Jeffrey, pasarnya hampir-hampir unlimited. Namun semuanya tergantung dari kemampuan inovasi dari produsennya. Oleh karena itu Jeffrey memiliki tim desain dan Riset & Pengembangan (R&D) untuk bisa menangkap tren pasar. Karena asesoris merupakan bagian dari fesyen, maka daur hidup dari model asesoris biasanya hanya bertahan sampai tiga bulan. “Namun ada jenis-jenis asesoris tertentu yang mampu bertahan lebih lama,” tuturnya.


Pada 2007, Jeffey optimistis bisnis asesoris hp masih booming. Operator banyak yang mendirikan BTS-BTS baru dan pihak vendor handset pun juga terus memproduksi model-model hp terbaru. “Ini juga memberikan kesempatan industri asesoris untuk terus berinovasi,” terangnya.


Kemampuan berinovasi industri asesoris ini tidak bisa diremehkan, karena banyak fitur dari vendor hp yang semula berasal dari kreasi industri asesoris. “Sebelum vendor mengeluarkan hp bervibrator, dunia industri asesoris telah memulainya. Kami pernah meluncurkan asesoris kalkulator di saat vendor hp belum memilikinya,” tandasnya.


Untuk bisa terus berinovasi Jeffrey telah mengantongi lisensi dari perusahaan-perusahaan kelas dunia, seperti dari Disney, Warner Bros, Looney Tunes dan Joger. “Kami satu-satunya produsen asesoris di Indonesia yang memiliki lisensi tersebut,” akunya tanpa bisa menyembunyikan rasa bangganya.


Tiga bulan lalu Jeffrey juga telah meluncurkan konsep berbelanja asesoris yang lengkap dengan mendirikan Wellcomm Shop dan kini sudah memiliki empat gerai. “Untuk sementara ini semua gerai masih di Jakarta. Responnya bagus, sehingga tidak menutup kemungkinan konsep ini akan dikembangkan ke daerah,” pungkas Jeffrey yang memiliki kantor-kantor cabangan hampir di semua kota besar di Indonesia. [pengusaha/sukatna]

Nuke Mayasaphira - Meraup Uang Dari Media Luar Ruang

Setelah menggeluti profesi model, Nuke bertekun membesarkan Nindotama Kharisma. Produknya telah mejeng di tempat-tempat strategis di seluruh Indonesia.


Saat semakin clutter-nya media iklan, kebutuhan produk untuk tampil tidak lagi cukup hanya sekadar beriklan di televisi, radio, atau koran. Banyaknya iklan yang diputar di setiap acara ber-rating tinggi malah membuat iklan tersebut jarang dilirik penonton. Dengan gampang, penonton berganti saluran, menunggu beberapa saat, lalu menekan kembali saluran sebelumnya berharap iklan sudah berlalu. Brand akan membuang biaya placement yang percuma saat iklannya tampil di tengah-tengah deretan iklan, tanpa ada yang menyaksikannya.


Tentunya, akan lebih baik bila budget tersebut dimanfaatkan untuk upaya-upaya lain yang lebih strategis untuk membangun brand. Beberapa cara dilakukan dengan mencoba memanfaatkan media ruang luar dengan cara seunik mungkin sehingga setiap orang yang melewatinya bisa tersenyum, tertawa, dan ingat akan pesan iklan tersebut.

Beriklan lewat media luar ruang tampaknya memang masih dianggap sebagai cara efektif untuk memperkenalkan sebuah produk kepada konsumen. Biasanya, perusahaan periklanan menempatkan papan reklame ukuran besar itu secara mencolok di tempat strategis, pusat bisnis atau jalan-jalan protokol yang banyak dilalui orang. Tujuannya tentu saja agar billboard tersebut mudah dan sering terlihat banyak orang.

Jika perusahaan ingin meraih konsumen maka tak bisa diabaikan media luar ruang menjadi sarana alternatif berpromosi. Pasalnya, ukuran papan reklame yang besar yang dilengkapi gambar atau foto sangat memungkinkan media itu memiliki karakter eyecatcher.


Kini,
media mix tersebut lazim digunakan untuk memasarkan produk sebuah perusahaan. Peluang inilah yang dimanfaatkan Nuke Mayasaphira, mantan model Indonesia era 1970-an. Ia mendirikan perusahaan yang diberi nama PT. Nindotama Kharisma di bilangan Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Dalam bisnis media luar ruang, Nindotama tergolong pelopor. Tengok saja prestasinya. Perusahaan itu membuat konstruksi single pole (satu tiang) yang pertama di Indonesia. Bukan itu saja, perusahaan itu juga membuat rotary billboard (billboard berputar) yang selanjutnya menjadi proyek percontohan di Indonesia. Tentu saja Nuke harus bekerja keras untuk mengibarkan bendera perusahaannya. Namun, bintang dalam film Si Buta dari Goa Hantu itu tetap tak menyerah dan berpegang teguh pada prinsip bekerja. “Biasanya, kendala utama bisnis ini adalah perizinan dari pemerintah daerah (pemda) setempat,” ungkap perempuan berusia 58 tahun ini.


Tetapi hal tersebut tak menyurutkan niatnya untuk menggeluti bisnis media luar ruang secara serius. “Memiliki teman dari berbagai golongan sosial yang berbeda memberikan kemudahan tersendiri,” tambahnya.

Tapi, semakin banyaknya billboard dan penempatannya yang tidak teratur juga malah membuat pandangan menjadi tidak enak. Padahal media ruang luar tidak sesempit itu. Apa pun yang terlihat di sekitar, dipandu oleh kreativitas dalam mengolahnya, pasti bisa menjadi media iklan. “Karena bisnis ini menyangkut keselamatan orang, keindahan kota dan citra media luar ruang sendiri,” tandas perempuan yang memiliki 2 anak.

Media luar ruang tak hanya menjadi sarana iklan, tetapi juga harus memerhatikan segi keindahan tata kota,” ucap Nuke. Atas kreatifitas tersebut Nuke meraih penghargaan dari Menparpostel dan Menkeu untuk kategori media luar ruang. Tak hanya itu, beberapa Piala Citra Mara pun menghiasi perjalanan bisnis ini. Ini pula yang menjadi pertimbangan Nuke mencari strategi dalam menarik clients-nya. Tak hanya memperhatikan aspek bisnis semata, penyandang gelar Master Business Administration tersebut pun turut mempertimbangkan keamanan. “Clients tak perlu khawatir jika billboard iklan yang dipasang rubuh sehingga memakan korban,“ ungkapnya meyakinkan.

Untuk menghindari risiko atas pemasangan billboard, turut pula dipekerjakan tenaga-tenaga ahli dan profesional. Sehingga, konstruksi fondasi dapat dihitung secara tepat sesuai kepadatan tanah untuk menentukan bahan materil apa yang digunakan. Kemudian, dihitung pula besar billboard dengan luas bidang tanah agar tiang penyanggah tidak patah.

Bagaimana dengan prospek bisnis media luar ruang ? Nuke menjelaskan, bisnis tersebut memiliki peluang yang bagus. Baginya, selama masih banyak masyarakat yang mengkonsumsi barang maka animo perusahaan untuk mempromosikan produk melalui media luar ruang tersebut pun meningkat.

Dalam memberikan pelayanan kepada clients, ia pun tak tanggung-tanggung memberikan kemudahan dari proses kreatifitas, hingga perizinan kontrak pemasangan iklan. “Kontrak yang disepakati biasanya selama satu hingga dua tahun ke depan,”. Sedangkan lamanya proses yang dibutuhkan untuk menangani permintaan adalah 45 hari.Kini perusahaan yang bergerak di bidang jasa ini telah memiliki titik lokasi bisnis di sejumlah wilayah Indonesia kecuali Ambon dan Irian.


Sekarang ini jumlah karyawan yang tergabung di perusahaan saya sebanyak 150 orang termasuk part time,” Nuke mengakhiri pembicaraan. [pengusaha/fisamawati]

Menggantungkan Pendapatan Pada Lampion

Cina dan Jepang merupakan negeri asal kerajinan lampion. Tetapi Tiang Jaler berusaha mendesain lampion khas Indonesia. Peluangnya masih terbuka.


Saat mengamati dekorasi interior ruangan pesta atau barangkali panggung hiburan di layar kaca, mata kita kerap tertumbuk pada hiasan lampu yang digantung atau diletakkan di tempat tertentu sebagai pemanis, misalnya sudut-sudut ruangan. Ada yang berbentuk bulat seperti bola, berbentuk hati, bentuk-bentuk binatang tertentu dan lain-lain. Lebih tepatnya lampu dengan hiasan berwarna-warni rupa atau bentuknya yang menarik itu lazim dinamakan lampion.


Khusus bagi masyarakat Tionghoa lampion bukan barang baru. Memang awalnya kerajinan lampion itu berasal dari Cina dan Jepang. Di Cina biasanya lampion digunakan pada acara ritual keagamaan, sedangkan di Jepang selain untuk ritual keagamaan sudah digunakan sebagai penerangan dalam ruangan. Ciri-ciri lampion Jepang cenderung menggunakan rice paper sebagai bahan dasarnya.


Seperti keterangan Imran Makmur, salah satu pemilik Tiang Jaler, sebuah usaha dengan kategori handicraft atau bergerak di bidang kerajinan tangan. Lebih lanjut dijelaskan, produk yang dihasilkan usaha yang berlokasi di kota kembang itu berupa lampion/ paper lamp yang terdiri atas beberapa jenis yaitu lampu gantung, lampu meja, lampu standing souvenir, dan lampu pesta/ party lamp. Imran menjalankan bisnis tersebut bersama dengan Aris Wibowo Dwi A. Jika Aris lebih menangani bagian produksi, maka lulusan fakultas Ekonomi Manajemen Unpad ini kebagian mengurus soal-soal keuangan. “Untuk pemasaran kami tangani bersama,” ungkap Imran.


Imran mengaku tertarik dengan usaha kerajinan lampion ini dikarenakan keindahan bentuk lampion itu sendiri. Desainnya yang dinamis membuat lampion dapat dikembangkan menjadi bermacam-macam bentuk. Sejak awal merencanakan usaha Aris maupun Imran bahkan sudah memutuskan agar lampion karya mereka bisa meninggalkan nuansa Jepang dan China, tetapi lebih bersifat Indonesia. Hasilnya, kini lebih dari 80 macam desain lampion baru yang mereka ciptakan. Bentuknya beraneka rupa, ada yang seperti kerucut bersegi segitiga, bentuk-bentuk simetris, serta ada pula berbagai bentuk binatang dan bunga.


Investasi usaha, dikatakan, tidak terlalu besar dan nilainya di bawah nilai Rp 50juta. Antara lain digunakan untuk membeli peralatan serta bahan, yaitu rotan, kertas khusus serta bahan pewarna. Sebagian besar produk dikerjakan berdasarkan adanya order terlebih dahulu, biasanya dengan sistem jual putus. Selain itu kadang-kadang terdapat pula produk untuk persiapan pameran atau pun saat melayani permintaan konsinyasi. Dengan jumlah karyawan tetap sebanyak 6 orang sebulan Tiang Jaler mampu memproduksi sekitar 500 buah. Pada akhir tahun sampai dengan awal tahun biasanya jumlah penjualan meningkat, sehingga bengkel ini bisa memproduksi hingga ribuan lampion dan tentunya memerlukan tambahan beberapa tenaga perajin.


Meski bahan dasarnya simpel, yakni kertas dan rotan, tetapi menurut Imran yang susah justru terletak pada proses pembuatannya. Sebuah model yang bagus harus dibuatkan cetakannya daan diproses hati-hati supaya hasilnya sempurna. Maka pada saat melayani pesanan baru, faktor kesulitan pada waktu proses pembuatan akan menentukan harga jual. Sehingga harga bervariasi mulai puluhan ribu sampai dengan ratusan ribu. Di samping itu banyak-sedikitnya jumlah pesanan juga mempengaruhi harga satuan. Sedangkan saat ini omzet penjualannya sekitar Rp 18 juta-Rp 20 juta per bulan.


Diungkapkan pula pada masa-masa awal usaha tahun 2002 strategi penjualan produk lebih banyak dilakukan dengan cara mengikuti pameran hingga beberapa kali dalam setahun mengambil lokasi di beberapa kota besar seperti Jakarta, Yogyakarta dan Semarang. Sedangkan cara lain dengan mengandalkan relasi yang sudah menjadi pelanggan tetap, khususnya yang tinggal di kota-kota besar di luar pulau Jawa seperti Makasar dan Balikpapan. “Saat ini selain tetap mengikuti pameran, kami lebih cenderung mengandalkan pemasaran lewat referensi pelanggan-pelanggan setia kami dan melalui website di www.tiangjaler.com,” ungkap Imran.


ANALISA USAHA PEMBUATAN LAMPION

Biaya Bahan Baku

- Kertas khusus (kertas singkong atau rice paper)

Rp. 600.000,-

- Rotan

Rp. 300.000,-

- Bahan Pewarna

Rp. 100.000,- +

Total

Rp. 1.000.000,-

Penjualan Produk


*1000 x Rp. 10.000,- = Rp. 10.000.000,-


Keuntungan Kotor


Rp. 10.000.000,- - Rp. 1.000.000,- = Rp. 9.000.000,-

*Catatan
Jumlah hasil akhir produksi tergantung pada tiap desain. Diasumsikan produk
dihasilkan sebanyak 1000 buah lampion kecil dengan harga @Rp. 10.000,-.
Lampion adalah termasuk kategori hasil seni sehinggga harga dapat bersifat subyektif. Contoh di pasaran harga berkisar antara Rp. 10.000,- - Rp. 300.000,-


Imran yakin usaha ini masih memiliki peluang sangat besar mengingat kecenderungan desain interior pada saat ini lebih mengarah kepada desain modern minimalis sehingga produk lampion sangat cocok digunakan untuk aplikasi tersebut. Walaupun begitu ia tidak menampik adanya masalah yang bisa menjadikan batu sandungan.


Sama seperti yang dialami banyak pengrajin lainnya, kendala terbesar kami adalah pengrajin yang dapat memproduksi dengan kualitas baik serta loyal,” akunya. Tetapi ditambahkan hal itu tetap tidak menyurutkan optimisme mereka. Karena SDM dapat diperoleh melalui pemberdayaan anak-anak muda di sekitar tempat usaha yang memiliki kreativitas yang tinggi serta banyaknya sumber seni dan desain seperti dari mahasiswa seni rupa dan desain ITB.


Sementara itu agar produk semakin diterima oleh pasar, seperti dikatakan, ditempuh dengan upaya terus melakukan inovasi dalam hal desain produk yang mencirikan Tiang Jaler memiliki produk-produk yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Target pasar yang dibidik cukup luas, meliputi bidang entertainment misalnya sebagai latar/ setting program televisi, wedding party, interior cafe, live show (panggung musik) dan banyak lagi. Sedangkan agar pasarnya semakin bertambah luas, disamping membuat produk-produk untuk dekorasi mereka juga akan mulai mengembangkan ke arah retail dan berencana dapat membuka outlet di Jakarta pada tahun 2007.


Saat ini selain produk lampion kami juga mengembangkan produk lampu yang cocok untuk interior café atau restoran,” tutur lajang kelahiran Medan ini. “Ke depannya kami ingin lebih memperkenalkan lampion kepada masyarakat sebagai alternatif dekorasi yang tidak kalah bagusnya dengan dekorasi yang saat ini lebih cenderung menggunakan bunga dan kain,” tambahnya. Membuat lampion untuk penerangan rumah-rumah tinggal? Sepertinya sebuah garapan bagus yang pantas dijadikan peluang. Selamat mencoba! [pengusaha/wiyono]

Mengais Rejeki dari Bakso Ceker

Mungkin sudah ribuan orang yang menggeluti bisnis bakso. Tetapi selalu ada peluang untuk pemain baru, termasuk Edi Supriadi, pemilik Bakso Ceker Priangan.


Jumlah peminat bakso tidak pernah berkurang. Makanan ini juga tidak bersifat musiman, seperti jajanan yang lain. Karena dua hal itu, peluang bisnis bakso bagi pemain baru selalu terbuka, termasuk Bakso Ceker Priangan.
Dengan sedikit memodifikasi menu, bakso ceker milik Edi Supriadi terlihat berbeda dengan bakso-bakso yang sudah lama eksis. “Semula kami mengandalkan bakso tahu kuah, tetapi belakangan justru bakso ceker justru yang naik daun,” ujar anggota Tangan Di Atas (TDA) ini, di resto baksonya, Mall Depok Lantai III.


Sebelum membuka gerai di area makanan tradisional food court Mall Depok, Edi dan istrinya telah lama menggeluti bisnis bakso ini. Namun pada waktu itu bisnisnya hanya bersifat ‘iseng’. “Kami hanya melayani pesanan orang. Tetapi tiap bulan ada saja yang memesan. Kadang 100 porsi, tak jarang 200 porsi lebih. Justru para pelanggan inilah yang menyarankan kepada kami untuk membuka gerai,” ujar pria kelahiran Banjar Patroman, Ciamis ini.


Meski belum genap setengah tahun buka, Edi mengaku penjualannya sudah cukup lumayan. Apalagi pada akhir pekan. “Kalau ada acara khusus, seperti ulang tahun sebuah radio di Depok beberapa waktu lalu, bakso kami ludes,” terang account executive PT Percetakan Indo Nasional ini.

Bahkan Edi bertekad untuk membuka gerai-gerai berikutnya. Namun, ia mengaku masih terkendala modal. “Sekarang kami sedang mengusahakan untuk mendapatkan modal tambahan,” kata Edi yang sudah membuka satu warung lagi di daerah Lenteng Agung ini.


Sambil menunggu datangnya modal, Edi juga sudah melakukan survei tempat yang dinilainya strategis. Ia sangat yakin, jika mendapatkan tempat strategis, perkembangan baksonya akan lebih cepat lagi. “Dari sisi rasa saya berani mengadu dengan bakso-bakso yang sudah mapan,” jelas Edi seraya menyebutkan rahasia bumbu terletak di tangan istrinya.


Bahkan karena sangat optimistis terhadap masa depan bisnisnya ini, suatu saat nanti Edi akan konsentrasi kepada pengembangan usaha. Artinya, ia akan berpindah kuadran menjadi seorang pengusaha bakso dan akan menanggalkan status kekaryawanannya.


“Kalau ada kenalan yang tertarik dengan bisnis ini kita bisa jalan bersama-sama Pak,” katanya. Siapa yang tertarik dengan peluang ini? [pengusaha/
sukatna]

Menanam Waluh, Memanen Emping

Nilai ekonomis suatu makanan bukan terletak pada bahan dasarnya, tetapi terletak pada kreatifitas dalam mengolahnya. C. Titiek Suryati berhasil mengolah waluh menjadi jenang dan emping sehingga bisa mengangkat nilai tambah labu kuning ini.


Waluh, begitu orang Jawa menyebut buah yang tergolong sayuran ini. Sebagai sumber pangan, labu, begitu nama lainnya, tidaklah asing bagi masyarakat kita. Kendati pengolahannya masih sebatas itu saja. Padahal, buah dari tanaman merambat ini juga sumber serat kaya manfaat, terutama bagi kesehatan. Jadi, bukan sekadar memberi peragaman menu dapur. Telah banyak bukti diungkap oleh para pakar gizi dan kesehatan tentang manfaat pumpkin, begitu orang bule menyebutnya, bagi kesehatan, seperti mengobati tekanan darah tinggi, arterosklerosis (penyempitan pembuluh darah), jantung koroner, dan diabetes mellitus (kencing manis), menurunkan panas, serta memperlancar pencernaan. Bahkan bisa pula untuk mencegah kanker.

Walau sepintas berasa “dingin”, tapi kandungan gizi buah yang bernama Latin Cucurbita Moschata ini cukup beragam. Dalam setiap 100 gr labu kuning, namanya yang lain lagi, terkandung 34 kalori; 1,1 protein; 0,3 lemak; 0,8 mineral; dan 45 mg kalsium. Di samping juga serat, vitamin C dan vitamin A, serta air. Melihat kandung-an gizinya yang sedemikian rupa, harap maklum bila olahan waluh sa-ngat baik dikonsumsi dari anak-anak hingga orang tua. Apalagi, soal rasa tak perlu diragukan lagi.


Berkaitan dengan itu, sejak 1998, C. Titiek Suryati memproduksi jenang dan emping waluh. Bersama dengan tujuh karyawannya yang dibagi menjadi tenaga masak, pemasaran, dan loper, perempuan yang disapa Titiek ini setiap bulan menghasilkan 300 kg jenang waluh yang dijual dengan harga grosir Rp18 ribu/kg dan harga eceran Rp20 ribu/kg sampai Rp22 ribu/kg.


Sedangkan untuk emping waluh yang berasa bawang, keju, barbeque, balado, dan pizza, setiap bulan ia memproduksi 600 kg, yang ditawarkan dengan harga grosir Rp15 ribu/kg dan harga eceran Rp18 ribu/kg hingga Rp20 ribu/kg. “Saat sedang ramai pembeli, kami mampu memproduksi 500 kg sampai 600 kg jenang waluh/bulan dan 50 kg emping waluh/hari,” katanya. Dengan demikian, dalam sebulan, setidaknya Titiek meraup omset Rp15 juta.


Lantas, apa bedanya jenang dan emping dari waluh ini dengan jenang dari ketan atau gula merah dan em-ping melinjo? “Jenang dan emping waluh kami tidak lengket di gigi ketika disantap dan bergizi. Selain itu, kandungan gula pada waluh, aman bagi penderita diabetes,” jelas Titiek yang melabeli produknya “Serasi”.


Namun, untuk menjaga kekentalan jenangnya dan keawetan produknya, dalam pro-ses produksi, ia mencampuri waluh dengan gula pasir kualitas nomor satu, sehingga panganan yang dapat dijumpai di Ungaran dan Semarang ini mampu bertahan empat bulan hingga lima bulan.


Serasi” yang berada di bawah bendera UD Adhie ini, dibangun dengan modal awal Rp100 ribu yang digunakan untuk membiayai pembelian bahan baku dan bahan tambahan lain. Dengan berjalannya waktu, modal ini membengkak menjadi Rp10 juta dan akhirnya Rp25 juta rupiah.


Soalnya, dulu, harga waluh cuma Rp300,-/kg, sedangkan sekarang sekitar Rp1.000,-/kg. Padahal, kami membutuhkan 10 kg sampai 25 kg setiap kali berproduksi. Untungnya, waluh gampang dijumpai di Semarang,” ujar wanita yang mengaku sering menerima retur dan terpaksa membuang produknya karena terlanjur kadaluarsa.


Pada dasarnya, banyak bahan pangan lokal Indonesia yang mempunyai potensi gizi dan komponen bioaktif yang baik, tapi belum dimanfaatkan dengan optimal. Di duga, salah satu penyebabnya adalah keterbatasan pengetahuan masyarakat akan manfaat komoditas pangan tersebut. Waluh, termasuk komoditas pangan yang pemanfaatannya masih sangat terbatas. [pengusaha/russanti lubis]

Menaklukkan Metropolitan dengan Modal Kepercayaan

Bermodalkan uang pinjaman dari seorang teman, Bukhari Usman membangun PT Tachimita Hoka Utama. Kendati sempat jatuh bangun, kini usahanya terus berkembang.


Apakah orang harus memiliki setumpuk uang untuk bisa memulai bisnis? Jawabannya: mungkin iya, tetapi tidak harus. Banyak modal lain yang bisa dijadikan pijakan awal untuk mendirikan bisnis, misalnya saja keahlian, jaringan, kejujuran atau kepercayaan atau kombinasi dari ketiganya. Jadi uang bukan segala-galanya. Hal ini telah dibuktikan sendiri oleh Bukhari Usman ketika awal-awal membangun PT Tachimita Hoka Utama, perusahaan pemasok plastik, tisu, bahan-bahan kimia, mesin high pressure. Dan belakangan, bakal merambah menjadi pemasok ban untuk alat-alat berat.


Namun bukan persoalan yang mudah membangun usaha yang mapan di tengah kerasnya kehidupan metropolitan, apalagi tanpa uang di tangan. Bukhari harus terjerembab beberapa kali. Ini membutuhkan ketegaran dan ketabahan tersendiri.


Bermodalkan uang Rp 50 ribu, Bukhari berangkat dari Aceh untuk mencoba peruntungannya di kota metropolitan. Ketika menginjakkan kakinya di Jakarta, 1996, uang yang tersisa tinggal Rp 3.000.


Bekal uang itu saya peroleh dari penagihan piutang ketika saya berjualan di koperasi sewaktu di Aceh dulu,” kenang alumnus Fakultas Teknik Mesin Universitas Syah Kuala yang pernah berdagang nasi bungkus semasa kuliah ini.


Menumpang di tempat kakaknya, Bukhari mulai mengajukan lamaran ke sejumlah perusahaan. Tiga bulan berlalu, tak satu pun lamarannya membuahkan hasil. Kebiasaannya merokok pun terpaksa ia hentikan karena tidak memiliki penghasilan. “Saya malu karena terus menerus meminta uang rokok pada kakak. Terpaksa saya berhenti merokok, bukan karena sadar kesehatan tetapi karena memang tidak ada uang,” ungkap pria yang suka bercanda ini.


Pekerjaan pun tak kunjung datang, maka ia kembali pulang ke Aceh. Beban moral menghimpit dadanya. “Saya takut kegagalan ini menurunkan motivasi adik-adik kelas yang masih menempuh kuliahnya. Apa gunanya kuliah susah-susah kalau sulit mencari pekerjaan? Pasti pertanyaan itu muncul di benak mereka sewaktu melihat kegagalan saya,” ujar Bukhari.


Tak tahan dengan beban moral ini, Bukhari kembali ke Jakarta. Setiap hari kegiatannya hanya menulis surat lamaran. Namun, untuk kali ini membawa hasil. Sebuah perusahaan di Cilandak memanggilnya untuk mengikuti tes. Dari 32 calon, tersaring empat orang. Namun dalam tes terakhir Bukhari gagal, karena karyawan yang dibutuhkan hanya dua orang. “Kegagalan itu membawa hikmah karena saya ketemu Pak Arfan. Beliau yang asli Makassar ini menawari pekerjaan sebagai supervisor produksi di Eveready,” kenangnya.


Namun baru 1,5 bulan bekerja, Bukhari diterima sebagai karyawan Trakindo, yang sejak semula ia incar. Dengan rasa sungkan ia ungkapkan persoalan ini ke Arfan. “Tetapi Pak Arfan justru mendukung saya. Beliau tidak tersinggung malah menyemangati,” tutur Bukhari.


Setelah mendapatkan training, Bukhari yang diterima di bagian Service Analysis ini kemudian ditugaskan ke Kalimantan Timur. Lantas bertugas ke Papua. Selama bertugas di pulau paling timur Indonesia ini, Bukhari sempat pulang ke Aceh untuk menyunting Narulita. Namun ia tidak kerasan tinggal di Papua.


Daripada dipecat lebih baik saya pulang ke Jakarta. Waktu itu tengah krisis moneter. Di Jakarta ketemu dengan partner dari Amerika. Saya dikirim ke Newmont, di Nusa Tenggara Barat, namun hanya betah seminggu. Akhirnya saya mengundurkan diri, pada Januari 2000,” ujarnya. “Istri saya menangis, bapak saya kaget ketika mengetahui saya mengundurkan diri. Padahal saat itu saya tidak mempunyai pekerjaan,”


Kesulitan baru mulai ia hadapi. Untuk menyambung hidupnya, Bukhari berjualan celana jeans. Celana yang ia beli dengan harga Rp 25 ribu per potong dijual Rp 100 ribu dua kali bayar. “Sejak saat itu saya bertekad tidak ingin mencari pekerjaan tetapi ingin menjadi pengusaha,” ucap bapak dari Cut Kemala Hayati, Rais Hidayatullah dan Cut Mutia Rahma ini.


Ia mulai menawarkan proposal sebagai pemasok kebutuhan bahan kimia ke Trakindo. Maret 2000, proposalnya tembus dan mendapat order Rp 38,85 juta. Mestinya Bukhari senang, tetapi ia justru kelimpungan karena tidak memiliki modal.“Saya telepon Pak Fauzi (Iskak, bos BeKaos). Ternyata beliau menyanggupi untuk memberikan pinjaman. Dengan naik angkot saya menemui Pak Fauzi dan meminjam Rp 20 juta. Pak saya pernah mendengar uang sebesar ini tetapi baru sekarang memegangnya. Melihat keluguan saya, Pak Fauzi menjadi trenyuh dan percaya,” kata Bukhari mengenang. Padahal sebelum transaksi ini keduanya baru bertemu sekali.


Belum sempat uangnya cair, lagi-lagi Bukhari mendapat order. Ia butuh modal lagi Rp 80 juta. Dan lagi-lagi, Fauzi Iskak menyanggupinya. Bukhari membayar kepercayaan ini. Setelah uangnya turun ia mengembalikan pinjaman tersebut. Pada Mei 2000 ia mendapat order lagi dan butuh modal Rp 90 juta. Fauzi Iskaklah dewa penolongnya. “Pak uang yang saya serahkan ini senilai satu mobil,” Bukhari menirukan Fauzi.


Bukhari kaget mendengar pernyataan Fauzi ini. Ia mengira Fauzi tidak percaya kepadanya. “Kalau setelah Bapak menyerahkan uang ini tidak bisa tidur, lebih baik saya tidak mengambilnya. Ternyata, yang dimaksud beliau adalah bisnis ini sudah besar sehingga sudah waktunya saya mendirikan usaha dengan bendera sendiri, karena selama ini saya menggunakan bendera orang lain,” imbuh satu-satunya anak laki-laki dari pasangan Usman-Maryam ini.


Atas saran Fauzi, 27 Mei 2000 Bukhari mendirikan PT Tachimita Hoka Utama.Tachimita Hoka dalam bahasa Aceh berarti coba cari kemana. “Ini sebagai instruksi bagi diri saya sendiri untuk selalu berusaha dan selalu mencari peluang,” terang pria ramah ini.


Meski bendera bisnis telah didirikan, dan order mulai berdatangan bukan berarti kesulitan telah terlampaui. Berkantor di rumah kakaknya tanpa fasilitas komputer dan fax, tentu saja sulit bagi Bukhari untuk bisa meningkatkan pertumbuhan usahanya secara signifikan. Ia mulai mencari talangan dana untuk membeli komputer dan fax, karena selama ini order difax melalui wartel milik tetangga. Setelah enam bulan memiliki komputer dan fax, usahanya berkembang pesat. Bukhari mengontrak sebuah rumah di dekat pemakaman umum. “Kata orang angker, tetapi karena sewanya murah saya ambil kontrak dua tahun,” ujarnya.


Baru seminggu pindah kantor, Bukhari sudah berhasil membeli mobil Kijang. Satu tahun sesudah itu Bukhari berhasil membeli rumah di Kompleks Merpati, seluas 365 M2, waktu itu seharga Rp 200 juta. “Saya pindah ke rumah, meski kontraknya masih sisa satu tahun.”


Tiga bulan kemudian ia berhasil membeli ruko senilai Rp 350 juta di Jalan Peta Selatan. Karena uangnya kurang, separuhya ditalangi bank. Ia juga mulai memikirkan ekspansi usaha ke bisnis minimarket di daerah Peta Selatan dan Peta Barat. Alih-alih mendongkrak penghasilan, justru bisnis minimarket membuatnya kelimpungan. “Pada waktu juga banyak tempat perbelanjaan yang lebih besar. Jadi ibaratnya saya berjualan bensin di belakang SPBU. Masih mending kalau di depannya, ini di belakangnya,” katanya mengambil perumpamaan.


Karena mengurusi minimarket, order bahan-bahan kimia, plastik dan tisu turun drastis. Ia kembali merintis dari nol. Namun, berkat kejujuran dan keuletan bisnis yang sempat ia cuekin ini pulih kembali. Selain order dari Trakindo, Tachimita juga mendapatkan order dari sejumlah perusahaan lainnya. Bahkan untuk keperluan khusus beberapa hotel berbintang lima memesan plastik dari Tachimita.


Uniknya, para pelanggan saya banyak yang belum ketemu muka. Semua transaksi berdasarkan atas saling percaya. Bahkan pelanggan yang belum pernah bertemu muka dengan saya sering memberikan rekomendasi kepada temannya. Jadi marketingnya berantai,” sebut pria yang menomorkan satukan kejujuran dan kepercayaan dalam berbisnis ini.


Berdasarkan pengalaman itu, Bukhari hanya akan berekspansi ke bisnis yang masih terkait dengan alat-alat berat dan pertambangan. Selain memasok Tachem (Tachimita Chemical), ia juga merambah ke high pressure dan ban kendaraan peralatan berat. Untuk high pressure semula ia mengimpor dari Cina. Tetapi belakangan ia mengimpor high pressure bermerek Idro Base dari Italia. Bahkan secara lesan ia sudah ditunjuk sebagai sole agent untuk Indonesia. “High pressure dari Italia kualitasnya terjamin. Lagipula kalau sudah menunjuk suatu perusahaan sebagai sole agent semua distribusi di Indonesia harus melalui perusahaan itu. Berbeda dengan produk Cina, siapa pun bisa mengimpornya,” papar Bukhari.


Kehidupan Bukhari saat ini jauh lebih baik dibandingkan 10 tahun lalu ketika ia pertama kali menginjakkan kaki di Jakarta. Itu semua berkat kejujuran, kepercayaan dan pertemanan. Dan tentu saja keuletan. [sukatna/pengusaha]

Entrepreneur Daily

Franchises

E-Business

Sales and Marketing

Starting a Business