Meski ‘made in” lokal, harga jual Belimbing Dewi tak kalah dengan buah-buah impor. Bukan isap jempol jika belimbing manis ini bisa menghasilkan uang ratusan juta per tahun.
Tahukah Anda bila 99% kebutuhan akan belimbing, khususnya belimbing Dewi, di Eropa dipasok oleh negara semungil Malaysia? Mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah negara seluas Indonesia ini tidak mampu melakukannya? Ternyata bukan itu masalahnya, melainkan sistem pemasaran belimbing dan pola berpikir masyarakat negara ini yang masih seperti katak dalam tempurung.
Secara bisnis, belimbing Dewi memiliki prospek bagus. Buktinya, buah yang disebut star fruit oleh orang bule ini merupakan satu-satunya buah lokal yang harganya hampir menyamai buah-buahan impor. “Tidak pernah kurang dariRp10 ribu/kg!” tegas Komarudin, petani belimbing Dewi.
Di samping itu, sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai penurun tekanan darah tinggi atau penormal tekanan darah, buah ini sudah memiliki konsumen tersendiri yakni masyarakat menengah ke atas yang dikenal pula sebagai masyarakat dengan gaya hidup ‘ngawur’ atau setidaknya yang paham betul tentang arti kesehatan.
Bukti lain, saking ngetopnya salah satu dari sembilan varietas belimbing (sumber lain: 13 varietas, red.) tersebut, hampir semua swalayan di Jakarta lebih banyak menjual belimbing yang dikembangbiakkan untuk pertama kalinya oleh kebun bibit PT Dewi Jaya ini, dibandingkan dengan ‘kerabat-kerabatnya’.
“Bahkan, belimbing dari Blitar ketika ‘masuk’ ke swalayan pun harus ‘menyamar’ sebagai belimbing Dewi, agar bisa diterima konsumen fanatiknya. Untungnya, konsumen di sini belum mampu membedakan kedua varietas tersebut dan hanya fokus pada fungsinya,” jelas pria yang biasa disapa Komar ini.
Nah, fungsi inilah yang menjadi bumerang bagi “industri” belimbing di Indonesia. Sebab, Malaysia melihat bahwa pasar belimbing bukan cuma sebatas itu atau hanya sebagai buah kudapan, melainkan juga dapat dibuat salad, minuman, dan penghias gelas-gelas minuman pada beberapa kafe atau restoran di Eropa. “Sehingga untuk menjualnya tidak perlu harus menunggu sampai matang atau membesar secara optimal. Malaysia justru mengirimkan belimbing-belimbing itu ketika masih kecil dan berwarna hijau atau masih mentah,” katanya.
Di sisi lain, dalam pemasarannya, ia melanjutkan, para petani belimbing di negara jiran tersebut dibantu secara tidak langsung oleh pemerintah. Sebaliknya, di Indonesia, pemasaran belimbing terhalang oleh tengkulak dan tidak ada campur tangan pemerintah sama sekali.
“Saya pernah berusaha memotong jalur mereka dengan melalui jalan belakang. Tapi, saya terhalang lagi oleh ketidakmampuan petani belimbing memasok secara teratur ke berbagai swalayan, mengingat kebun mereka tidak cukup luas. Dari hasil pengamatan saya, untuk dapat memenuhi pesanan secara kontinyu, minimum seorang petani harus memiliki lahan seluas 5 ha. Untuk petani di Depok ini sebagai sentra belimbing Dewi, hal ini jelas-jelas tidak mungkin. Satu upaya lain pernah saya lakukan yaitu dengan menyewa lahan di luar kota. Hasilnya, belimbing sudah habis dipanen orang-orang tidak bertanggung jawab, sebelum pemiliknya memanen,” ujar pemilik kebun seluas 5.000 m² dengan 120 pohon belimbing Dewi ini.
Apa sih hebatnya belimbing Dewi? “Belimbing Dewi memiliki kandungan air lebih tinggi daripada belimbing-belimbing lain, sehingga ia lebih tahan lama. Dalam ruangan sejuk, ia mampu mempertahankan kesegarannya hingga satu minggu, sedangkan yang lain hanya dua hingga tiga hari. Kadar air yang tinggi ini pula yang membuatnya lebih berbobot (berat rata-rata 200 gr hingga 250 gr, bahkan dapat mencapai 500 gr/buah, red.), di samping itu rasanya pun lebih manis,” jelasnya. Selain itu, buah yang konon pohonnya mampu bertahan hidup 25 tahun hingga 30 tahun ini, bahkan dipercaya tidak pernah mati karena selalu tumbuh tunas dan akar baru, dapat dipanen untuk pertama kalinya ketika berumur dua tahun. “Satu kali panen sebanyak 20 kg sampai 30 kg,” katanya.
Tanaman keras yang termasuk paling cepat berbuah ini, baik ditanam di lahan yang terletak di ketinggian 300 m sampai 400 m di atas permukaan laut (sumber lain: 0 m sampai 500 m di atas permukaan laut, red.), seperti Depok dan Cibinong. Dikembangbiakkan dengan okulasi atau menanam bijinya, belimbing Dewidapat dipanen hingga empat kali per tahun, dengan syarat memiliki sumber air yang cukup dalam perawatannya. Dalam setiap kali panen, Komar mampu mengumpulkan 12 ton hingga 14 ton, bahkan 20 ton bila cuacanya pas.
“Harga di petani hanya Rp8 ribu/kg, sedangkan di swalayan mencapai Rp13 ribu/kg hingga Rp15 ribu/kg,” ucap Komar yang memasok belimbingnya ke toko buah-buahan di Depok dan Muara Karang, di samping Semarang, Yogyakarta, dan Bali melalui supplier. Ingin berbisnis belimbing Dewi? [russanti lubis/pengusaha]
ANALISA BISNIS BELIMBING DEWI (DALAM 1 TAHUN)
Bila Anda memiliki lahan seluas 10.000 m² atau 1 ha, maka Anda dapat menanam sekitar 105 pohon belimbing Dewi. Bahkan, Anda dapat menanam 2.000 pohon, jika jarak tanamnya 5 m². Harga rata-rata bibit pohon belimbing dewi Rp7.500,-. Setiap kali panen, dihasilkan sekitar 10 ton belimbing. Padahal, belimbing dapat dipanen tiga kali dalam setahun, adakalanya empat kali/tahun. Dengan demikian, setahun dapat dipanen 30 ton hingga 40 ton. Harga di petani per kilogramnya sekitar Rp8.000,-. Untuk lebih jelasnya, berikut analisa bisnisnya:
A. Total biaya produksi Rp 3.000.000,-/tahun
(untuk membeli bibit pohon belimbing Dewi, pupuk, pestisida,
dan biaya tenaga kerja)
B. Total penjualan (30.000 kg @ Rp8.000,-) Rp 240.000.000,-/tahun
__________________________-
C. Laba kotor Rp 237.000.000,-/tahun.
NB. Semakin luas tanah, kebutuhan akan pupuk dan pestisida semakin dapat dihemat baik biaya maupun tenaga. Karena, penyemprotan hama dan pemupukan dapat dilakukan bersamaan, tanpa efek samping pada pohonnya. Di samping itu, dalam pemupukan ia juga dibantu pupuk kandang dan pupuk lain yang dihasilkan oleh daun-daunnya yang mudah rontok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar