Gara-gara Ingin Jadi Presiden
Kisah ini terjadi pada tahun 1984, ketika saya kuliah di Fakultas Tarbiyah jurusan PAI Unisba Bandung. Ketika itu saya ikut tes masuk sekolah Perumtel untuk pendidikan dua tahun. Waktu itu sekolah tersebut sangat diminati dan diburu oleh para lulusan SLTA. Karena, jika diterima, selain menerima ilmu, para siswa juga mendapat tunjangan uang saku.
Selain itu, Perumtel termasuk jajaran perusahaan yang dianggap bonafid. Lulusan sekolah Perumtel akan ditempatkan di seluruh wilayah kepulauan Indonesia. Maka, orang tua mengharapkan sekali agar saya bisa diterima. Ayah menyuruh saya menyiapkan semua persyaratan, mulai dari fotokopi ijasah hingga pas foto.
Berbondong-bondonglah para lulusan SLTA jurusan IPA untuk mendaftarkan diri di kantor Perumtel Dayeuh Kolot, Bandung. Dari sekian pendaftar, tidak semua bisa langsung memenuhi syarat administrasi. Alhamdulillah, saya lolos syarat itu dan bisa ikut seleksi.
Tes hari pertama dilaksanakan di Jalan Supratman dengan mata pelajaran Matematika dan Fisika yang lumayan mudah. Tidak smapai seminggu hasilnya dapat diketahui dan saya lolos tes itu untuk mengikuti tes lanjutan, yakni psikotes, yang dilaksanakan di Jalan Sunda, dekat SMPN 2.
Saya agak terlambat datang dan lupa membawa kartu pendaftaran, tapi dibolehkan untuk mengikutinya. Tidak sampai seminggu ada pengumuman bahwa saya berhak untuk mengikuti tes lanjutan, wawancara. Menurut informasi, mereka yang tersaring hanya tinggal 189 pendaftar dari kurang lebih 1.500 pendaftar.
Pada saat tes inilah ada pertanyaan dari pewawancara, "Apa cita-cita Saudara jika diterima di Perumtel?"
Saya langsung menjawab, "Cita-cita saya kelak ingin menjadi Presiden," dengan spontan, sesuai dengan gambaran yang terlintas di pikiran saya bahwa tidak ada jabatan yang paling bergengsi kecuali sebagai presiden, sebagai pemimpin bangsa.
Saya perhatikan pewawancara terhenyak dengan raut muka kaget. Setelah itu, tes kesehatan pun saya ikuti. Beberapa bulan kemudian saya mendapat surat resmi dari panitia tes dengan pernyataan, "Terima kasih atas minat Saudara untuk menjadi karyawan di tempat kami. Semoga Saudara dapat bekerja di instansi lain yang lebih baik dan cocok."
Saya terima surat penolakan itu dengan sabar. Teman saya bilang, dirinya diterima di Perumtel karena ketika ditanya tentang cita-citanya, dia jawab ingin menjadi karyawan Perumtel yang baik. Jawaban saya, menurut teman saya itu, aneh. Orang ingin jadi presiden kok masuk Perumtel.
Tapi, alhamdulillah, Allah mengabulkan cita-cita saya untuk menjadi presiden. Saya kini menjadi 'presiden' di kelas IB Mts (wali kelas) pondok pesantren Islam Al-Irsyad Tengaran, Semarang, yang tersohor se Asia Tenggara.
Selain itu, saya juga menjadi 'presiden' rumah tangga, dengan seorang istri, dua orang putra dan satu orang putri yang lucu-lucu.
Agus Antoni
Pondok Pesantren Islam Al-Irsyad Tengaran, Kabupaten Semarang PO Box 134 Salatiga
Pekerjaan oleh Careerjet
Peluang Usaha dan Bisnis 2008
Wirausaha.com
Tempointeraktif.com - Ekonomi
Dinas Peternakan Jabar
Sabtu, 23 Juni 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar