Memanfaatkan tenaga kerja pengamen jalanan, SRP menyulap kertas bekas menjadi perkakas rumah tangga. Kini produknya telah dijual ke luar negeri.
Memanfaatkan kertas daur ulang menjadi aneka barang kerajinan seperti kartu ucapan, bingkai foto, tempat lilin, kotak pensil, hiasan dinding, dan barang-barang kecil lainnya sudah agak jamak dikerjakan. Namun masih langka orang yang bisa membuat aneka keranjang, kotak-kotak besar, bahkan meja dan kursi dari bahan dasar kertas bekas. Adalah Harso Susanto, pengelola CV Semesta Recycled Paper, yang rela mengorbankan waktu dan biaya bereksperimen dengan sampah-sampah kertas. Tidak sia-sia, kini produk-produk yang dihasilkannya telah mampu dijual di pasaran lokal maupun ekspor.
Usaha ini dimulai perajin asal Jogyakarta itu pada Agustus 2006 lalu. Tetapi seperti diceritakan, sebelumnya ia pernah menjalankan usaha seperti ini tahun 1997 namun sempat terhenti. Pada waktu itu ia membuat lembaran kertas daur ulang yang kemudian langsung diproses menjadi kartu, photo frame, boxes, dan banyak lagi. “Tetapi setelah saya lihat di pasar, barang seperti itu sudah banyak ada di toko-toko. Makanya saya berpikir untuk membuat barang lain dari bahan yang sama,” tuturnya.
Diimbuhkan, ketertarikan terhadap kerajinan yang menggunakan bahan kertas bekas itu selain bahan baku mudah didapat, ia juga berharap bahan itu bisa menjadi substitusi bahan kerajinan yang sebagian besar diambil dari alam. Pria yang pernah bekerja di perusahaan ekspor handicraft dari bahan dasar bambu, kayu, pandan, serta rotan itu melihat bahan baku, terutama kayu, menjadi semakin mahal dan sulit diperoleh karena beberapa daerah yang dulunya pemasok besar kini mulai menipis.
Harso biasa memperoleh bahan baku dari lapak-lapak yang jumlahnya melimpah. Bisa juga dari pemulung langsung. Per minggu ia memerlukan bahan baku 2-4 kwintal atau tergantung kebutuhan.
Kertas yang ada disortir dulu dan hanya dipilih kertas koran bekas saja dan itu pun bukan kertas tabloid, karena menurutnya hasilnya akan mudah patah. Kemudian kertas-kertas itu mulai dibasahi dengan lem kemudian dipilin dan ditempelkan pada mal yang sudah dibuat. Setelah dijemur kering, proses selanjutnya yaitu finishing serta pengecatan. Untuk keamanan maka Harso menjamin cat yang dipakai adalah cat dengan bahan pengencer air agar ramah lingkungan, anti racun, sehingga aman untuk anak-anak sekalipun. “Semua bahan tambahan seperti lem dan cat yang kami gunakan adalah waterbas, dan antitoxic,” tegasnya.
Untuk memulai usahanya Harso telah menanamkan modal tidak kurang Rp 30 juta. Namun sebagian besar dipakai untuk eksperimen bahan dasar maupun pembuatan hampir selama 4 bulan. Percobaan itu meliputi cara membuat pilinan yang cepat, kertas yang sesuai, bahan-bahan yang aman, kualitas, cara pengeringan, dan sebagainya. Karena terbuat dari kertas bekas, bahan perlu juga dilakukan uji coba kekuatan produk. Produk berukuran besar yang sudah dites bisa mengangkat beban hingga 5 kg. Kualitas itu, menurutnya masih diperbaiki terus-menerus.
Semua proses produksi dikerjakan secara manual sehingga bentuk usaha kerajinan ini sekaligus menyerap banyak tenaga kerja. Menariknya Harso justru mempekerjakan para pengamen dengan alasan bagi mereka bekerja rumahan lebih aman daripada di jalanan. Sementara hasilnya baru dipasarkan pertama kali pada bulan Desember 2006 dengan sasaran pasar dalam negeri terutama untuk kalangan menengah ke atas, serta pasar ekspor.
Belum genap setengah tahun, rata-rata omset penjualan kurang lebih adalah Rp 12 juta per bulan. Penjualan di pasar lokal dilakukan melalui kerja sama dengan outlet-outlet, galeri dan toko kerajinan. Selanjutnya selain ikut di berbagai pameran barang kerajinan, pria yang mengaku tidak selesai kuliah itu juga berhubungan langsung dengan para eksportir dengan cara mengirimkan beberapa contoh produk. “Ternyata responnya bagus karena menurut saya belum ada yang lain. Kekurangan kami tinggal pada masalah desain,” akunya.
Agar pasaran luar negeri dapat meningkat pria berusia 36 tahun dengan dua putra itu mengaku terus membuat inovasi desain dengan tanya sana-sini juga sambil melihat trend lewat internet. Karena masing-masing item mempunyai tingkat kesulitan yang berbeda-beda, kapasitas produk per bulan tergantung pada jenis produk itu sendiri. Untuk model yang paling sulit seperti box set 3 ia hanya bisa memproduksi 100 set per bulan, tetapi yang paling mudah bisa lebih dari 2000 buah per bulan. Harganya pun bervariasi mulai dari Rp 10.000,00 sampai Rp 150.000,00. “Kami juga menerima pembuatan produk sesuai dengan desain pembeli, sedangkan desain itu tidak akan kami jual ke pihak lain,” jelasnya.
Harso mengatakan tidak mengalami kendala berarti dalam menjalankan usaha kerajinan kertas daur ulang tersebut. Kesulitan seputar pemasaran untuk pasar lokal adalah jumlah yang masih terbatas. Peluang besar adalah pasar ekspor meskipun butuh dana lebih besar serta jalur yang agak berbelit.
“Beberapa perusahaan sudah kontak lewat email. Mereka telah melihat gambar lewat situs kami, tetapi mereka masih belum yakin bahwa produk itu dari kertas dan kebanyakan mereka mengira bahan bakunya adalah rotan. Biasanya setelah melihat langsung baru percaya,” tuturnya. Soal bahan baku Harso jelas tidak menjumpai masalah. Kertas bekas dengan mudah bisa diambil di lapak-lapak atau bahkan dari pemulung langsung seperti yang ia lakukan selama ini. Nah, daripada kertas-kertas koran yang menumpuk di tempat Anda bingung hendak diapakan, lebih baik sekarang dipakai belajar membuat kerajinan perkakas. [pengusaha/wiyono]
Analisa Bisnis Kerajinan Perkakas Dari Kertas (Daur Ulang):
Modal awal Rp 30.000.000,-
Omset penjualan per bulan Rp 12.000.000,-
Keuntungan per bulan dengan margin 40% adalah Rp 4.800.000,-.
Jadi kesimpulannya: BEP sudah akan tercapai pada tiga bulan pertama.
Pekerjaan oleh Careerjet
Peluang Usaha dan Bisnis 2008
Wirausaha.com
Tempointeraktif.com - Ekonomi
Dinas Peternakan Jabar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar