Secara umum budaya masyarakat Indonesia untuk membaca buku relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan budaya menonton. Selain kultur membaca yang rendah, mahalnya kertas sehingga mendongkrak harga buku juga berkonribusi terhadap enggannya seseorang membaca buku. Padahal, membaca buku banyak sekali manfaatnya. Selain bisa mengasah imajinasi, membaca juga menjadi pintu gerbang untuk memperluas horison pengetahuan.
Lantaran minat baca yang rendah ini tak banyak pengusaha yang tertarik untuk menggeluti bisnis menjual buku. Namun bagi Sutarno, kondisi ini memberinya tantangan tersendiri. Ia mendirikan Toko Buku Cak Tarno tahun 1998. “Saya memulainya dari berjualan majalah bekas, kemudian diselinggi dengan hunting buku-buku second yang dipilih dari beberapa lapak di Kwitang dan Depok,” kenang pria yang akrab disapa Cak Tarno oleh para pelanggannya ini.
Usaha yang yang terletak di kawasan Depok ini, dilatarbelakangi dengan kecintaan Cak Tarno terhadap buku. Ia mengungkapkan, meski tak menanamkan modal sepeser pun namun hingga kini usahanya tetap berdiri.
“Awalnya banyak beberapa penerbit yang meragukan perkembangan usaha informal yang saya jalankan. Hal itu tak mematahkan semangat saya untuk terus maju. Sedikit demi sedikit, sistem pembayaran dari penjualan buku tersebut saya patuhi dengan baik dan tepat waktu. Maka timbul nilai kepercayaan dari mereka untuk terus memasok pengadaan buku di toko ini,” cerita Cak Tarno.
Mengapa buku yang dijual umumnya untuk segmentasi kalangan mahasiswa? “Ini merupakan peluang sekaligus strategi usaha saya. Kecenderungan akan tingginya minat beli buku di kalangan mahasiswa yang mengerjakan skripsi dan tesis tak dapat dipungkiri.
Mereka butuh data dan referensi dalam pengerjaan tugas akhir tersebut,” kata pria low profile ini. Ia pun menambahkan, buku yang tersedia pun dikhususkan untuk ilmu-ilmu sosial seperti jurusan filsafat, sastra dan komunikasi.
Kini, Toko Buku Cak Tarno memiliki 1000 judul, dengan banyaknya judul buku tersebut, Cak Tarno pun terkadang mengalami kesulitan untuk memahami buku yang diinginkan pembeli. “Mulanya saya sok tahu, bahkan pernah ada yang mencari buku Pengamen. Saya pikir itu buku musik ternyata singkatan dari Pengantar Manajemen,” ucapnya tersenyum.
Pengalaman tersebut memicu Cak Tarno untuk mendalami seluk-beluk usahanya. “Sebelum buku tersebut dipajang dan dijual, terlebih dahulu saya membaca isi kandungan dari buku tersebut. Jadi gak malu-maluin,” celotehnya.
Kini, peminat yang singgah pun tak hanya sebatas mahasiswa Depok tetapi juga dari mahasiswa Jakarta bahkan ada juga dari luar kota. “Ada juga-loh para dosen yang datang. Mereka sudah berlanganan sejak masih kuliah hingga berlanjut sampai anak didiknya,” terang Cak Tarno bangga.
Berbekal keseriusan yang dilakukan Cak Tarno ternyata membuahkan hasil, dalam setiap harinya ia mampu menjual 30 judul buku bahkan lebih. Dengan kisaran harga antara Rp.15.000,- sampai ratusan ribu rupiah ini memiliki omset kotor senilai Rp.20 juta rupiah per bulannya. Sedangkan untuk omset bersih yang dinikmatinya adalah satu sampai dua juta rupiah per bulan. “Jadi keuntungan yang saya ambil dari setiap bukunya pun tak lebih dari 10 persen,” ungkapnya.
Namun, maraknya persaingan antar penjual buku pun kian meningkat. Untuk mengatasi hal tersebut, Cak Tarno memberikan potongan harga 10 hingga 15 persen untuk setiap bukunya. Saat ditanya mengapa berani memberi diskon jauh di bawah harga toko-toko buku terkenal, ia mengungkapkan, dengan adanya pasokan langsung dari penerbit maka diskon tersebut dapat dilakukan. “Ada beberapa penerbit buku yang tidak memberikan harga rendah atau diskon maka saya tidak ambil,” kata pria tamatan SMU ini sambil suatu penerbit terkemuka sebagai contohnya.
Strategi lain yang dilakukan Cak Tarno untuk menarik peminat buku adalah melangsungkan diskusi bersama untuk pelanggan dan peminat buku. “Diskusi tersebut bertujuan untuk memperkaya wawasan maupun pengetahuan bagi anggota diskusi dan saya sendiri,” ungkapnya. Diskusi rutin tersebut dilaksanakan setiap Sabtu pukul 13.00 WIB beranggotakan kurang lebih 50 orang.
Memiliki nama besar di kalangan pecinta buku dan mahasiswa ini, menjadikan Cak Tarno untuk terus memperluas wilayah usahanya. Kelak ia pun bercita-cita dapat membangun perpustakaan gratis bagi masyarakat khususnya pelanggan. Sedangkan untuk rencana dekat ini, ia akan membuka cabang di Kampus IISIP Jakarta. “Saya berkeinginan untuk menjadi distributor untuk toko buku cabang milik saya sendiri,” Cak Tarno mengakhiri. [pengusaha/fisamawati]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar