Limbah sepintas kelihatan sebagai barang mubah, tetapi sebenarnya bisa disulap menjadi barang-barang bernilai ekonomis. Bahkan “broker”nya pun bisa ketetesan berkah dari limbah itu.
Mock and money go together. Tidak jarang peruntungan itu diperoleh dari sesuatu yang dianggap kotor dan kurang bermanfaat. Tidak percaya? Onggokan sampah itu berasal dari sisa-sisa produksi pabrik atau lazim disebut sebagai limbah, baik berupa potongan-potongan kecil dari kain perca, sponge, busa, dacron, palstik, atau pun besi, dan barang-barang buangan lainnya. Tetapi itu semua sebenarnya masih dapat dimanfaatkan untuk suatu keperluan.yang bernilai ekonomi asalkan jumlahnya memadai, dan tentunya ada pelaku yang bersedia mengelola produk limbah tersebut.
Salah satu contoh sebutlah Erik, mantan karyawan sebuah pabrik penghasil cat di Tangerang. Ia kehilangan pekerjaan setelah perusahaannya bangkrut dan bosnya melarikan diri. Semenjak kurang lebih setahun lalu ia merasakan manisnya hasil dari berburu limbah pabrik. Betapa tidak, dari sisa-sisa potongan tali dan pita yang diperoleh dengan harga tidak seberapa bisa ia jual kembali kepada perajin-perajin kecil dengan harga tidak kurang dari Rp 8.000/ kg. Malah jika mau lebih sabar ia bisa melepas dengan harga Rp 12.000/ kg setelah produk tersebut disortir serta digulung rapi. Sisa berupa remah-remah benang pun ternyata masih ada harganya, yakni Rp 3.000/ kg. “Mungkin juga dipakai sebagai rambut oleh perajin boneka,” ungkapnya.
Pemain lainnya adalah Anton Susilo yang menggeluti bisnis limbah sejak 2003. Laki-laki tampan berkulit bersih ini semula bekerja sebagai pegawai hotel. Setamat SMA pada 1994 ia sempat 1,5 tahun bekerja di hotel Le Meridian di Dubai, dan selanjutnya di hotel Dharmawangsa, Jakarta hingga 2001. Begitu menyelesaikan kuliah ia keluar dari pekerjaan dan memilih berbisnis. “Rampung kuliah, punya modal sedikit saya membuka toko pakaian,” kisahnya.
Toko pakaian itu berjalan cukup maju apalagi daerah pemasarannya pun hingga ke Semarang, Solo dan Yogyakarta. Tetapi untung tak dapat diraih, malang tak bisa ditolak. Baru kurang lebih setahun menjalankan usaha ia mengalami kecelakaan dan dirawat 6 bulan yang mengakibatkan usahanya tutup. Sembuh dari cedera, Anton kembali mencari celah pemasukan baru. Kebetulan tempat tinggalnya di Tangerang merupakan daerah industri sehingga timbul gagasan untuk mulai mencoba usaha penjualan limbah. “Awalnya saya mempelajari aliran barang, bagaimana cara mendapatkan barang, pasarnya ke mana, akhirnya jalan. Tetapi baru tahun 2006 omset mulai bagus,” imbuhnya.
Anton mengungkapkan biasanya setiap pabrik sudah terdapat orang (istilahnya lurah) yang ‘berkuasa’ mengambil dan menampung sampah pabrik. Sedangkan orang-orang yang mencarikan pasaran atau pembeli yang hendak memanfaatkan barang-barang sortiran kerap dinamakan sebagai mediator. Mediator limbah ini memperoleh bagian penghasilan berupa komisi penjualan. Jumlahnya bervariasi tergantung jenis barangnya. Contohnya besi dengan harga jual Rp 2.000/ kg besarnya komisi Rp 100 atau Rp 200. Tetapi jenis logam lain seperti alumunium, tembaga, atau pun sisa-sisa kain dan plastik, bagian yang didapat bisa mencapai Rp 1000-5000/ kg. Pendapatan keseluruhan tinggal mengalikan berapa ton sampah yang berhasil dijual.
Anton mengaku cukup senang bermain di limbah karena menurutnya memiliki perputaran modal cepat. Setelah memiliki modal sendiri ia memang lebih suka beli barang langsung dan dijual sendiri. “Misalnya pagi saya dapat barang senilai Rp 5 juta, sore hari sudah langsung terjual, jadi meskipun margin hanya sebesar 3%-5% tetapi setiap hari,” tukasnya sambil menyebutkan saat ini modal yang diputar kurang lebih sekitar Rp 10 juta.
Barang-barang yang dapat dijual beragam meliputi bermacam-macam produk limbah baik logam, kain perca, dakron, handuk, sponge, lem, karet, plastik dan sebaginya. Menurutnya yang paling menguntungkan justru besi, biarpun untung cuma sedikit tetapi dalam jumlah banyak lebih gampang pemasarannya. Oleh Anton sisa-sisa plat besi tersebut dipotong-potong sesuai pesanan dan baru disetorkan ke perajin atau pabrik yang membutuhkan. Pada saat-saat tertentu seperti menjelang lebaran, plat logam untuk bahan kaleng harganya akan melonjak sehingga keuntungan bisa mencapai 90%.
Baik Erik maupun Anton keduanya berpendapat bahwa bisnis limbah memiliki prospek cukup bagus, dalam arti menjanjikan keuntungan lumayan. Pasar selalu terbuka sebab dengan beberapa alasan banyak perajin atau industri kecil tetap memanfaatkan produk-produk sisa atau sortiran. “Pembuat boneka tidak mungkin membeli busa bagus hanya untuk dipotong-potong sebagi isi,” kilah Anton. Namun ia tidak menampik jika tingkat persaingan ternyata cukup tinggi.
“Tingkat persaingan banyak, tetapi untuk menerobos pangsa pasar saya telah memanfaatkan milis. Keuntungannya yang menghubungi saya adalah user langsung,” aku Anton. Pembeli yang order barang darinya adalah perajin, home industri atau perorangan di wilayah sekitarnya hingga pembeli dari luar kota seperti Bekasi, Purbalingga, Cirebon, bahkan hingga Palembang.
Di samping faktor kemampuan mencari pasar, lanjut Anton, yang harus diperhatikan adalah berhati-hati dalam melakukan pembelian barang. Membeli produk limbah sudah barang tentu berbeda dengan barang gres. Kualitasnya tidak bisa dijamin, kadang ada yang cukup berharga, tetapi tidak sedikit barang yang tidak bisa dimanfaatkan. Untuk mengurangi resiko harus tidak segan-segan meneliti barang satu per satu ketika masih di lokasi saat transaksi. Sebab kalau sudah berpindah tempat jangan harap bisa komplain.
“Untungnya kalau sudah pilah dan hanya terdapat satu item, bisa langsung dijual tidak usah dibongkar-muat sehingga lebih menghemat waktu dan tenaga serta biaya transportasi,” ujarnya.
Diakui pula hal lain yang kerap menjadi permasalahan adalah soal ketersediaan barang dagangan. Tidak sama dengan produk baru yang sengaja diadakan, limbah tidak selalu ready stock melainkan tergantung kondisi pasokan. Sangat lumrah terjadi calon pembeli sudah mencari-cari tetapi barang yang dimaksudkan belum tersedia. Namun kendala tersebut tidak terlalu menjadi masalah karena umumnya semua pihak sudah sama-sama memaklumi, wong namanya juga berburu limbah.
Tips Saat Memulai Bisnis Mediator Limbah :
- Pelajari alur barang, kenali pasar. Cari tahu produk-produk yang tersedia dan laku jual. Tiap daerah kadang-kadang berbeda tergantung jenis sentra industri yang berkembang.
- Teliti saat melakukan belanja untuk menghindari kecurangan. Resiko emmbeli barang BS tentu saja lebih besar dan lagi pula tidak ada istilah retur untuk transaksi ini. Sebaliknya juga kejujuran untuk menjaga kepercayaan dari pembeli.
- Bijaksana dalam mengatur belanja. Tiap-tiap produk memiliki perputaran yang bervariasi. jangan sampai terjadi cash flow berhenti gara-gara satu produk tertentu yang pasarnya kurang lancar. [wiyono/wk]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar