Pekerjaan oleh Careerjet

Peluang Usaha dan Bisnis 2008

Wirausaha.com

Tempointeraktif.com - Ekonomi

Dinas Peternakan Jabar

Kamis, 14 Agustus 2008

Usaha Kue Kering Belum Diperhatikan

Usaha kecil dibidang pembuatan kue kering di Aceh Utara belum mendapat perhatian yang serius dari pemerintah kabupaten tersebut. Padahal, usaha itu sudah berjalan puluhan tahun. Hal itu terlihat pada usaha pembuatan kue sepit, di Desa Kumbang Kecamatan Syamtalira Aron, Aceh Utara. “Usaha ini sudah turun temurun kami kembangkan. Sejak nenek saya juga udah membuat kue sepit,” ujar Mutia, salah seorang pembuat kue sepit, Minggu (20/4).

Mutia menyebutkan, kegiatan itu telah dilakukan sejak puluhan tahun lalu. Bahkan, ketika mengawali usaha tahun 1960 silam, mereka masih menggunakan cetakan kue sepit dengan membakarnya di tungku bahan baku sabut kelapa. Kini, mereka menggunakan kompor minyak tanah dan cetakan kue sepit biasa. Tidak menggunakan listrik. “Sebenarnya kami berharap pemerintah memberikan kompor gas dan cetakan listrik. Sehingga mudah dan lebih cepat selesai pembuatan kue,” ujarnya dalam logat khas Aceh.

Hal senada juga disebutkan, Sapiah, pembuat kue lainnya di daerah itu. dia berharap perhatian dari pemerintah. “Kita harap ada perhatian sedikit dari pemerintah. Jangan hanya sekedar dilihat tapi tak pernah dibantu-bantu,” sebutnya.

Mutia menyebutkan beberapa waktu lalu pemerintah melalui Dinas Sosial memberikan bantuan berupa lima kilogram minyak goreng dan 25 kilogram tepung terigu. Bantuan itupun tidak diberikan begitu saja. Mereka membuat proposal untuk mendapatkan sedikit bantuan tersebut. “Kami urus proposalnya. Kita lihat berulang-ulang duluu kekantor, kapan keluarnya bantuan itu,” sebut Mutia sambil tersenyum

Dia mengatakan, pangsa pasar bisnis kue kering itu mulai berkembang. Saat ini kue itu sudah dipasarkan ke Gerugok, Bireuen, Pereulak dan sebagian besar kota kecamatan di Aceh Utara dan Lhokseumawe. Semakin kondusifnya keamanan di Aceh membuat mereka mengembangkan bisnis itu. “Semuanya dengan modal sendiri. Dari biaya pembelian tepung sampai biaya mengantarkan ke toko-toko langganan kita,” kata Sapiah.

Saat ini, kendala yang dihadapi oleh pembuat kue kering di daerah itu berupa kurangnya modal usaha. Mahalnya harga bahan baku seperti tepung segitiga biru sebesar Rp 160 ribu per sak membuat mereka tidak mampu memproduksi lebih banyak. “Satu hari kami hanya bisa membuat kue sebanyak 10 kilogram kue kering. Bahannya mahal, takut tidak laku,” sebut Mutia.

Harga jual kue tersebut kini mencapai Rp 30.000 per kilogramnya. “Jika dihitung seluruh biaya, hanya laba sekitar Rp 3000 per kilogram. Memang sedikit sekali untungnya, kalau hari biasa seperti ini,” ujarnya.

Lebih jauh dia menyebutkan, mereka baru sedikit lega bila bulan ramadhan dan menjelang lebaran idul fitri. Penjualan meningkat. “Kalau lebaran kami bisa untung Rp 10.000 per kilonya,” ungkapnya.

Desa itu memang pembuat kue sepit. Tiga orang Kepala Keluarga (KK) di sana sejak turun temurun melakukan kegiatan ini. Entah, sampai kapan mereka harus berharap bantuan untuk mengembangkan usaha dari leluhurnya itu? Entahlah. [Masriadi Sambo]

Tidak ada komentar:

Entrepreneur Daily

Franchises

E-Business

Sales and Marketing

Starting a Business