Pekerjaan oleh Careerjet

Peluang Usaha dan Bisnis 2008

Wirausaha.com

Tempointeraktif.com - Ekonomi

Dinas Peternakan Jabar

Minggu, 20 Juli 2008

Trik Produsen Tahu; Potong Jalur Distribusi

Oleh: Roro Sawita

Awal Januari 2008, tahu dan tempe menjadi pembicaraan public. Kali ini bukan kisah orang keracunan tahu atau ada bakso tahu yang berformalin. Tapi soal harga kedelai yang naik tajam. Praktis, harga tahu dan tempe ikut naik. Bahkan makanan murah kaya protein milik orang miskin ini sempat hilang dari peredaran.

Melambungnya harga kedelai disebabkan kenaikan pasokan kedelai impor dari Amerika dan Brazil. Belum lagi ada importir nakal yang menumpuk bahan baku. Menurut Wiji, pengusaha tahu tempe di Jl Pedungan gang Melati no 20, Denpasar, produsen memang menggantungkan usahanya dari kedelai impor. Untuk kota Denpasar, mereka membeli dari koperasi Multi Makmur di jl Kebo Iwa. Para pengusaha itu bukannya tidak mau menggunakan bahan lokal. Namun disinyalir kedelai lokal memiliki kualitas yang tidak baik dan sulit dicari karena tergantung musim. “Kedelai lokal adanya musiman dan hasilnya juga tidak bagus,” ungkap Wiji.

Terhitung 11 Januari 2008 harga kedelai mencapai Rp 7600/kg. Dua minggu sebelumnya 7400/kg. Harga tersebut mulai merangkak naik pasca lebaran tahun lalu. Sedangkan normalnya berkisar Rp 4000/kg. Kenaikan tersebut memaksa para pengusaha tempe tahu melakukan penghematan di sana sini. Biasanya pembelian kedelai dilakukan dalam partai besar. Sekali beli mereka bisa sampai satu ton untruk produksi seminggu. Sekarang hanya dapat membeli sekarung untuk sehari atau dua hari. Penghematan juga dilakukan pada besarnya ukuran tempe tahu. Ukurannya kini makin kecil dan menipis. Yang turut menyelamatkan usahanya, lanjut Wiji, adalah penggunaan bahan bakar. Kebanyakan pengusaha tempe tahu di Denpasar tidak menggunakan gas LPG namun serbuk kayu gergaji yang dibeli seharga Rp 1.000 per karung. Ampas tahupun turut membantu karena bisa dijual sebagai bahan pangan ternak babi dengan harga Rp 3.000 per karung.

Senada dengan Wiji, Sampir pengusaha tempe tahu di Jl Pulau Saelus, Denpasar turut mengalami hal serupa. Ia tidak berani menaikan harga jual karena sebelumnya tidak ada kesepakatan antar pengusaha. Bila menaikan harga sepihak maka ia ketakutan pelanggannya lari ke penjual lain. Proses pemotongan jalur penjualanpun turut dilakukan. Jika dulu para produsen bisa menjual pada pengecer maka sekarang mereka menjual langsung pada konsumen. “Sekarang susah kalau jual ke orang yang mau ngecer, mau dijual berapa. Untungnya saja sudah kecil, yang penting usaha saya bisa jalan saja,” kata Sampir.

sumber: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhu3-qnFTI9a0AlQQ1n52HshLHN5tyxPUAkghsFWEopsUqZAvd5fZtgn9liJe9ppXoROZfAe88il6K2DaDlVZ-rOpKHW1uquhZVtFWXc-wyV0UlCqZinAhuetzmCZjanjoSc-ocS9jBKsE/s1600-h/3+JUAL+TAHU.jpg

Unggul Dengan Kaos Sendiri

Oleh: Wayan Nita

Tidak semua orang dikaruniai kejelian membaca peluang usaha. Sikap dasar kreativitas dan inovasi adalah kunci awal mengembangkan usaha tertentu. Lalu dipupuk kerja keras, ketekunan dan kesabaran.

Gusti Ngurah Anom salah satu putera daerah yang jeli memanfaatkan arus wisatawan yang berkunjung ke Bali. Dalam benaknya tergambar bisnis cinderamata alias oleh-oleh khas Bali. Setelah puas menikmati keindahan alam dan pesona budaya Bali, wisatawan akan mencari oleh-oleh untuk sanak keluarga, sahabat maupun teman-teman.

Lalu pria yang akrab dipanggil Pak Cok mulai menggarap segmen oleh-oleh berupa baju kaos khas Bali. Pemilik KRISNA Oleh-Oleh ini, awalnya belum terpikirkan membuat pusat oleh-oleh di Denpasar. Sebelumnya ia hanya mempunyai pusat konveksi yang juga beralamat di Jl. Nusa Indah No 77 Denpasar. Berdasarkan pengalaman banyaknya wisatawan yang membeli oleh-oleh berupa baju kaos malah terpikir oleh Pak Cok untuk membuat pusat oleh-oleh. “Yang membedakannya dengan pusat oleh-oleh lainnya adalah dengan adanya kaos buatan Cok Konveksi milik kami. Dan kaos tersebut lebih main ke karikatur,” ungkap Pak Cok.

Pernak-pernik khas Bali tersedia di KRISNA, seperti aneka camilan, kaos anak-anak dan dewasa, batik, tas kreasi, alat musik klasik, aksesoris pria dan wanita, bedcover, lukisan, kain pantai, layang-layang, pernik kayu, sandal sepatu hingga frame foto. Harga pun bervariasi mulai dari seribuan hingga ratusan ribu. Meskipun harganya murah, lanjut Cok, tapi barangnya berkualitas karena diambil langsung dari produsennya di Gianyar. Pusat oleh-oleh yang mulai buka pukul 09.00-22.00 WITA ini sangat mengedepankan kualitas barang dan servis pelayanannya. Hal tersebut terlihat dari kerapian tempat yang disusun beraturan juga karyawannya yang menggunakan seragam. Pemakaian seragam ini, tegas Cok, adalah untuk membedakan antara tamu dengan karyawan dan agar terlihat lebih rapi.

Tempat yang nyaman namun jauh dari keramaian tak membuat KRISNA kekurangan pengunjung. Banyak wisatawan yang berdatangan untuk membeli oleh-oleh atau sekedar jalan-jalan. Meskipun di Bali sendiri sudah ada pusat oleh-oleh terkenal yaitu Sukawati bukan berarti dengan didirikannya KRISNA bisa mengurangi omset penjualan barang di Sukawati. Karena menurut Cok, pasar wisatawan sudah terbagi-bagi dan semua kembali ke wisatawannya sendiri mau belanja oleh-oleh di mana. )***

Panorama Glamoritas Di Daerah Tegal Boto


OLEH: AF Romadhona*

KESAN glamour dan mewah sepintas terbersit dibenak seseorang kala melintas di daerah Tegal Boto, Kecamatan Sumbersari, Jember, jawa Timur. Panorama dengan suguhan pernak-pernik khas sebuah kota seakan tidak bisa dihindari. Beberapa kompleks pertokoan busana tampak memadati pinggiran Jl Jawa dan Kalimantan. Sesekali ada lokasi hiburan berupa cafe, rental VCD, Playstation maupun multiplayer. Jika yang melintas bukan orang asli Jember atau orang yang baru pertama kali bertandang ke kawasan itu, pasti bertanya-tanya. Mereka mengira jika daerah Tegal Boto adalah pusat perbelanjaan dan rekreasi masyarakat Jember.

Yang justru menggelisahkan, aneka pertokoan yang ada tidak mendukung keberadaan pelajar atau mahasiswa yang menuntut ilmu di sekitar kawasan. Apakah benar Tegal Boto sebagai pusat rekreasi untuk masyarakat Jember? Ya, bisa benar dan bisa tidak. Benar karena fakta memang demikian. Bagi masyarakat yang ingin mendapatkan busana atau pelengkap penampilan dalam ragam gaya yang tidak ada di tempat lain, bisa didapat di kawasan itu. Di daerah ini pun masyarakat bisa akrab dengan wisata belanja.

Tidak benar bila Tegal Boto sebagai lokasi rekreasi. Ada argumentasi yang menyatakan, kawasan itu sebagai wilayah pendidikan. Argumentasi ini bukan asal bicara, tetapi berdasar pada SK Bupati Jember 1987 yang menyatakan Tegal Boto sebagai kawasan pendidikan (Ideas, edisi XVII). Jika aturan sudah ada, penegak hukum pun harus ada sebagai penjaga aturan. Lantas, mengapa faktanya justru sangat kontras? Itulah salah satu potret buram kisah penegakan hukum di Indonesia.

Selain pemerintah, bagaimana dengan masyarakat sendiri? Bagaimana dengan mahasiswa maupun pelajar yang tinggal di Tegal Boto? Adakah kerisauan yang ditunjukkan dengan aksi-aksi intelektual? Yang menguat, justru semua pihak merasa nyaman dengan kondisi sebenarnya. Yang bakal terteguh adalah kekhawatiran selintir pihak atas terbentuknya negara pasar dan bangsa konsumen, -- negara yang merealisasikan sendi-sendi ekonomi pasar. Siapa yang bermodal kuat terus meneguhkan keberadaan modal. Atau bahkan justru monopoli pada sektor-sektor tertentu. Sedangkan bangsa konsumen? Ya, sebatas bangsa yang hanya berpangku tangan kala diajak untuk berkreativitas tapi begitu giat menggunakan hasil industri.

Mengapa terwujudnya negara pasar dan bangsa konsumen menjadi sangat membahayakan bagi kehidupan bernegara? Distribusi sumber daya yang sejatinya untuk kemaslahatan masyarakat luas hanya dinikmati segelintir golongan. Sedangkan untuk masyarakat tinggal menjadi masyarakat candu yang berkarakter ketergantungan. Jika masyarakat memiliki tingkat ketergantungan tinggi pada pihak luar maka tibalah waktunya penjajahan gaya baru alias penjajahan ekonomi.

Memahami betapa berbahayanya budaya konsumerisme yang akhirnya akan mewujudkan negara pasar dan bangsa konsumen, maka belum terlambat kiranya semua pihak membangun tekad untuk terus mengasah kreativitas. Pada tahun-tahun jelang ekonomi pasar bebas, masyarakat harus membentengi diri dengan aktivitas ekonomi yang berskala mikro. Setiap anggota masyarakat harus mampu melakukan produksi. Industri harus digiatkan sampai pada struktur masyarakat terendah sekalipun, -- rumah tangga. Dengan cara itulah, diharapkan tercipta masyarakat yang berkemandirian dan mampu menciptakan kesejahteraan sendiri. (Mahasiswa FISIP Universitas Jember)

Kerajinan Kepompong Ulat Sutra

Isi Waktu Luang Yang Produktif


OLEH: NI WAYAN NITA

Ulat sutra identik dengan benang yang disulam menjadi kain cantik dengan harga mahal. Tapi siapa sangka, rumah ulat sutra atau kepompong juga dapat menghasilkan uang. Di tangan Suandewi, pemilik Suvanahana Cocooncraft, kepompong ulat sutra diubahnya menjadi perhiasan unik nan cantik. Untuk mendapatkan kepompong tidak terlalu sulit karena Suandewi punya tenaga pengepul. Baik ulat sutra murbei yang dibudidayakan maupun yang hidup di alam bebas. Dan kebanyakan kepompong tersebut didapatkannya dari Sulawesi dan Jawa.


Berawal dari kesukaanya membuat barang kerajinan, Suandewi mulai tertarik dengan kepompong. Karena ulat sutra hanya dimanfaatkan benangnya saja, sedangkan kepompongnya dibuang dan menjadi sampah. Jiwa seni dan jiwa dagang yang dimiliki Suandewi sejak kecil, membuat istri dari Budi Darma ini memanfaatkan kepompong yang dibudidayakan di Sulawesi dan Jawa. Waktu luangnya sebagai ibu rumah tangga diisi dengan membuat aneka perhiasan dari kepompong tersebut. Perhiasan pertama yang dihasilkan awalnya hanya digunakannya sendiri tapi lama kelamaan banyak temannya yang memesan.


Kepompong yang diperolehnya dari pengepul diubahnya menjadi aneka macam perhiasan. Seperti, jepit rambut, kalung, cincin, bros, giwang, hiasan sanggul, hiasan sandal hingga kap lampu. Hanya dengan harga Rp 12.000 - Rp 85.000, perhiasan cantik dari kepompong sudah bisa didapat. Tidak hanya perhiasan dengan warna asli kepompong saja (putih dan keemasan), tapi juga beraneka macam warna. Dibantu dua belas tenaga produksi, Suandewi, ibu dua anak ini membuat sendiri perhiasan tersebut dengan cara manual.

Menurut Suandewi, perhiasan yang dihasilkan awalnya dijual satu tempat dengan toko kelontong milik ibunya. Semula tidak ada keinginan untuk membuka galeri, lanjut Suandewi, tapi karena perhiasan yang dibuat semakin banyak dan pengunjungnya juga ramai. Terpaksa akhirnya membuka galeri di depan rumah, di Jl Pulau Misol Gg. VIII/5 Denpasar. Berdasarkan informasi dari mulut ke mulut, kini galeri milik Suandewi ramai dikunjungi tamu. Tak hanya dari dalam negeri, tamu asing pun banyak yang membelinya sebagai cinderamata. )***


Sumber: http://bisnis-koranpakoles.blogspot.com/2008_03_16_archive.html

ALUMNI UK PETRA TEMUKAN METODE TERJEMAH AL QURAN RLQ

Salah seorang alumni Fakultas Teknik Sipil Universitas Kristen Petra Surabaya, Ir H Aris Gunawan, menemukan metode membaca Al Quran A Revolutionary Way In Learning Qur`an (RLQ).

"RLQ merupakan metode belajar cepat terjemah menuju khatam dan paham sistem 99 jam," ujar Ustadz Aris dengan didampingi Dirut PT Java Pustaka Group, Dr Mufti Mubarok di Masjid Nur Iman Surabaya, Minggu (23/9).

Masjid Nur Iman merupakan masjid yang digagas Gubernur Jatim, Imam Utomo yang berlokasi di Komplek Perumahan Margorejo. Gubernur Imam Utomo merupakan peserta kehormatan RLQ.

Aris yang kini mengasuh Ponpes Nuur Al Quran mengatakan metode praktis RLQ telah diujicobakan di pesantren dan lembaga pendidikan lain selama kurun waktu 23 tahun lebih.

Aris mengatakan RLQ mempunyai metode yang berbeda dibanding metode sejenis. "Perbedaan yang mendasar adalah pengkategorian RLQ terbagi dalam tiga `gate` pembelajaran," katanya.

Tiga "gate" pembelajaran tersebut adalah kemudahan terjemah yakni penyempurnaan dari model `sorogan` dengan tetap mempertahankan penggunaan kaidah dan istilah nahwu, shorof dan balaghoh.

Kedua, kemudahan tematik yakni pembelajaran menggunakan skema dan alur cerita dengan merujuk tema-tema tertentu.

Ketiga, kemudahan global yakni pembelajaran menggunakan alat bantu visualisasi gambar sesuai topik bahasan.

"Al Quran terdiri dari 99 tema dan satu tema dibaca satu jam, sehingga total 99 jam. Kapanpun bisa dikerjakan," katanya.

Ditanya tentang proses penemuannya, Aris mengatakan saat kuliah dirinya banyak bergaul dengan warga keturunan Tionghoa.

"Teman-teman sering mengeluh umat Islam itu sering membaca Al Quran keras-keras tetapi tidak paham artinya. Setelah saya fikir omongan teman saya itu benar, dari situ saya tertantang untuk menemukan metode yang cepat," katanya.

Sementara itu, Mufti Mubarok mengatakan dengan berbagai keunggulan tersebut, ujar dia, buku dan CD metode RLQ telah direkomendasikan sebagai salah satu buku lanjutan seri pelatihan ESQ.

"Bekerjasama dengan The Dannis Books dan tim Nuur Al Quran, RLQ Production aktif menggelar training terjemah Al Quran di sejumlah kota di seluruh Indonesia. Kami juga telah menggelar training di ITS Bandung," kata aktifis muda Muhammadiyah ini. (HF)


sumber: http://www.rri-online.com/modules.php?name=Artikel&sid=32914

Kamis, 17 Juli 2008

Memulai Usaha Makanan Ringan Tradisional (kripik, Sale, Gorengan Peyek)

Assalamu'alaikum Bpk Supardi

Saya Hadi, berencana memulai usaha makanan ringan tradisional dengan komoditas yang saya sebut di atas kripik singkong dan pisang, sale goreng dan sale asap (jemur) serta peyek kacang. Yang saya tanyakan adalah:

1. Bagaimana langkah pertama saya untuk memulainya apakah harus dengan modal puluhan juta rupiah dan harus ada berapa dana cadanganyang harus saya siapkan?

2. Apakah saya harus menggunakan Brand dan Merk?

3. Kiat apakah yang akan bapak berikan kepada saya untuk bisa mempercepat dan memajukan usaha saya kelak, insya allah tahun 2009 awal kami memulainya.

4. Terima kasih, semoga Allah swt memberkahi Bapak..

Wassalamu'alaikum

HIS

Jawaban

Wa’alaikum salam wrwb.
Selamat Pak Hadi atas rencana Bapak. Saran saya:
1. Besarnya modal awal tergantung pada pilihan Bapak akan skala usaha. Bila Bapak yakin akan usaha ini dan ingin memulai dengan skala besar, ya silakan siapkan modal yang besar. Bila modal Bapak terbatas, silakan mulai dengan modal tersebut. Bila memungkinkan ada dana cadangan, silakan juga diadakan Pak. Resiko bisnis sangat tergantung pada keyakinan dan kemampuan Bapak. Skala usaha yang besar dengan modal besar bila dilandasi oleh keyakinan dan kemampuan, resikonya kecil Pak. Tapi usaha kecil yang tidak dilandasi keyakinan dan kemampuan justru beresiko besar untuk gagal. Nah, bagaimana keyakinan dan kemampuan Bapak berkaitan dengan usaha ini?

2. Merek itu sifatnya wajib Pak, bahkan untuk usaha yang kecil sekalipun.

3. Kiatnya:

A. Berdoa dan tawakal kepada Allah SWT.
b. Yakinlah akan usaha bapak
c. Tetapkan target-target bisnis yang jelas.
d. Belajar tiada henti.
e. Pasarkan usaha Bapak ke pasar yang tepat.
f. Kreatif g. Catat semua transaksi usaha.
h. Bentuk sistem usaha yang baik.
i. Bergembiralah bila ada masalah.

Terima kasih Pak. Tetap tersenyum, tetap semangat.


http://www.eramuslim.com/konsultasi/trp/8424222619-memulai-usaha-makanan-ringan-tradisional-kripik-sale-gorengan-peyek.htm

HOBY KENARI BISA JADI USAHA RINGAN, MURAH DAN MENGUNTUNGKAN

Burung kenari banyak digandrungi orang karena sangat mempesona. Bukan karena poster tubuhnya lencir bak peragawati, bulu indah serta kicauannya (ocehannya) yang merdu. Tapi karena nilai ekonomi burung kenari sangat tinggi. Memelihara kenari yang hanya sebagai hoby, ternyata bisa sekaligus menjadi sebuah usaha yang ringan, mudah dan murah sekaligus bisa menghasilkan keuntungan yang cukup besar. Seperti halnya yang dilakukan Drs. Nurtyas Yunianto MM , warga Depokan I , Jl Retnodumilah Kotagede Yogyakarta. Sebagai penggemar burung ocehan khususnya kenari hanya bermodal murang kurang dari Rp 500.000,- yang dibelinya di sebuah pasar burung di Ngasem. Setelah beberapa bulan kenari dipelihara dan dilatih dengan suara ocehan yang bagus dan dirasa sudah jadi, barulah Nur membawanya kenari miliknya yang diberi nama Sari Kusuma 3 dan 4 itu ke arena kontes lomba. Awalnya lomba yang pertama di tahun 2006 itu membawanya sebagai juara 1 dan 2, setelah kenari Kusuma 3 dan 4 menyisihkan 49 ekor kenari penantangnya. Kemenangan di ulang lagi pada 2007 pada akhir Juli lalu, kenari kusuma 3 meraih dua gelar kejuaraan pada kontes kenari yang diselenggarakan Paguyuban Penggemar Burung Kenari (PAPBURI) DIY. Dua gelar yang diraih pada kelas bergengsi best of the best dan mendapat hadiah Rp 2,5 juta. Karena menjadi jawara kenari milik Nurtyas itu langsung ditawar Rp 7,5 juta. Kehebatan kenari itu bisa mengalunkan lagu selama 47 detik.

Sebenarnya menggemari kenari ini bisa menjadi peluang usaha yang ringan, murah namun menghasilkan keuntungan besar. Awalnya saya hanya ternak untuk mencari bibit bibit unggul untuk sendiri, tetapi selalu ada orang orang yang membelinya dan memesan yang saya ternakan itu, dan dibelinya terus. Jadinya kan hanya hoby dan ternyata menjadi bisnis yang tak disengaja dan menguntungkan cukup besar. Tapi saya tetap sebagai penggemar dan hoby saja pada kenari, tapi kalau ada untung ya itu rejeki, ujar Nurtyas pada Parle yang menemui di rumahnya , Kamis lalu.

Berbeda dengan Wawan Gondang, seorang pegawai di pabrik Gula Gondang baru Klaten ini disamping hoby yang setiap ada kontes lomba burung kenari dimanapun diikutinya dan selalu membawa prestasi juara yang paling tidak masuk 10 besar. Juara pertama pun pernah dialami. Dan dengan kejuaraannya itu kenari yang diberi nama Fiesta I ditawar langsung oleh penggemar lain dengan harga Rp 15 juta. Kendati Wawan yang sudah pegawai pabrik Gula dengan pangkat yang sudah lumayan, penggemar sebagai hoby kenari telah dijuruskan ke bisnis. Di rumah dinasnya komplek PG Madu Baru Gondang Winangun Klaten telah dikelola peternak burung kenari, dengan 3 orang karyawan, bahkan tempat ternaknya juga ada yang di Yogyakarta. Dari hasil ternakanya itu telah ada sekitar 300 ekor burung kenari lebih, baik yang kenari asal impor dari Jerman, dan lainnya. Meski tidak mau menghitung keuntungannya dari ternak kenari ini, kata dia bisa berjalan dan menghidupi usahanya itu sendiri dan tidak menelantarkan karyawannya. ‘ Yah paling tidak nilai aset dari 300 burung kenari itu bisa mencapai Rp l00 juta-an, bahkan modal awalnya tidak sampai puluhan juta rupiah.'

Modal untuk dapat beternak kenari sangat bervariatif, mulai dari setengah juta rupiah atau bahkan kurang dari puluhan juta. Tergantung jenis kualitas burung yang akan diternakan. Misal kenari import minimal harga Rp 1 jutaan . Tempat untuk beternak multi fungsi, bisa ditempel di dinding garasi, ruang tamu atau ruang llainnya yang dirasa nyaman.. Di dalam ternak kenari terdapat azas; sederhana, cepat menghasilkan dan ringan beaya'. Untuk mulai ternak dipilih indukan yang baik dan sehat. Kenari yang sudah dikawinkan dalam jangka 1 minggu sudah bertelur, dan kurang dari satu bulan sudah menetas. Dan anakan dalam umur setengan sampai satu bulanpun sudah laku dijual.Jika dibandingkan dengan ternak ternak lain, ternak kenari lebih banyak kelebihannya yang antara lain modalnya ringan, tidak menimbulkan bau, polusi lingkungan, tidak memerlukan tempaty khusus, hasilnya secaras ekonomi lebih tinggi, pengurusannya mudah, penjualannya gampang mulai dari anakan sampai indukan terdapat nilai jual yang makin meningkat. (albertus wahana, Yogyakarta)

http://www.tabloidparle.com/news.php?go=fullnews&newsid=1012

Sabun Kecantikan Produk Bangkalan Tembus Pasar Asia

Diekspor ke Empat Negara, Disuka karena Natural

Produk komestika terus berkembang dari waktu ke waktu. Persaingan antarproduk sangat ketat. Lihat saja iklan-iklan di televisi, banyak produk untuk kecantikan. Meski demikian, produk kosmetik tradisional masih bisa bersaing. Seperti sabun yang dibuat dari bahan alami dari Bangkalan.

Banjirnya produk kosmetik luar negeri di pasar Indonesia tidak membuat pengrajin di Kabupaten Bangkalan patah semangat. Buktinya, produksi sabun kecantikan asli Bangkalan mampu menembus pasar dunia.

Saat ini sabun kecantikan dengan bahan alami dari bumi Bangkalan sudah diekspor ke empat negara di Asia. Yaitu Jepang, Hongkong, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

"Pasar tetapnya Jepang. Untuk tiga negara lainnya (Hongkong, Malaysia, Brunei, Red) sudah berjalan. Sekarang dalam tahap pengembangan," kata Kasubdin Perindustrian Abdul Rasyid mendamping Kadisperindag H Syaiful Jamal, kemarin.

Ceritanya, sabun tradisional kecantikan buatan Bangkalan itu dikenal pasar luar negeri saat pameran industri rumah tangga di Jakarta beberapa waktu lalu. Termasuk hasil industri rumah tangga lainnya dari Bangkalan, juga diminati pasar luar negeri. "Sampai sekarang ekspornya (sabun) masih berlanjut," kata Rasyid.

Pasar luar negeri berminat sabun tradisional untuk kecantikan buatan industri rumah tangga sari Bangkalan itu karena bahan-bahannya alami. "Masyarakat luar (negeri) sukanya yang natural," tukasnya.

Hj Solehah, produsen sabun kecantikan tradisional itu, mengatakan, sampaikan sekarang pihaknya terus mengekspor sabun bikinannya. Ekspor ke Jepang misalnya, dia mengirim 200 dos (1 dos berisi 20 buah) setiap enam bulan. Sedangkan ke Hongkong sudah mengekspor 20 ribu buah. "Lumayan juga," katanya.

Tak ke luar negeri, penjualan di dalam negeri juga banyak. "Pasar kami mulai Surabaya hingga Jakarta," Solehah.

Menurut dia, ada tiga jenis sabun tradisonal yang dia produksi. Yakni, sabun tradisional kecantikan wajah, badan, dan lulur. "Kalau pasar Jakarta lebih banyak meminta sabun lulur. Sedangkan pasar luar negeri minta sabun wajah," jelas Solehah. (TAUFIQURRAHMAN)

Sumber: Jawa Pos, Rabu, 06 Feb 2008

Kerajinan Merangkai Melati

Industri kerajinan baju pengantin berbahan baku bunga melati rupanya cukup menjanjikan. Ini dirasakan langsung masyarakat di Kelurahan Tunjung, Kecamatan Burneh, Bangkalan. Di daerah tersebut memang dikenal sebagai sentra tanaman melati.

"Karenanya, karajinan tangan merangkai bunga melati ini kini mulai dikembangkan lebih luas lagi," kata Camat Burneh, Drs H A. Fachri MM.

Melihat prospek ekonomi yang menjanjikan itu, hampir di setiap pekarangan rumah warga terdapat pohon melati. Sehingga stok bunga berwarna putih ini selalu tersedia. Bahkan di sejumlah tegalan, tak jarang petani memilih menanam melati dari tanaman produktif lainnya.

"Instansi terkait pun kini meliriknya. Caranya dengan memberi pelatihan pada masyarakat Tunjung dan sekitarnya cara meronce bunga melati dengan aneka variasi," tandas Fachri.

Yang mengherankan, ternyata kerajinan gaun pengantin dari bunga melati ini lebih banyak dikenal masyarakat luar daripada di daerah sendiri. (rd/ed)

Sumber: Jawa Pos, Kamis, 06 Mar 2008

Budidaya Udang Vanname: Bisnis Ringan, Menggiurkan, dan Beromset Besar

Benih Hanya Rp 30 Per Ekor, Dijual Rp 43 Ribu Per Kg

Budidaya udang vanname ternyata cukup menggiurkan. Hanya dalam tempo tiga bulan bisa meraup keuntungan puluhan juta rupiah. Tak heran, Dinas Perikanan dan Kelautan Pamekasan terus memacu petani budidaya agar meningkatkan usaha.

Udang vanname sebenarnya bukan komoditas lokal. Melainkan, komoditas manca yang akhirnya dibudidaya menjadi komoditas lokal. Dari penelusuran koran ini, udang vanname berasal dari Hawai, Amerika Serikat.

Awalnya, induk udang vanname memang berasal dari Hawai. Lalu, dikembangbiakkan di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Dari sanalah udang vanname terus berkembang biak melalui telur.

Nah, udang berumur sekitar 10 hari (disebut noplii) biasanya ditebar ke beberapa areal tambak udang. Sampai juga ke Pamekasan, tepatnya di Kecamatan Galis dan Larangan.

Menurut H Ihsan, asal Desa Montok, Kecamatan Larangan, benih udang vanname biasanya dibeli seharga Rp 30 per ekor dari salah satu perusahaan penyedia di Surabaya. Kemudian, benih itu ditebar di tambak yang berair payau.

"Kalau di air payau tingkat kehidupannya lebih besar. Bisa-bisa sampai 95 persen," katanya. Sedangkan tambak berair asin tingkat hidup udang vanname 80 persen dan tambak berair tawar 30 persen.

Karena itu, petani budidaya udang vanname yang kebanyakan nelayan memilih air payau. Yakni, suatu areal yang biasanya berada di pesisir dengan komposisi perpaduan air tawar dan air asin.

Untuk areal 1 hektare, biasanya, petani menebar benih udang vanname sekitar 250 ribu ekor. Dengan asumsi harganya per ekor Rp 30, untuk benih menghabiskan dana sekitar Rp 7.500.000. Setelah ditebar, benih harus dirawat sesuai dengan teknik budidaya.

Agar berhasil dengan tingkat kehidupan udang vanname tinggi, petani biasanya didampingi pendamping teknik yang difasilitasi dinas kelautan dan perikanan. Pendamping inilah yang membantu memberikan pemahaman dan penjelasan soal pengelolaan dan perawatan udang vanname.

Ihsan menjelaskan, dari lahan 1 hektare yang dimilikinya mampu menghasilkan udang vanname dalam berbagai ukuran. Misalnya, ukuran 70, ukuran 65 hingga ukuran 49. "Maksudnya, setiap kilogramnya berisi sesuai nilai ukuran. Kalau ukuran 70 berarti sekilonya berisi 70 ekor udang vanname," terangnya.

Ukuran inilah yang ikut menentukan harga jual. Untuk ukuran 70 misalnya. Harga jualnya sekitar Rp 33 ribu. Sedangkan ukuran 49 harganya Rp 43 ribu. Sebab, semakin kecil ukurannya akan semakin besar udangnya.

Untuk keperluan budidaya udang 1 hektare, diperlukan dana sekitar Rp 60 juta selama 3 bulan. Itu digunakan untuk keperluan pemeliharaan, pakan, dan penjaga. "Kalau mengacu pada hasil panen milik saya, dalam 1 hektar mampu menghasilkan sekitar 2,8 ton dengan berbagai ukuran. Pendapatannya sekitar Rp 95 jutaan," ungkap Ihsan.

Meski begitu, budidaya udang vanname memerlukan pengetahuan dan perlakuan khusus. Itu agar tingkat kehidupan udang semasa pemeliharaan tinggi. "Tentu tidak bisa serampangan dalam teknik budidaya udang vanname," kata Ir Nurul Widiastuti, Kadis Kelautan dan Perikanan Pamekasan.

Salah satunya terkait jumlah udang yang ditebar pada areal. Untuk 1 hektare lahan, udang yang ditebar sebaiknya tidak lebih dari 200 ribu ekor. "Semakin sedikit akan semakin bagus. Sehingga, udang yang dihasilkan juga lebih besar ukurannya. Tentu kalau sudah besar harganya juga tinggi," paparnya.

Selain itu, diperlukan juga pemeliharaan khusus. Terutama, pada pemberian pakan agar tidak terlambat. Sehingga, pertumbuhan udang cukup bagus. "Termasuk masalah air. Sebaiknya pantau agar kondisi air tidak berubah. Makanya, harus selalu diganti airnya agar pertumbuhan udang lebih mumpuni," terang Nurul.

Ke depan, Nurul berjanji akan lebih banyak meningkatkan peran petani untuk budidaya udang vanname. Sebab, dengan usaha ringan, hasilnya cukup tinggi. "Kalau saat ini baru panen sekitar 8 ton dari beberapa petani, ke depan mudah-mudahan bisa di atas 10 ton," pungkasnya.

Kerja keras petani yang membudidaya udang vanname di Kecamatan Larangan dan Galis berbuah hasil. Itu dibuktikan dengan adanya panen raya udang Vanname yang berlangsung sejak beberapa waktu terakhir.

Hasil panen udang kualitas ekspor itu langsung ditangani suplier untuk selanjutnya diekspor ke berbagai negara di Asia, Amerika, dan Eropa. Tak kurang dari 8 ton udang Vanname hasil panen yang diekspor ke luar negeri. (AKHMADI YASID)

Sumber: Jawa Pos, Senin, 17 Mar 2008

Entrepreneur Daily

Franchises

E-Business

Sales and Marketing

Starting a Business