Suasana alami, seperti alam pedesaan dengan segala menu masakannya, menjadi kiat Taman Teratai dalam menjaring pelanggan.
Bagai mencari jarum dalam tumpukan jerami, begitulah gambaran sulitnya merangkul pelanggan atau setidaknya bertahan dalam kancah bisnis penginapan di sepanjang jalan Raya Puncak, Bogor, Jawa Barat. Bila Anda mau sedikit iseng, cobalah hitung hotel, motel, wisma, vila, atau apa pun nama lain dari penginapan di daerah wisata berhawa sejuk ini. Di sana terdapat puluhan bahkan mungkin ratusan penginapan dan semuanya terus berusaha menarik pelanggan dengan berbagai cara, baik sesuai jalur maupun di luar jalur.
Dari sekian penginapan yang ada tersebutlah Hotel Taman Teratai. Hotel yang berlambangkan kuntum teratai ini merupakan pengembangan dari Restoran Taman Teratai yang berlokasi di Taman Safari (berdiri 1987) dan Tugu (1991). Sekadar informasi, Taman Teratai bukan sekadar nama melainkan juga diwujudkan dengan sebagian menu makanannya yang merupakan hasil olahan dari buah dan akar teratai.
“Rumah makan kami berkembang dengan pesat. Lalu, muncul pertanyaan dari para pelanggan kami yang ingin mencari penginapan. Dari hasil penelitian yang kami lakukan dan ngobrol dengan para peserta diklat (pendidikan dan pelatihan, red.) yang kebetulan mayoritas pelanggan restoran kami, kami menarik kesimpulan bahwa potensi hotel di kawasan Puncak memang masih sangat baik. Tetapi, hotel itu harus jauh dari lokasi yang bersuasana bising, tidak crowded, dekat jalan raya, dan tidak terlalu jauh dari Jakarta,” kata Indriani Priyadi, pemilik Hotel Taman Teratai.
Setelah menemukan lokasi yang pas, pada 1994, di atas lahan seluas 2.300 m² dibangunlah Hotel Taman Teratai dengan total modal lebih dari Rp1 miliar. “Lahan yang kami miliki terbilang tidak luas, sehingga kami tidak menyediakan fasilitas kolam renang atau lapangan tenis. Tetapi, dengan konsep kembali ke alam, khususnya suasana pedesaan di Bali, kami mengganti fasilitas olahraga tersebut dengan jalan kaki mengelilingi hotel ini, hingga ke sungai besar yang terletak di belakang hotel ini. Murah meriah, deh,” ujar wanita yang disapa Indri ini.
Suasana alami juga ditampilkan melalui kamar dengan bath up yang serba terbuka, menu makanan dari olahan pucuk daun labu, jantung pisang, daun (jambu) mede, daun kenikir, daun bunut, daun sariawan, dan sebagainya yang berasal dari kebun sendiri, dan kamar tidur yang terhitung lebih luas daripada ukuran kamar hotel pada umumnya yaitu 5 m² x 10 m² sehingga para penghuninya merasa lapang dan at home. Hotel yang lobinya bersuasana rumah joglo (rumah adat Jawa, red.) dengan ukiran dari Kudus ini memiliki 23 kamar, delapan di antaranya merupakan lumbung padi khas Bali (jineng, red.) yang telah dimodifikasikan sedemikian rupa sehingga membentuk mirip cottage. Di samping itu, juga tersedia ruang meeting yang mampu menampung 100 orang, ruang untuk ber-karaoke, ruang santai, dan taman yang mirip kebun di rumah kita.
Dengan sasaran konsumen para peserta diklat, maka harap dimaklumi bila hotel ini menyediakan ruang meeting yang berdaya tampung terbilang banyak. “Ya, memang, dari hari Senin sampai Jumat, kami menjadikan para peserta diklat yang kebetulan berasal dari berbagai departemen, instansi, dinas, atau institusi pemerintah maupun swasta sebagai target market. Untuk itu, kami menjual Paket Diklat dengan menyediakan sarapan, makan siang, dan makan malam, serta makanan ringan yang juga diberikan tiga kali,” jelasnya.
Sedangkan hari Sabtu dan Minggu sasaran konsumen dialihkan ke keluarga. “Kami ‘kan harus terus mencari dan menangkap peluang, sehingga jangan sampai setiap akhir pekan para pegawai kami cuma melamun,” imbuhnya.
Laiknya bisnis, Hotel Taman Teratai juga mengalami “musim paceklik” yang biasanya jatuh pada bulan puasa, mengingat program pengadaan diklat atau seminar menurun. Untuk mengatasi kondisi ini, manajemen hotel ini terus mengadakan pendekatan dan komunikasi dengan departemen atau instansi yang pernah mengadakan diklat di tempat ini. Selain itu gencar pula menyebarkan brosur. Hotel yang tarif kamarnya Rp75 ribu hingga Rp130 ribu untuk weekday dan Rp75 ribu sampai Rp170 ribu pada weekend ini pun “membuka” ruang meeting-nya, baik pagi maupun malam dengan diskon 10% untuk makanannya. Harga atau diskon khusus hingga 40% juga diberikan kepada para peserta diklat yang membawa keluarga atau rekan-rekan mereka menginap di Hotel Taman Teratai.
“Kebetulan kami memiliki daftar nama setiap peserta diklat atau mereka yang pernah menginap di hotel kami,” kata perempuan yang mendidik para karyawannya untuk mengenali para tamunya secara personal sehingga mereka merasa at home, apalagi biasanya diklat berlangsung cukup lama. “Saking akrabnya, kami mengetahui makanan kegemaran mereka dan berusaha menyediakannya ketika mereka menginap di sini atau membiarkan mereka belajar memasak pada para juru masak kami,” lanjutnya.
Untuk mereka yang menginap dari hari Sabtu hingga malam Senin, disediakan diskon 25% hingga 40%. Di samping itu, juga memberi memberi card kepada pelanggan yang telah minimal menginap lima kali. Kepada pemegang kartu keanggotaan yang berlaku setahun ini, diberikan diskon sebesar 25%. Dalam kondisi “sepi”, hotel yang tidak memfokuskan pada ekspatriat ini memang lebih suka memberi diskon daripada menerima tamu secara hantam krama, misalnya menerima tamu yang hanya ingin menginap per jam.
“Meski yang begini ini dapat memberi pemasukan tambahan, tapi ‘kan pada akhirnya akan memukul balik. Hotelnya akan dianggap sebagai hotel yang nggak beres,” ucap wanita yang berencana memperluas lahan hotelnya.
Selain itu, para pegawai hotel juga akan menanyai dan mengusir secara halus perempuan-perempuan yang nongkrong di lobi hotel ini. Dalam bisnis hotel, mencari untung itu harus tetapi menjaga privasi dan kenyamanan tamu adalah wajib, begitu Indri berprinsip. [pengusaha/russanti lubis]
Pekerjaan oleh Careerjet
Peluang Usaha dan Bisnis 2008
Wirausaha.com
Tempointeraktif.com - Ekonomi
Dinas Peternakan Jabar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar