Kerajinan berbahan baku selain sepi pesaing, pasarnya juga terbuka luas. Peluang ini ditangkap oleh CV Mutiara
Asbak adalah benda yang tidak asing apalagi bagi kaum perokok. Di satu rumah biasanya terdapat lebih dari satu buah asbak agar abu serta puntung rokok jangan sampai jatuh berceceran di lantai. Hal itu membuat Abdul Wafi, pengelola CV Mutiara, yakni sebuah kelompok perajin potensial di daerah Situbondo, Jawa Timur, yakin kerajinan asbak layak dijadikan sebagai produk unggulan.
Semenjak 2004 organisasi perajin yang ia pimpin merupakan produsen dan pemasar berbagai produk kerajinan tangan, terutama aksesoris berupa kalung, gelang, anting-anting, sabuk, sumpit, tas, gantungan kunci, cermin, kapal-kapalan, kotak perhiasan, juga papan selancar/ surfing, atau segala macam seni kerajinan yang bahan dasarnya dari kerang laut, monte, kayu, keramik maupun bebatuan. Dan kemudian baru pada 2006 CV Mutiara mulai memproduksi kerajinan berbahan resin.
Di samping asbak, jenis-jenis produk lainnya yang diciptakan yaitu tempat sabun, tempat sambel, tempat buah, gantungan baju, serta tempat bolpen. Produk-produk kerajinan ini sangat unik Bahan resin yang bening tersebut diberi kombinasi, di dalamnya dihiasi dengan bermacam-macam kerang laut. Selain itu perajin juga dapat membuatkan nama-nama khusus apabila dikehendaki.
Menyinggung latar belakang kerajinan resin tersebut Wafi menyatakan pada awalnya ia hanya fokus pada aksesoris, akan tetapi akhirnya disadari produknya sangat mudah mengalami pembajakan desain alias mudah ditiru. “Jadi produk-produk yang kami buat dengan desain yang unik, paling lama 2 minggu sudah dipastikan banyak perajin lain yang memproduksinya,” ungkapnya.
Hal itu tidak terjadi terhadap kerajianan resin karena belum banyak perajin mampu membuatnya. Sementara itu produknya unik serta memiliki pangsa pasar jelas. Misalnya asbak digunakan oleh orang yang merokok, tempat sabun untuk kebutuhan semua kalangan, demikian pula tempat bolpen atau pensil. Selain dipergunakan sehari-hari juga bisa berfungsi sebagai hiasan sehingga cocok juga untuk cenderamata atau souvenir. “Artinya memiliki peluang pasar yang sangat luas,” tandasnya.
Wafi juga merasa tidak kesulitan dalam hal pengadaan bahan baku resin maupun kerang. Saat ini ia mempunyai perajin tetap 17 orang sebagai anak buah dan selalu berproduksi sekalipun sedang tidak melayani pesanan. Dalam satu bulan, dikatakan kelahiran Sumenep tahun 1978 ini, paling tidak karyawannya mampu memproduksi hingga 2000 asbak.
Setiap perajin memiliki kelebihan dan keunikan masing-masing. Karenanya Wafi pun menerapkan pembagian kerja yang sesuai dengan keahlian mereka, misalnya khusus painting, desain, serta yang khusus melakukan pekerjaan umum di bagian resin.
Sebab masih jarang maka kerajinan resin tersebut nyaris sepi dari pesaing sehingga Wafi bisa mempertahankan harga jual dengan keuntungan lumayan. Sebuah asbak contohnya, laku dijual seharga Rp 19.000. Lebih mahal lagi gantungan baju bisa mencapai Rp 35 ribu per pcs dan nampan tempat buah dengan harga pesanan mencapai Rp 80 ribu. Karena keunikan yang dimiliki produknya sangat diminati. Penjualannya saat ini sudah merambah Bali, Jogyakarta, Jakarta, Medan, bahkan hingga Malaysia dan Austria.
“Kalau harga sudah cocok dan customer mau order, yang pertama kami meminta deposit minimal 60% sebagai tanda keseriusan, dan sisanya setelah barang selesai,” paparnya. “Kalau order besar kami akan berikan diskon,” imbuhnya.
Untuk menjangkau pasar yang lebih luas maka pria yang pernah mencapai posisi lumayan pada sebuah perusahaan MLM (multi level marketing) ini menerapkan strategi pemasaran dengan cara direct selling maupun lewat internet. Dikatakan, CV. Mutiara saat ini telah memiliki perwakilan pemasaran di Surabaya dan di Pulau Sumatera.
Diakui kendala utama yang dirasakan tidak lain adalah pemasaran. Saat ini baginya masih sulit mencari costumer dengan order besar dan kontinyu. Namun Wafi yakin, tidak hanya di pasar lokal, ia bermaksud mengembangkan pemasaran sehingga produk-produknya dapat diterima baik hingga pasar internasional. Agar dapat bersaing, seperti diungkapkan, tentunya dengan kwalitas yang bagus dan dengan ciri khas tertentu. “Kalau menurut saya produk kerajinan kami akan tetap eksis, asalkan kami jeli melihat perkembangan minat pasar dengan cara selalu berinovasi,” ucapnya optimis.
Salah satu hasilnya, belum lama ia mendapat order tempat bolpen dari sebuah perusahaan di Malaysia meskipun dalam jumlah belum terlalu besar. Memang itu belum seberapa. Jika diperhitungkan secara sederhana jumlah rumah tangga yang butuh asbak, tempat sabun, dan lain-lain, maka kerajinan ini jelas mempunyai prospek cukup bersinar. Itu belum ditambah banyaknya kantor-kantor, hotel, penginapan, rumah makan, dan tempat-tempat lain. Silahkan coba mengkalkulasikannya sendiri! [wiyono/pengusaha]
Analisa Usaha Kerajinan Asbak Berbahan Resin:
Modal:
Pembelian bahan dan peralatan diperkirakan Rp 50.000.000,-
Perkiraan biaya operasional pada bulan pertama Rp 10.000.000,- +
Total investasi awal Rp 60.000.000,-
Asumsi pendapatan per bulan (penjualan 2.000 pcs) Rp 38.000.000,- -
Keuntungan bersih dengan margin 40% Rp 15.200.000,-
1 komentar:
terima kasih, posting yang menarik. saya selalu tertarik dengan inovasi dan kerajinan tangan
Posting Komentar