Makan Sambil Berekreasi di Tengah Sungai Musi
Seiring perubahan gaya hidup di kota-kota yang semakin kompleks menjadikan konsumen pun makin menuntut pelayanan yang kompleks pula. Hal ini sejatinya memberikan peluang kreatifitas usaha yang hampir tiada batas.
Ambil contoh soal pemenuhan kebutuhan akan relaksasi di satu sisi, digabungkan dengan kebutuhan makan. Logikanya siapa tidak butuh hiburan dan makan? Kini wajar bila persoalan mengisi perut dengan keinginan menikmati suasana yang menghibur membuat banyak tempat makan tidak hanya menyajikan hidangan yang enak-enak an sich tetapi plus hiburan dan rekreasi. Konsep ini ini begitu digandrungi dan cepat populer.
Fenomena itu sudah merembet hingga ke daerah-daerah yang jauh dari ibukota dan tidak sedikit pengusaha lokal yang meraih sukses dari jasa makanan sekaligus hiburan tersebut. Bila singgah ke Palembang, Anda akan menjumpai sebuah warung makan terletak di tengah aliran Sungai Musi. Lokasinya strategis, persisnya di hulu dekat jembatan Ampera atau seberang Benteng Kuto Besak, sebuah kawasan wisata daerah yang cukup terkenal.
“Kalau keberadaannya sebenarnya sudah cukup lama, namun dikarenakan pengelolaannya biasa-biasa saja maka masyarakat menjadi kurang berminat,” tutur Manager Operasional Waroeng Legenda, Fauziah.
Sebuah peluang yang sayang buat dilewatkan ini mengundang minat pengusaha daerah bernama Hendarmin untuk mengelola tempat tersebut secara profesional. Investasi yang dikeluarkan kurang lebih sekitar Rp 650 juta untuk membuat bangunan di atas perahu rakit. Terdapat lima buah bangunan, sebuah diperuntukkan sebagai dapur, satu bangunan untuk kantor dan mushala, dan tiga buah bangunan lainnya sebagai ruang operasional.
Masih ada investasi tahap kedua sehingga total sekitar Rp 850 juta, terutama untuk pengembangan lokasi dan pengadaan sarana angkutan. “Untuk penyeberangan kami sediakan dua buah getek (red-perahu motor) sebagai sarana antar-jemput tanpa dipungut biaya,” tambah Fauziah.
Sedangkan konsep baru yang diusung yaitu menyajikan hidangan masakan khas Palembang tempo dulu, di antaranya seperti aneka menu masakan pindang, brengkes, olahan ikan patin, dan lain-lain. Menu favorit pengunjung disebutkan oleh Fauziah biasanya pindang dan juga tempoyak (red-sambal durian). Sementara itu secara resmi pembukaan dilakukan pada tanggal 31 Desember 2005 dengan jam buka sejak pukul 08.00-24.00. “Sebenarnya sudah mulai buka sejak bulan Juli 2005 tetapi belum diperuntukkan bagi umum, misalnya untuk menjamu tamu-tamu daerah,” imbuhnya.
Begitu tempat baru itu dibuka, seperti dituturkan, masyarakat daerah menyambut dengan sangat antusias apalagi dengan harga yang cukup bersahabat. Harga menu berkisar antara Rp 15 ribu-Rp 17,5 ribu. Sebagai sarana hiburan terdapat pertunjukan live musik yang dimulai pada pukul 19.00 hingga tutup. Meskipun pada awalnya sempat timbul kekhawatiran harga yang dibanderol cukup mahal. Tetapi lambat-laun masyarakat semakin banyak yang tahu, meski pihak Waroeng Legenda tidak melakukan promosi secara langsung. Promosi hanya didasarkan pada words of mouth (buah bibir) dari para pelanggan.
Meskipun tidak menyebutkan angka pasti jumlah rata-rata pengunjung setiap hari, tetapi dikatakan Fauziah, tiap akhir pekan warung terapung itu selalu penuh dari pagi hingga malam hari. Malah tidak jarang pembeli terpaksa tidak kebagian tempat apabila tidak booking terlebih dahulu. Tetapi mereka cukup bersabar berdiri dalam antrean panjang untuk menunggu perahu jemputan. “Masyarakat merasa senang dapat makan sambil menikmati keindahan tempat wisata,” tukas Fauziah.
Padahal seperti diakui oleh lulusan Universitas Bina Dharma, Palembang itu, sudah sejak lama daerah di sekitar Benteng Kuto Besak dikenal sebagai daerah sangar yang rawan kejahatan lebih-lebih pada malam hari. Hal ini kerap mengakibatkan calon pengunjung khawatir akan keselamatan kendaraan saat ditinggal menyeberang. Namun saat ini oleh pemerintah kota bagian depan musium Pariwisata telah dibersihkan serta dibangun taman wisata pelabuhan di sisi kanan. Selain itu terdapat petugas satpol yang bertugas selama 24 jam.
“Kendala yang hingga saat ini belum dapat diatasi tidak lain justru yang diakibatkan oleh faktor alam,” jelasnya. Setiap kali terjadi angin dan ombak besar, kondisi tersebut kurang menguntungkan karena pengunjung akan takut dan enggan naik perahu di sungai. Pada saat seperti itu otomatis kegiatan operasional terpaksa dihentikan sementara waktu menunggu cuaca membaik.
Kejadian di atas, seperti diungkapkan, sejauh ini tidak terlalu menjadi permasalahan karena biasanya telah dapat diperkirakan sebelumnya. Yang menjadi perhatian pengelola saat ini adalah memikirkan rencana pengembangan usaha. “Jika tempat usaha diperluas dengan bangunan baru, maka pengunjung akan terlalu jauh berjalan,” ungkap Fauziah.
“Alternatifnya barangkali mencari lokasi baru di bagian hilir atau di seberang jembatan,” imbuhnya.
“Tetapi di samping itu upaya yang kami lakukan adalah dengan meningkatkan kualitas pelayanan,” ujar lajang yang telah ikut bekerja sejak awal pendirian Waroeng Legenda. Contohnya dengan menyediakan makanan pembuka khas Palembang yang boleh dinikmati secara cuma-cuma. Mereka juga memilih pasokan ikan dari hasil tangkapan nelayan untuk diolah ketimbang ikan hasil budidaya di kolam atau tambak.
“Soalnya pembeli mengaku lebih suka mengkonsumsi ikan patin liar, menurut mereka rasanya lebih gurih,” katanya.
Berbicara tentang makanan, rasa boleh jadi sama akan tetapi suasana membuat seolah-olah berbeda. Tidak hanya asli wong kito yang begitu menikmati pengalaman ketika menyantap hidangan sambil menikmati megahnya jembatan Ampera yang membelah sungai. Akan lebih indah pada malam hari, hiasan lampu yang berwarna-warni sepanjang jembatan terpantul di atas perairan membuat serasa sedang berada di dunia lain layaknya. Demikian pula tentu masih banyak tempat lain yang serupa, sayang apabila potensi sebesar itu tidak dimanfaatkan.[pengusaha/wiyono]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar