Pekerjaan oleh Careerjet

Peluang Usaha dan Bisnis 2008

Wirausaha.com

Tempointeraktif.com - Ekonomi

Dinas Peternakan Jabar

Jumat, 03 Agustus 2007

Divine Kids ‘Mendownload’ Rupiah

Dengan kemampuan dan kreatifitasnya mengemas game lokal, David Setiabudi mendulang rupiah demi rupiah.

Hantu pocong, yang sekian lama dipercaya masyarakat Indonesia sebagai salah satu wujud mahluk gaib bereputasi seram, ternyata memiliki identitas baru. Hantu pocong tersebut adalah jelmaan manusia yang semasa hidupnya sering merugikan orang lain. Pocong Koruptor,Pocong Narkoba, Pocong Penjudi, Pocong Anarkhis, dan Pocong Penjahat Perang. Demikian identifikasi model David Setiabudi yang ia tuangkan dalam salah satu computer game buatannya yang terbaru; Misteri Raja Pocong.


Game Misteri Raja Pocong yang diciptakan David adalah salah satu dari 28 computer game ciptaan Divine Kids Associates. David menyebut Divine sebagai “Indonesian Game Factory.” Pabrik game Indonesia, bisa dibilang begitu. Produknya adalah game- game yang dimainkan dengan media komputer. Pada 27 Januari 2005, MURI mencatat Divine Kids sebagai pembuat game pertama di Indonesia.


Game karya Divine Kids cukup unik, karena mengambil karakter dan cerita yang dekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Jenis permainannya didesain dengan pendekatan pendidikan. Game Misteri Raja Pocong memiliki tiga pilihan bahasa Indonesia, Inggris, dan Jawa. Game ini memadukan dua pendekatan; bermain sambil belajar. Seperti yang terdapat dalam game Berhitung Keren Divine Kids, Kuis Kata, Misi besar Edu, game arcade (misi menempuh perjalanan dengan rintangan).

Memang tidak mudah memulai sesuatu yang baru. Awalnya banyak yang menganggap keingingan David membuat game adalah mimpi, karena membuat game dianggap sulit dan tidak akan laku karena kalah bersaing dengan produksi luar negeri. Namun ia cukup yakin bahwa kemauan dan ketekunan akan menghasilkan karya yang tidak kalah dengan buatan Jepang, atau Amerika. Selain itu sebagian besar beranggapan membuat game sangat beresiko rugi karena pasarnya belum jelas apalagi melihat apresiasi masyarakat Indonesia terhadap karya seperti komik, animasi lokal masih sangat kurang.


Tidak jauh meleset. Saat game produksi Divine Kids mulai memiliki kualitas yang bagus, David justru harus “menelan ludah”. Ia mengetahui game buatanya telah banyak berdar di Glodok tanpa sepengetahuannya alias dibajak. “Bagaimana mau dijual, kalau game saya sudah dibajak duluan,” tukas dosen desain grafis ini.

Kondisi yang cukup sulit bagi David adalah saat behadapan dengan para pembajak. Ia kesulitan menukar karyanya menjadi lembaran rupiah apalagi dolar. Hanya sekadar memproduksi dan menjual game adalah hal yang muskil bagi David,.karena orang akan lebih memilih membeli yang bajakan yang tentu saja harganya lebih murah dengan kualitas yang nyaris tidak ada bedanya.

Ketika dalam posisi menginjak akar mimang (buntu), seorang temannya yang bekerja sebagai marketing memberikan nasehat, ”lawan yang kuat jadikanlah seorang kawan.” Akhirnya tercetuslah ide yang bisa menyiasati agar pembajakan justru dapat membawa keuntungan bukan sebaliknya.


Ide itu adalah menawarkan game produksi Divine Kids menjadi media iklan produk. ”Saya meniru konsep TV. Masyarakat gratis menikmati tayangan. Keuntungannya didapat dari menjaring iklan. Jika acaranya bagus maka perusahaan pun tak segan memasang iklannya di TV tersebut,” jelas David yang mempatenkan Divine Kids pada 2004.

Dengan konsep pemasaran game seperti itu David tidak lagi alergi dengan pembajakan, justru ia mempersilahkan game-nya digandakan orang. Bahkan ia menyediakan situs web yang berisi game-game Divine Kids untuk di-download secara gratis. ”Saya persilahkan game saya digandakan orang. Perusahaan yang menyisipkan iklan dalam game saya pun pasti senang karena iklannya menjadi lebih banyak dilihat orang,” tukas David.


Setelah delapan game ia buat, David menebar proposal ke perusahaan–perusahaan khususnya produsen consumer goods untuk merealisasikan idenya itu. Puluhan fax dan surat ia layangkan. ”Selama enam bulan sulit sekali mendapat klien. Setelah bertemu muka dengan klien pertama, saya diberi masukan bahwa fax dan surat sangat tidak efektif untuk mempromosikan game saya. Jika melalui surat kemungkinan dibaca sangat kecil karena pasti banyak proposal yang masuk. Melalui fax, game saya jadi sangat tidak menarik karena sampel gambar yang saya kirim warnanya menjadi buram. Jadi lebih baik mengubungi klien secara langsung dan meminta waktu untuk presentasi,” ujar David menirukan saran kliennya.


Format iklan yang ditawarkan bervariasi. Pemasang iklan bisa memesan logo atau produknya tampil di screen awal, sebagai bagian dari permainan, atau sebagai ending screen.Paling murah David mematok harga Rp 15 juta sampai Rp 30 juta untuk satu game pesanan. Biayanya disesuaikan dengan tingkat kerumitan dan permintaan. Sejak dikomersialkan, kliennya hingga saat ini sudah enam perusahan. Dan kebanyakan memesan lebih dari satu game.

”Mungkin karena game lebih banyak disukai remaja, maka klien yang kami tangani kebanyakan adalah perusahaan consumer goods,” tutur lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain ini.


Menurut David banyak yang bisa digarap selain menjadikan game sebagai alternatif media iklan. Game bisa juga dikemas sebagai bonus gift seperti kerjasama yang sudah ia lakukan dengan media game. Selain itu bisa juga dikemas sebagai permainan yang dilombakan di mall.


Selain computer game, David pun mulai memanfaatkan market pengguna telepon genggam dengan menciptakan game untuk HP . Dua game telah diluncurkan kepasaran untuk HP Nokia adalah Pentung Bambu dan N Garde. Untuk game HP ini ia bekerja sama dengan sebuah provider. Kedepan David berencana dapat dimainkan secara online dengan multy player, merujuk pada permainan Ragnarog yang sudah populer. Untuk memainkan permainan ini, pemain harus membeli voucher terlebih dahulu seperti voucher pulsa pada telepon genggam.

Investasi dalam membuat game, menurut David, sangat murah. Dengan modal satu PC komputer game sudah dapat dibuat. Spesifikasinya pun tidak wah. Pentium 3 dengan memory 2 gigabyte pun sudah cukup. ”Yang penting tekun dan tidak mudah menyerah. Saya selalu mendorong mahasiswa saya untuk membuat game dan ternyata kualitasnya bagus dan kalau sudah mempunyai kemampuan saya sarankan memakai software asli yang harganya memang cukup mahal antara Rp 12 juta sampai Rp 35 juta. Jika sewaktu-waktu go international game Anda tidak digugat,” jelas David yang mempelajari program membuat game secara otodidak.


Saat ini boleh dibilang Divine Kids adalah pemain tunggal developer game di Indonesia. Begitu pun dengan sistem marketing yang ia kembangkan dengan memposisikan diri sebagai media iklan alternatif dari media mainstream yang lebih dulu ada. Meski David tidak menyebut omsetnya, tetapi ia sangat optimistis masih banyak pasar yang bisa digarap. Membuat game bagi David bukan lagi mimpi. Kini ia tinggal ‘mendownlod’ rupiah demi rupiah dari game-nya. [
fitra iskandar/pengusaha]

Tidak ada komentar:

Entrepreneur Daily

Franchises

E-Business

Sales and Marketing

Starting a Business